Cerita Mentari: 18

420 118 41
                                    

Cerita Mentari

Chapter 18: Kembali Untukmu

.
.
.

Maaf atas segalanya. Sekarang aku sadar bahwa hidupku tak akan sempurna tanpamu. Karena kamu adalah duniaku.

.
.
.


Cuaca siang itu terasa panas. Angin berhembus sesekali, menerbangkan kain tenda. Keadaan di tempat pengungsian masih seperti biasa setelah hampir tiga minggu bencana berlalu. Belum ada perubahan berarti dalam waktu kurang dari satu bulan ini.

Pemerintah masih berusaha membangkitkan pulau Jawa lebih dulu, membersihkan reruntuhan bangunan dan menyelamatkan para korban. Butuh waktu lama untuk bisa membangun kembali semua yang hancur.

Di tengah kesibukan para relawan dan dokter, Haechan ada di antara mereka. Berdiri di depan sebuah korban yang harus kehilangan kaki karena ditemukan dalam kondisi tertimpa reruntuhan bangunan sampai kakinya tak bisa lagi digunakan.

"Dokter, terima kasih." Kalimat itu keluar dari bibir korban yang Haechan periksa.

Senyum Haechan mengembang, ia mengangguk pelan. Tanpa translator, Haechan sudah bisa mengetahui arti dari kalimat yang dikatakam karena ia sudah sering kali mendengarnya.

Tangan Haechan lalu mengeluarkan kertas memo dan pulpen, menulis beberapa kata di sana. Memberikan kertas itu ke korban yang dirawat. Haechan hanya menulis kata penyemangat di sana, tak ada apapun yang lain. Berharap korban yang ia rawat akan memberikannya pada translator lalu diartikan isi kalimat tulisannya.

Setelah itu, Haechan berpamitan ke luar tenda. Matahari bersinar terik di atas, memberi tahu Haechan kalau hari ini akan cerah.

"Sudah memasuki minggu ke-tiga. Kapan kamu akan bangun Aera?" Mata Haechan menatap langit biru, menghembuskan napas pelan, ia lalu kembali melangkah menuju tenda selanjutnya.

"Haechan, tunggu!"

Dahi Haechan mengernyit ketika mendapati Yangyang berlari terburu-buru ke arahnya.

"Ada apa?"

"Itu ... Aera." Tangan Yangyang menunjuk sebuah tenda.

"Aera? Dia kenapa? Ada apa?" tanya Haechan. Suaranya terdengar panik.

"Aera sudah sadar, Haechan!" seru Yangyang.

Tanpa membuang waktu, Haechan segera berlari ke tenda di mana Aera berada. Kakinya terburu-buru melangkah, menyibak pintu tenda untuk melihat sosok Aera.

Tepat di kasur pojok tenda. Mata Haechan menangkap Aera sedang duduk ditemani seorang dokter dari negara lain.

"Aera ...." Suara Haechan rasanya tercekat di tenggorokan. Ia tak mampu berbicara banyak. Dirinya hanya melangkah mendekati Aera dengan mata tak terlepas sedikit pun dari gadis itu.

Jarak semakin dekat, tanpa terasa air mata mengalir di kedua pipinya. Melihat dua manik hitam Aera lagi setelah sekian lama membuat Haechan emosional. Perasaannya tak bisa dijelaskan.

Rasa lega, bahagia, dan syukur bercampur menjadi satu. Apalagi ketika melihat senyuman tipis Aera yang entah Haechan melantur atau mengkhayal, senyuman itu seperti tertuju untuknya.

Ketika sampai tepat di depan Aera, dokter yang memeriksa keadaan gadis itu langsung pamit undur diri. Pun dengan Yangyang, ia ikut pergi, memberikan waktu Haechan berdua saja bersama Aera.

[2] Cerita Mentari | LHC ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang