Luna, Alex dan Vero baru saja pamit pulang. Ah, tentu saja setelah sedikit perdebatan dengan Vero yang tadinya tidak mau pulang duluan.
Sekarang tinggal aku yang masih menemani Nick disini. Nick tersenyum melihatku sambil berkata, "kenapa nggak ikut pulang juga? udah mau malem loh ini."
Aku mencibir, "Oh, jadi ngusir nih?"
Nick terkekeh. "iya, ngusir. Sana pulang!"
Aku memasang wajah sok terluka, "Oh lo gitu sekarang, oke gue pulang..."
Aku sudah siap berdiri, memalingkan tubuhku dan bersiap berjalan keluar ketika tangan Nick menahan lenganku. "Baper banget sih. Duduk."
Aku langsung duduk lagi dan terkekeh. "Untung lo nahan gue. Kan malu kalo enggak ditahan."
Nick berdecak, memelototiku. "Dasar." ucapnya pelan. "Tapi Fen, gue serius ntar lo pulang sama siapa? Naik umum? Bahaya. Ntar ada apa-apa."
Aku cemberut. Kesal karena Nick tetep aja bawel walaupun sakit. "Bawel kan. Udah sih itu mah urusan nanti. Gue tau lo kesepian disini kan? Jadi jangan nolak kalau ada orang cantik dan baik hati kayak gue mau nemenin lo. Gue kan, setia kawan."
Nick mencibir dan tertawa kecil. Lalu tiba-tiba saja suasana jadi hening. Nick menatapku dengan ekspresi ragu.
"Kenapa sih? Ada yang mau lo omongin sama gue?" ucapku akhirnya setelah beberapa saat tidak ada tanda-tanda bahwa Nick akan berbicara.
"Eh? um..." ia tampak ragu sesaat, namun akhirnya ia membuka mulutnya. "gue dikasih tau Sisca kalo dia sama Gusti ketemu lo, Luna sama Alex di resto pas gue operasi. Itu.. bener?"
Aku sedikit terkejut Nick tau akan hal ini. Tapi biarpun begitu aku menjawab dengan jujur, "Iya, kita nggak sengaja ketemu."
Suasana jadi sedikit canggung. "Lo oke?"
Aku menghembuskan nafas berat, "Gimana bisa gue oke? Gue kesel seperempat mati. Bukan cuma sama laki-laki itu, sama si cewek itu juga! Tapi Nick, kok lo bisa kenal sama Fransisca?"
"Eh? Mmm... sebenernya.. dia itu mantan gue." Ucap Nick pelan.
Mataku otomatis membulat, seperti akan keluar dari tempatnya. "Mantan?!"
"Hm." Gumamnya, lalu melanjutkan, "gue putusin dia.. soalnya gue tau dia mulai tertarik sama tetangganya. Gue cemen ya?"
Aku menatap Nick nggak percaya. Gimana bisa takdir percintaan aku kayak gini?
"Gue gatau kalo tetangganya udah punya pacar. Gue gatau kalo Sisca tega ngelakuin hal kayak gitu." Ia berhenti sejenak untuk menarik napas dalam. "Kalo aja gue tau dia bakal ngerusak kebahagiaan orang lain.. gue bakal lebih berusaha memperjuangkan dia."
Aku melihat Nick menundukkan kepalanya, terlihat benar-benar menyesal. "Lo... masih ada rasa sama dia?"
Nick mendongakkan kepalanya lagi, menatap mataku.
Lama.
"gue.." Nick bergumam pelan. "gue bingung sama perasaan gue sendiri."
Aku mengernyitkam keningku. Bingung sendiri melihat Nick seperti ini. Aku ga pernah liat Nick kayak gini.
"pertamanya gue pikir dia bakal lebih bahagia kalo gue putusin. Tapi guenya sendiri ga bisa. ck." dia menarik napas dan membuangnya. Aku masih diam, mendengarkan. "trus gue ketemu elo. easily, I have feelings for you."
Entah karena apa, aku ga ngalamin gugupku kayak biasa- you know, ngegigit bibir atau apa. Enggak ada. Padahal aku sadar seratus persen kalau barusan Nick Pattihusa baru aja ngungkapin kalo dia ada rasa sama aku!
"Tapi waktu itu, gue baru tau kalo ternyata gue cuma salah paham tentang perasaan Sisca. Gue baru tau ternyata Sisca sama menderitanya kayak gue. Tapi dia ngecoverin itu semua buat Gusti." Nick melanjutkan dengan berat hati.
Malam itu aku belajar satu hal.
Bahwa apa yang nampak diluar itu bener-bener nggak semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between You And Me
Teen FictionIni tentang aku dan kamu. Tentang sebuah spasi yang ada diantaranya. Tentang pertanyaan, Apakah sebuah spasi dapat menghalangi kita?