Cerita Mentari: 15

429 123 37
                                    

Cerita Mentari

Chapter 15: Keajaiban atau Malapetaka?

.
.
.

"Sebab aku percaya, sejauh apapun kamu pergi, kamu pasti akan kembali. Dan aku akan menunggumu, meski seluruh dunia berubah dan aku menua sendirian. Aku tetap memastikan aku masih di tempat yang sama, berharap kamu kembali padaku."

-Lee Haechan

.
.
.

Jantungnya bertalu cepat, seiring langkah kaki berlari di atas pasir. Perasaan tak menentu kian menghampiri, semakin membesar ketika jarak tempuhnya lebih dekat pada objek yang dicarinya selama satu minggu lebih.

Tak ada kata atau kalimat terlontar keluar. Walau begitu, ia tetap merapalkan doa dalam hati, berharap Tuhan tidak sedang mempermainkannya.

Saat dirasa matanya dapat menangkap beberapa tim penyelamat dalam jarak tiga puluh meter, kakinya langsung berlari secepat mungkin. Pasir pantai membuat langkahnya terasa berat meski sudah berlari sekuat tenaga. Namun ia tidak peduli, yang ada di pikirannya hanya satu. Gadis itu. Istrinya.

"AERA!" Haechan berteriak, suaranya mengisi keadaan pantai sepi yang hanya dihiasi bunyi deburan ombak.

Tim penyelamat yang mendengar teriakan Haechan melihat ke asal suara. Nampak Haechan masih berlari menggunakan sendal jepit lokal yang entah ia dapat dari mana.

Karena tak hati-hati, Haechan tersandung langkahnya sendiri, membuat ia jatuh ke atas pasir. Seakan tak menyerah, ia bangkit lagi, melanjutkan perjalanannya menuju objek yang ia rindukan.

Ketika sudah sampai di tempat tujuan, ia segera bertekuk lutut. Tatapan matanya tertuju pada wajah pucat dan bibir sedikit membiru milik gadis yang kini tergeletak tak berdaya dengan posisi telungkup.

Haechan meraih tangan yang sangat ia rindukan. Digenggamnya tangan itu, kemudian ia taruh di samping pipi. Matanya memanas tanpa perintah. Bulir bening siap meluncur keluar bersamaan dengan laporan dari salah satu tim penyelamat yang ada di sana.

"Kami menemukannya pagi ini, sepertinya ia terseret ombak dan kembali lagi."

Dua manik Haechan merapat, membiarkan cairan bening mengalir, membasahi pipi hingga menetes jatuh dari dagu. Punggung tangan gadisnya pun basah akibat lelehan air mata Haechan.

Tanpa peduli pada hal lain, Haechan segera membalik tubuh gadisnya. Satu tangan ia taruh di belakang leher Aera, sementara tangan yang satunya ia gunakan untuk menggeser tubuh Aera agar mendekat padanya.

"We must to check her. She might not die."

Haechan reflek melempar tatapan tajam nan mematikan pada satu orang penyelamat yang ada di sana. "Istriku tidak akan mati. Setidaknya sebelum aku."

Mendengar suara bernada dingin disertai tatapan penuh permusuhan–meski tak mengerti bahasanya–, penyelamat yang tadi berbicara tentang Aera segera membungkam mulut. Ia sepertinya salah bicara. Karena selama di penampungan, Haechan terkenal sebagai dokter ramah yang selalu berusaha berkomunikasi dengan semua orang meski terhalang bahasa.

[2] Cerita Mentari | LHC ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang