Fenny's pov
Semenjak Nick ngegodain gue pas di kantin -atau mungkin emang guenya yang ke geeran- gue jadi menjaga jarak dengannya.
Oke, emang dari pertama juga udah jaga jarak sih, tapi ini lebih jaga jarak.
Dan kalau aku boleh berspekulasi, Vero juga kelihatan sinis sama Nick pas dia ngomong gue blushing karena dia.
Alah sialan.
Kembali lagi pada Nick, dia masih aja ngintilin gue setelah kita selesai makan di kantin. Dan kali ini, ditambah kehadiran Vero.
Di belakang Nick.
Aku merasa seperti mempunyai buntut.
"Jalan pelan-pelan napesi Fen." Ujar Nick dibelakangku santai.
Aku tak menggubrisnya sama sekali.
"Fen! Dibilang pelan-pelan juga ish batu amat sih" kini ia mensejajari langkahku yang memang cepat-cepat.
"Kan gue udah bilang-"
"Tempat duduk? Yaelah ntar kan di rolling. Kalopun sekarang lo dibelakang juga nanti-nanti kebagian di depan." Ujarnya. "it's just a roller coaster anyway." ucapnya sambil bersenandung menyanyikan lirik lagu Maroon 5 - Better That We Break.
"Beda lah. Roller coaster ke atas bawah, ini depan belakang." Ucapku lagi. "Lagian juga bukan masalah itu, gue kan gatau sekelas sama siapa aja."
Nick mengangkat sebelah alisnya bertanya, "terus?"
Aku memutar bola mataku kesal. "Gue belum ada janji mau sebangku sama siapa, Nick. Berenti nanya kenapa sih?"
Tanpa diduga, seringaiannya muncul. "Lo sebangku sama gue aja!" Katanya sumringah. "Dan itu bukan pertanyaan, tapi pernyataan."
Baru aku ingin menjawab, ia meraih tanganku untuk berjabatan. "oke kalau lo setuju. Kita deal. Selamat bekerja sama selama satu tahun kedepan, ya, Fenny."
Lalu ia berjalan mendahuluiku yang tiba-tiba berhenti saking speechlessnya.
Geez.
"Mau sampe kapan lo disitu? Ayo." Belum sembuh dari degupan yang entah mengapa timbul akibat perlakuan Nick barusan, aku harus menerima degupan lainnya yang dikarenakan oleh Vero, yang menarik paksa tanganku untuk mengikutinya memasuki kelas yang dimasuki Nick barusan, kelasku, kelas dua belas ipa satu, kelas-
UMAGA. KELAS ALVERO?!
Lagi, aku berhenti tepat di depan kelas. Bukan didepan pintu, tapi di depan anak-anak kelas yang lagi pada duduk-duduk gabut. Alvero yang merasakan kuncrut yang ditariknya berhenti juga ikut berhenti dan memandangku bingung.
Baru aku membuka mulut hendak bicara, seseorang yang kuyakini adalah Dani, sigendut yang pintar namun cablak, berteriak dengan lantang tanpa sedikitpun ragu, "PACARAN SIH PACARAN, GAUSAH DI DEPAN KELAS GITU JUGA KALI."
Dan sedetik kemudian kelas ini menjadi sangat bising karena tawaan dan cibiran anak-anak sekelas.
Jangan berfikir bahwa anak IPA itu alim, ya. Karena kami juga manusia.
Seketika itu juga seseorang memisahkan tanganku dan tangan Vero yang baru kusadari masih bertautan.
Nick.
Dengan wajah datarnya, ia merangkulku dan berkata, "yuk. Duduk." Dan dengan begitu meninggalkan Vero yang cengo sendirian di depan kelas.
"Woh ternyata Vero mempunyai saingan bernama Nick, kawan!" Seru Dani lagi mengesalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between You And Me
Roman pour AdolescentsIni tentang aku dan kamu. Tentang sebuah spasi yang ada diantaranya. Tentang pertanyaan, Apakah sebuah spasi dapat menghalangi kita?