Author's pov
Sekarang, mereka berempat --Fenny, Cerry, Vero dan Nick-- sudah duduk di ruang tamu.
"Lo masih sakit?" ucap Vero dan Nick berbarengan kepada Fenny. Mereka saling menatap dan bergidik ngeri.
"jodoh banget sih," cibir Cerry.
"HIH OGAH" pekik Nick histeris.
"gue juga ogah sama lu" gumam Vero.
Fenny berdehem. "gue gapapa. Kalian ada apa kesini?"
"Gue-" Vero dan Nick saling pandang lagi karena telah berbicara bersamaan.
"can u not-"
"could you just stop-"
"guys," Fenny menengahi sambil memutar bola matanya jengah. "Oke first, Vero, lo ngapain kesini?"
Vero tersenyum penuh kemenangan pada Nick yang sedang kesal karena Fenny tidak mendahulukannya. "gue pengen nyelesain masalah kita bertiga."
Cerry yang mendengar itu langsung menelan ludahnya berat.
Lagi-lagi Fenny memutar kedua bola matanya, "gue pikir bukan bertiga tapi berdua- lo dan Cerry. So, hush hush!"
Fenny mengibas-ngibaskan tangannya pada Vero dan Cerry, mengusirnya.
Vero melotot, Cerry juga. Dan Nick justru tertawa terbahak-bahak.
"kok lo malah ngusir gue sih?!" ucap Cerry tidak terima.
"Cerry, please?" ia mengedip-ngedipkan matanya sengaja. Berusaha terlihat terlalu unyu untuk ditolak.
Cerry memutar kedua bola matanya lalu bangkit. "whatever. Sini, ikut." Dan tak lupa ia menarik lengan Vero pergi.
Setelah itu, tinggallah Fenny dan Nick berdua.
"kalo lo ngapain disini?"
"Pertama, gue cukup tersanjung dengan acara usir-usiran tadi hanya demi gue, Fen. Gue sangat tersanjung." Ucap Nick dengan senyum yang sok getir.
Fenny dengan mudah menjitak kepalanya keras.
"Whoa! Ini nih yang namanya sakit? gile sakit aja kekuatannya begini. Minum jamu kuat ye lu?"
"lagian lo ngomong asal jeplak sih!" ucap Fenny yang dibalas dengan cengiran Nick.
"be-te-we, tadi itu siapa?" ucap Nick lebih serius.
Fenny mengerutkan alisnya. "Siapa apanya- Oh! dua orang tadi?" ucap Fenny.
Nick mengangguk. "Trus kok lo....nangis?"
Fenny menggigit bibir bawahnya gusar. Apa dia harus cerita? Tapi untuk apa? Toh, gak akan ngerubah apa-apa. Lagi pula ia baru mengenal Nick kemarin.
"mereka temen gue." Kata Fenny akhirnya. Mengabaikan pertanyaan kedua Nick.
Nick mengangguk-anggukkan kepalanya.
Setelah itu suasana kembali sunyi. Mata Nick tak henti-hentinya menatap Fenny intens. Penuh ketertarikan. Seolah dengan menatapnya saja ia bisa tau apa yang sedang cewek itu fikirkan.
Fenny menyadari itu. Ia juga tak henti-hentinya menggigit bibir dan mengalihkan pandangannya.
"jangan gigitin bibir lo terus Fenny. Kalo gugup kan bisa pegang tangan gue. Nih." ucap Nick lancar sambil mengulurkan tangannya.
Fenny seketika itu juga melotot dan berhenti menggigit bibirnya. Ia memukul tangan Nick lumayan keras, namun tangan Nick yang lainnya justru menangkap tangan mungil milik Fenny.
Nick dengan mudahnya memasuki tiap-tiap celah jari Fenny dengan jari miliknya.
Setelah terpatri sempurna, Nick tersenyum bangga. "begini kan lebih enak diliat. Lo bisa remes tangan gue kan kalau gugup? Gausah main bibir deh."
Fenny berusaha melepaskan genggaman tangannya namun percuma. Ia terlalu kecil bagi Nick. Jadi ia hanya pasrah dan mendengus sebal. "Siapa yang gugup sih?"
"elo." ucap Nick sambil menyeringai. "Dan lo belum jawab pertanyaan kedua gue."
Fenny menutup matanya sekilas dan refleks menggigit bibir bawahnya lagi. Ia tak habis fikir mengapa dirinya begitu lemah dihadapan cowok ini? Toh, biasanya juga bisa marah-marah.
Dan kenapa ini cowok begitu ingin tau urusan pribadinya?
"Bandel banget sih lo." gumam Nick cepat. "Gue udah berbaik hati minjemin tangan gue buat pengalih perhatian kalo lo gugup, tapi lo tetep gigit bibir lo. Apa perlu gue pinjemin bibir gu- whoa!"
Tangan Fenny yang digenggam Nick meremas milik cowo itu cepat. Sangat kuat --setidaknya, menurutnya. Tangannya yang satu lagi berusaha melepaskan jemari Nick di sela-sela jemari miliknya.
"lo pakein lem apaan sih ini kok susah banget lepas nya ya ampun." gumam Fenny secara tidak sadar. Tangannya masih berusaha melepaskan jemari Nick yang justru semakin menguat.
Nick menyeringai. "pake lem cinta kita....."
Fenny melotot dan memukul tangan Nick sekuat yang ia bisa dengan tangannya yang lain. Namun kesialannya masih ada. Tangan Nick yang lainnya juga menangkap tangan Fenny dan menggenggamnya lagi.
Fenny menyerah. Maka dari itu Fenny hanya mendengus lalu membiarkan tangannya digenggam oleh cowok dihadapannya. Kepalanya turun kebawah, ia menempelkan pipinya ke meja yang memisahkan ia dengan Nick --yang ia syukuri karena meja itu agak tinggi dan sedikit menghalangi Nick untuk mendekat.
Nick tersenyum seraya mengelus punggung tangan Fenny dengan ibu jarinya. "Fen?"
"hm?" ucap Fenny yang sudah memejamkan mata, berniat tidur dari pada mempedulikan cowok keras kepala dihadapannya.
"Mandi sana. Gue tunggu di depan ya. Temenin gue makan- diluar."
Fenny masih dalam posisinya dan menjawab, "makan disini aja kali."
Nick tersenyum tulus. "Enggak jadi deh. Pasti bakal susah gue dapetin tangan lo kayak gini- jadi, nikmatin aja dulu." ucap Nick sambil mengambil posisi seperti Fenny.
Dan yang Nick rasakan setelahnya, tangan Fenny secara refleks meremas tangannya sedikit kuat. Dia gugup, eh?
"Nah. Begitu Fen. Kalau gugup, atau apapun keadaannya pegang tangan gue aja oke?" gumam Nick berniat untuk bercanda. Namun tak urung ia juga ikhlas jika memang Fenny membutuhkannya.
Fenny mendengus lelah. "shut up, Nick. Gue mau tidur."
"Jangan mimpi indah, Fen. Di dunia nyata atau lebih tepatnya di hadapan lo sekarang, udah ada yang lebih indah." gumam Nick lagi.
Dan reaksi nya sama. Genggaman kuat yang tiba-tiba lagi oleh Fenny.
Nick tersenyum puas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between You And Me
Teen FictionIni tentang aku dan kamu. Tentang sebuah spasi yang ada diantaranya. Tentang pertanyaan, Apakah sebuah spasi dapat menghalangi kita?