Cerita Mentari: 30.0 [Epilog]

516 86 7
                                    

Cerita Mentari

Epilog

.
.
.

Bali, Indonesia.

Aera tidak pernah menduga ia akan kembali ke tempat ini setelah sepuluh tahun berlalu. Bencana mematikan yang pernah menghancurkan pantai indah itu telah membuat banyak perubahan.

Pantai yang indah, kini semakin indah. Ada banyak sekali kanopi menghiasi pantai berpasir putih itu. Beberapa wisatawan terlihat bahagia, tertawa bercanda dengan keluarga, pasangan atau teman.

Seperti Aera yang datang ke sini bersama keluarga kecilnya. Ia bisa melihat Haechan, Jaemin, dan Haera bermain di pesisir pantai. Sesekali ombak mengenai mereka, membuat tawa Haera dan Jaemin lepas.

Haechan sebagai ayah yang baik menggendong Haera yang masih berumur dua tahun. Sementara Jaemin yang sudah delapan tahun dituntun Haechan agar tidak terseret ombak. Sungguh pemandangan indah yang menyejukkan hati.

Senyum mengembang lebih lebar di wajah Aera. Senyum kebahagiaan yang menandakan ia sangat menikmati permainan takdir padanya hari ini.

"Aera?" Sebuah suara menganggetkan Aera yang tengah memperhatikan keluarga kecilnya.

Perempuan yang sudah memasuki usia kepala tiga itu menoleh ke asal suara. Dahinya mengernyit ketika mendapati seorang laki-laki berumur sama dengannya.

Mata Aera berkedip beberapa kali hanya untuk menyadari siapa yang memanggilnya barusan.

"Jeno?"

Sebuah senyum muncul di wajah lawan bicaranya. Senyum yang sama seperti dua puluh tahun silam. Mata sipit milik laki-laki itu membentuk bulan sabit seiring dengan senyumannya.

"Ternyata benar, kamu Aera. Kupikir tadi aku salah lihat." Jeno tertawa, tawa yang sama seperti dulu.

Aera masih tidak percaya apa yang dilihatnya saat ini. Jeno dengan wajah yang sedikit lebih dewasa datang padanya, membawa kembali semua kenangan dua puluh tahun lalu ke dalam kepala. Kenangan tentang masa mudanya, tentang sekolah, dan tentang Jaemin.

"Apa yang kamu lakukan di sini, Ra? Pergi sama siapa? Sama Jaemin, kah?"

Pertanyaan Jeno sebenarnya tidak ada yang salah. Mengingat laki-laki itu memang pergi sebelum Jaemin kecelakaan. Jeno pasti tidak tahu bagaimana kabar tentang Jaemin sekarang.

Aera menggeleng pelan, tangannya menunjuk Haechan dan dua anak mereka yang masih asik bermain ombak.

"Loh? Itu siapa?" tanya Jeno tak mengerti.

"Suami dan anakku."

Kali ini kernyitan muncul di dahi Jeno. Ia tidak pernah menduga jawaban Aera akan keluar jauh dari prediksinya.

"Kamu tidak menikah dengan Jaemin? Kupikir kalian—"

"Jaemin sudah meninggal, Jeno." Aera memotong kalimat Jeno.

Ekspresi yang ditampilkan oleh sahabat lama Jaemin itu kini tak terbaca. Ada sorot kaget, tak percaya, sedih, marah, dan kecewa.

"Kapan?"

Sebenarnya Aera sempat berpikir kalau Jeno akan menangis setelah mendengar berita mengejutkan itu, tapi ternyata Aera salah. Jeno masih bersikap biasa saja, hanya suaranya berubah menjadi lebih serak.

"Dua puluh tahun lalu. Di hari ulang tahunnya. Dia kecelakaan."

Jeno terdiam, kembali memutar memori yang telah lalu. Ingatannya sudah sedikit memudar, tapi ia masih bisa mengingat kalau waktu itu dirinya pergi meninggalkan Korea, sebelum hari ulang tahun Jaemin tiba.

[2] Cerita Mentari | LHC ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang