Cerita Mentari: 01

1.2K 169 50
                                    

Cerita Mentari

Chapter 01: Tak Ada yang Berubah

.
.
.

Seoul, Korea Selatan.

13 Agustus 2030.

Sang raja cahaya bersinar cukup terik di cakrawala. Awan putih menggantung tanpa pengait, memberi perlindungan untuk bumi bagai payung. Warna biru cerah terpampang tanpa ujung, memberikan tanda bahwa tak akan ada hujan yang turun.

Suhu bumi kian lama kian meningkat. Pemanasan global semakin parah sepuluh tahun belakangan. Oleh sebab itu, musim panas di negara subtropis bagaikan waktu di mana seluruh manusia tersengat sinar mentari.

Pada pagi hari musim panas, sekitar pukul sembilan, tepatnya di salah satu kamar apartemen termahal di Seoul. Seorang laki-laki di umur yang sudah hampir memasuki kepala tiga tengah tertidur pulas. Wajahnya tirus, bibirnya kering, warna hitam terlihat kontras melingkari kedua matanya. Sesekali kulit matanya bergerak, sedikit terganggu akan cahaya silau dari mentari yang dengan lancangnya masuk melalui gorden putih di jendela.

Hawa panas terasa masuk ke dalam kamar, membuat laki-laki yang tertidur pulas menggeliat tak nyaman. Hembusan napas kesal terdengar dari si laki-laki, sebelah tangannya terangkat, hendak menutup wajah, menghalangi cahaya mentari. Namun sebelum ia melanjutkan tidur, suara alarm berbunyi kencang memekakkan telinga.

Helaan napas lagi-lagi terdengar. Tangan yang tadi ingin menutup wajah ia turunkan, menghempaskannya ke atas kasur. Tubuhnya perlahan bangkit duduk, mata yang masih sedikit terpejam itu melihat sekeliling kamar yang kosong. Tidak ada siapapun selain dirinya di sana.

Selama lima menit, laki-laki itu hanya duduk diam di atas kasur, sesekali matanya melirik alarm yang masih berbunyi. Membiarkan alarm itu mati dengan sendirinya di deringan ketiga. Setelah menunggu alarm selesai berbunyi, laki-laki itu langsung berdiri, berjalan menyeret kaki ke luar kamar.

Tiba di ruang tengah apartemennya yang cukup besar, matanya memandang sekitar, memperhatikan keadaan di dalam apartemen sebelum akhirnya beranjak menuju dapur untuk minum air putih. Tenggorokannya sedikit perih saat bangun tidur tadi.

Begitu sampai di kulkas, matanya menyipit ketika mendapati kertas memo kecil yang berisi tulisan tangan seseorang. Dia baca lamat-lamat tulisan di memo itu, lantas menaruhnya di sembarang tempat dan beralih membuka kulkas.

Seperti apa yang tertulis di memo. Makanan untuknya sudah disiapkan sejak pagi, hanya tinggal dipanaskan saja untuk bisa disantap lagi.

Perlahan, dia mengeluarkan semua makanan dari dalam kulkas, lalu menghidupkan microwave untuk menghangatkan kembali makanan yang dingin.

Selama microwave bekerja memanaskan makanan, laki-laki yang tadi menghangatkannya memilih untuk ke kamar mandi dan cuci muka. Baru setelah itu dia kembali ke dapur, mengangkat makanan yang sudah dipanaskan dan memakannya dalam diam.

Tidak ada suara lain di dapur, selain suara sendok yang beradu dengan piring. Laki-laki itu memilih menghabiskan makanan dalam hening.

Drrt. Drrtt.

Mata yang awalnya hanya terfokus pada makanan itu sedikit teralih ketika ponsel yang baru dia bawa beberapa menit lalu bergetar. Tertera nama seseorang di layar ponselnya.

[2] Cerita Mentari | LHC ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang