Nick's POV
Hari ini gue mau nonton sama Fenny, Luna dan Alex. Semenjak gue ngejenguk Fenny beberapa hari yang lalu, gue jadi lebih deket sama dia. Apalagi kita duduknya sebangku. Walaupun gue tau kadang dia ngehindarin rayuan yang sebenernya bukan sama sekali rayuan kalo menurut gue. Gak tau, deh. Yang penting gue punya temen disekolah yang lumayan asik dan baik, pastinya.
Kayak misalnya Luna dan Alex. Luna itu tipikal cewe yang feminim, beda banget sama Fenny. Luna cantik. Pinter walaupun pinteran Fenny. Anaknya asik diajak ngobrol. Dan faktanya dia suka sama cowo yang namanya Alex. Alex ini juga lumayan ganteng, --walaupun agak menggelikan mengakuinya, baik, jujur, apa adanya dan juga supel.
Kemaren pas balik sekolah dan gue baru keluar dari toilet cowo, gue ketemu mereka di lorong. Mereka lagi ngomongin tentang acara nonton, entah nonton apa. Yang pasti ada nama Fenny disana. Mereka yang tadinya ga sadar akan kehadiran gue langsung kaget pas tau-tau gue teriak pengen ikut.
Bocah, kalo kata Alex.
Tapi toh mereka setuju setuju aja. Banget, malah.
Apalagi pas gue tawarin tumpangan. Beh, wajah mereka langsung berseri-seri.
Yaudah lah, toh cuma anter jemput doang.
Jadi jam tiga kurang sepuluh menit gue udah jemput Luna, Alex dan Fenny di rumah mereka masing-masing. Gue nyupir, Alex di depan, Fenny dan Luna dibelakang of course.
Dan yang gue denger dari depan, mereka lagi bahas tentang aktor film Theo James yang mau kita tonton sore ini.
Ah, by the way, Fenny terlihat masih sama dalam setelan selain baju seragamnya. Dan harus diakui ini baru kali keduanya gue liat dia pake baju bebas. Yang pertama dia keliatan berantakan, gak berantakan yang bener-bener berantakan banget gitu sih, tapi kayak berantakannya orang yang lagi sakit. Berantakan yang wajar.
Setelan baju tidur panjang dan rambut yang dicepol asal. But she's still as gorgeous as usual. Dan lebih menariknya, dia gak tau kalo dia beneran gorgeous.
Dengan sweaternya yang hampir menutupi telapak tangannya, jeans yang juga panjang dan rambut yang juga dicepol asal. Dan sepatu converse nya, tentu, ia selalu menarik.
Sudah menjadi suatu kebiasaan melihat Fenny memakai converse disegala tempat. Which is selalu berbeda-beda warna dan sesuai dengan warna bajunya.
Setelah mengeluarkan uang kami masing-masing dan menyatukannya, Luna dan Fenny bertugas mengantre di loket tiket. Sedangkan gue dan Alex mengantre di tempat popcorn.
"popcornnya dua aja ya." ucap Alex pada mbak-mbak yang memgangguk ramah.
"kok cuma dua?" ucap gue bertanya. Bingung sendiri kenapa anak ini cuma beli dua kotak padahal udah jelas banget ada empat mulut yang mau nonton.
Diluar perkiraan, Alex nyengir sambil garuk-garuk belakang kepalanya, yang gue yakin sama sekali gak gatel. "pernah denger kalimat 'everything in Indonesia is fucking modus'? Nah, itu dia yang kita gunain hari ini."
Gue mengerjap bingung. Pertama, gue baru denger kalimat barusan yang disebut Alex walaupun sebenernya setuju, bcs its true. Kedua, modus apaan? Maksudnya, gue tau jenis modus ini adalah modus kecil biar makannya satu berdua. Tapi yang jadi pertanyaan, gue mau modusin siapa?
Gue emang tau Alex suka sama Luna. Keliatan dari cara Alex natap Luna dan memperlakukan Luna berbeda dengan ia menatap dan memperlakukan Fenny sebagai sahabat yang benar-benar sahabatnya.
Tapi gue? gue mau modusin siapa dan apa- wait.
Jangan bilang...
"gausah kebanyakan mikir. Fenny cakep, baik pula. Gue rasa lo juga baik. Gue setuju kok kalo lo sama Fenny jadi." ucap Alex sambil menggenggam dua box popcorn ukuran agak besar. Gue emang ngelamun banget ya sampe ga sadar acara beli popcorn nya udah selesai?
Gue masih mikir pas tau-tau ternyata kita udah sampe di tempat dimana kita janjian sebelumnya untuk ketemu setelah jalanin tugas masing-masing.
Luna dan Fenny udah pasang muka excited seakan-akan Theo James yang bakal ditontonnya nanti bakal keluar dari layar sana dan menghampiri mereka.
Namun wajah mereka sedikit sedih begitu melihat kita.
"too bad, kita pisah kursi." ucap Luna saat gue dan Alex baru saja sampai didepan mereka.
Alex lah yang paling melas. "kok bisa? kan udah gue bilang-"
"cari bangku yang masih ada empat." ucapku melengkapinya dengan datar.
Luna mengangguk. "tapi lo kan tau sendiri lex, gue paling gabisa nonton dengan tenang kalo gak dipaling atas. Nah yang diatas cuma sisa dua."
Alex berdecak. "Ish, tapi kan sekali-kali gapapa Luna."
Luna udah mulai keliatan bete gara-gara kekeraskepalaan Alex. "Gak bisa gi-"
"Err... Gue didepan kalian deh. Lo sama Luna dibelakang." ucap Fenny yang sepertinya sudah terbiasa dengan pertengkaran kecil mereka.
"Yah tapi kan Fen...."
"Udah gapapa Lun, lagian masa gak boleh sih Fenny duduk sama orang ganteng kayak gue?" kata gue berusaha mencairkan suasana.
"you okay, Lun?" ucap Alex yang sepertinya merasa tidak enak.
Luna melirik Fenny sekilas lalu dengan enggan mengangguk. "iyadeh."
"gak ikhlas banget sih" ucap Alex sambil mencubit pipi Luna. Luna meringis kesakitan namun tak urung tersenyum.
Sedang geli-gelinya melihat pertengkaran kecil Luna dan alex lagi tentang popcorn, tepukan seseorang membuat gue menoleh dan menemukan sesosok perempuan cantik berdiri sambil tersenyum lebar.
"Nick? Apa kabar?" ucap perempuan itu sambil menggenggam tangan gue erat.
Gue mengerjap setelah menyadari siapa perempuan satu ini.
"Fransisca?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Between You And Me
Teen FictionIni tentang aku dan kamu. Tentang sebuah spasi yang ada diantaranya. Tentang pertanyaan, Apakah sebuah spasi dapat menghalangi kita?