Author's pov
Matahari sudah mulai mengambil perannya jauh diufuk timur. Fenny juga sudah siap untuk sarapan di meja makan. Yang lain sudah siap. Hanya saja kursi yang biasa ditempati ayah masih tetap kosong sejak lima hari yang lalu.
"Pagi bunda, mami, cerry!" sapa Fenny riang sambil duduk disebelah Cerry dan mulai mengambil roti dan selai yang tersedia.
"pagi sayang." balas bunda dan maminya.
Fenny menengok kearah Cerry. Heran kenapa dia diam saja beberapa hari terakhir.
Cerry yang merasa diperhatikan mendelik. "apa sih?"
Fenny mendengus kesal karena kejutekan Cerry yang mulai kambuh lagi. Ia heran mengapa sifatnya sangat bertolak belakang dengan mami ataupun ayah.
"um..ngomong-ngomong, ayah belum pulang juga?" ucap Fenny berusaha tak mempedulikan Cerry.
"belum." jawab bunda.
Setelah itu hanya ada bunyi sendok dan piring yang saling berbenturan.
Fenny jadi sadar beginilah rasanya hidup di rumah mewah tanpa adanya ayah. Ada, namun tidak benar-benar ada. Apa ini yang dirasakan Cerry?
Tidak, pikirnya. Bahkan saat ini aku masih punya bunda walaupun ayah tidak ada. Tapi Cerry? Tinggal dirumah sebesar ini tanpa kehadiran orang tua?
Ah, Fenny jadi paham mengapa sifat juteknya itu ada.
"Cerry berangkat." ucap Cerry sambil berdiri.
"tungguin Fenny dulu dong, cer." ucap maminya pelan.
"gak apa-apa kok, ini udah selesai. Yuk."
Dengan begitu kami berpamitan lalu masuk ke dalam mobil yang disupiri mang Tejo.
Mobil mulai membelah kemacetan kota Jakarta. Bunyi klakson disana-sini sangat memekakkan telinga, tapi tetap saja, keheningan dimobil dengan enggannya Cerry berbicara lebih menusuk telinga.
"salah gak sih kalau gue bilang lo aneh?" ucap Fenny kesal.
Cerry meliriknya, terlihat hendak memprotes namun malah diam saja.
"Cerry ya ampun lo kenapa sih?"
Cerry melirik Fenny sinis. "lo suka sama Nick kan?"
Fenny terperanjat. "lah kok?"
"iya kan? Lo suka sama Nick kan?" sekarang Cerry sudah benar-benar menghadap Fenny tanpa mengurangi ketajaman suaranya.
Fenny mengernyit. "Enggak, lah."
Memang sih hatinya selalu berdetak lebih keras kalau berada didekat Nick, atau lebih tepatnya jika matanya terperangkap oleh mata Nick sendiri.
Tapi toh, ingatannya akan Gusti juga belum sepenuhnya menghilang, kan? Bagaimana mungkin perasaannya juga menghilang secepat itu?
Lagi pula, debarannya juga bukan hanya pada Nick. Tapi dulu, sewaktu pertama bertemu dengan Alvero, ia juga memiliki debaran yang sama. Walaupun sekarang tidak lagi. Atau mungkin, karena sudah lama tidak bertemu Vero?
Ini mungkin hanya karena Fenny belum terbiasa dekat-dekat dengan laki-laki, kecuali Alex dan Gusti tentunya.
Jadi, mungkin debaran itu wajar.
"Udah sampe Fenny! Lo tuh ngelamunin pertanyaan gue segitunya amat, sih." ujar Cerry yang sudah membuka pintu dan bersiap keluar.
Fenny yang baru sadar kalau ia sudah sampai langsung ikut keluar mobil dan jalan ke kelasnya.
Sepanjang koridor, ia berfikir, mengapa Cerry menanyakan hal itu?
Kaki jenjangnya terus melangkah dan berbelok memasuki kelasnya diujung koridor.
Apa Cerry menyukai Nick?
Hatinya, baik disadari atau tidak, mencelos begitu saja.
***
Fenny memutuskan untuk ke perpustakaan lagi setelah rasa-rasanya sudah lama sekali tidak kesana. Tentu saja, mana berani dia membaca fiksi ditahun yang sangat menentukan masa depannya nanti.
Walaupun rasanya malas, ia akhirnya berada di deretan rak-rak buku pelajaran yang tebal dan berdebu. Ia terus berjalan, mencari-cari buku untuk referensi tugas presentasinya nanti.
Saat tangannya hendak meraih buku yang dicarinya, ia justru menemukan tangannya tersentuh oleh tangan besar milik seseorang yang hendak mengambil buku yang sama.
"Gue dulu." ucap laki-laki itu yang ternyata adalah Alvero.
Fenny menarik buku itu dan secepat kilat menyembunyikannya dibelakang punggungnya. "Gue dulu yang nemu-"
Fenny membungkam mulutnya ketika melihat Alvero mengambil buku yang sama dideretan yang sama. Ah, bukankah buku itu tidak cuma satu? Fenny merasa pipinya menghangat.
"kenapa kalo lo tau bukunya ada banyak malah bilang 'gue dulu' sih?" ucap Fenny berusaha sebisa mungkin menutupi rasa malunya.
Alvero diam saja dan menatap Fenny dalam. Untuk yang kesekian kalinya, Fenny termangu. "Yang gue maksud bukan itu...." ucapnya menggantung.
Fenny hanya menatapnya bingung, seakan bertanya apa maksudnya.
"Yang nemuin lo itu.... gue dulu. Tapi.... kenapa, kenapa Nick?"
Fenny semakin mengerutkan keningnya dalam. "apa sih?"
Vero terlihat bimbang. Namun setelah menghela nafas dalam, ia berkata,
"Kayaknya, gue suka sama lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Between You And Me
Teen FictionIni tentang aku dan kamu. Tentang sebuah spasi yang ada diantaranya. Tentang pertanyaan, Apakah sebuah spasi dapat menghalangi kita?