Cerita Mentari: 14

465 129 66
                                    

Cerita Mentari

Chapter 14: Entitas

.
.
.

"Entitasmu adalah hidupku. Jika suatu hari kamu menghilang, lalu apa yang akan terjadi pada duniaku?"

.
.
.

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya dalam kepala Haechan tentang apa yang saat ini ia saksikan. Semua yang terjadi hari ini terus membuatnya terkejut dan hampir kehilangan tujuan hidup.

Beruntunglah Tuhan membiarkannya berada dalam suatu keadaan di mana ia masih bisa berharap dan berdoa. Meski pada kenyataannya harapan adalah musuh terbesar manusia. Karena harapan hanya memperlambat siksaan seseorang.

"Haechan."

Panggilan Jina terdengar di telinga Haechan. Untuk beberapa saat, laki-laki itu masih tak bergerak dari tempatnya. Ia terlalu lemas setelah melihat mayat dari seseorang yang sangat dikenalnya.

Haechan bersumpah, rasa terkejutnya masih ada ketika mendapati wajah Yena di balik kantung mayat.

Oh Tuhan. Semoga saja Aera masih hidup sekarang. Semoga saja gadis itu mampu bertahan. Karena Haechan hanya ingin hal itu. Haechan tidak ingin apapun. Ia mau Tuhan menyelamatkan Aera.

Bahkan jika seluruh permintaan Haechan tak terkabul karena diganti dengan kabar Aera masih hidup, ia rela menukar semua itu.

"Dia bukan Aera, tapi kenapa kamu bereaksi seperti itu?" Jina bersuara lagi.

Haechan tidak begitu mendengarkan pertanyaannya. Pikiran Haechan semakin rumit. Ia memikirkan beberapa kemungkinan tentang nasib Aera sesudah melihat kondisi Yena.

Ya Tuhan, tolong selamatkan Aera. Hanya itu yang Haechan pinta saat ini.

___Cerita Mentari___

Angin berhembus semakin kencang ketika malam tambah larut. Debur ombak terdengar samar di kejauhan.

Langit malam bertaburan bintang menghiasi seluruh langit, seakan membuktikan bahwa mereka masih baik-baik saja. Bekerja dan melakukan tugas sesuai perintah Tuhan.

Berbeda dengan salah satu daratan bagian Asia Tenggara yang mendapat amukan kuat dari kemarahan bumi. Menghancur leburkan seluruh kehidupan manusia, membawa serta semua reruntuhan dari darat ke laut. Seakan kehidupan tak pernah ada sebelumnya.

Sampai saat ini, ia tidak juga menemukan apa yang jadi harapannya. Apa yang ia inginkan. Apa yang ia mau. Tuhan seakan sedang mempermainkannya dengan membuat ia menunggu dan terus menunggu.

Ditatapnya langit malam bertabur bintang di atas sana. Matanya terlihat sayu, lingkaran hitam semakin tampak di sana. Namun ia tak mengindahkan itu. Dibiarkannya penampilan buruk dan kusut, seakan ia ingin memberi tahu orang yang melihat bahwa dirinya sedang dalam kondisi tak baik.

Memejamkan mata sebentar, satu lelehan air mata lolos begitu saja. Hatinya semakin kosong dari hari ke hari. Setiap detik dan menit berlalu dengan begitu menegangkan baginya.

Apalagi setiap kali ada laporan mengenai korban. Jantungnya selalu bertalu tanpa perintah. Berdetak cepat seakan memberinya peringatan sebelum mendapat sesuatu yang lebih besar.

[2] Cerita Mentari | LHC ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang