10

3.9K 169 11
                                    

Sekarang aku sudah duduk di kantin -lagi. Bedanya, jika tadi aku berada di kantin outdoor, sekarang aku berada di kantin indoor.

Aku sudah cerita kan gimana isinya kantin indoor itu?

Orang gitu semua. Iya, gitu.

Aku semakin merasa seperti anak kucing yang ditarik paksa oleh harimau ke kandangnya. Yang tak lain dan tak bukan adalah Alvero.

Jangan fikir aku gak berontak. Dari tadi aku udah mukul-mukul dan nahan badan aku sendiri dari si bagong Vero.

Tapi, hukum alam tentang kekuatan pria lebih besar dari wanita sayangnya masih berlaku sampai saat ini.

Sehingga disinilah aku sekarang. Seperti anak kucing yang duduk di kandang macan.

Aku serius. Mereka melihatku seolah-olah aku adalah manusia paling aneh di jagat raya.

Bukan. Bukan hanya karena derajatku yang hanya siswi-beasiswa-yang-gak-punya-kelas-sosial diantara mereka. Tapi ini juga menyangkut Alvero. Alvero yang menggandengku, ah, atau lebih tepatnya menyeretku ke sini.

Alvero alias siswa-yang-punya-kelas-sosial itu, kurasa, adalah penyebab utama mengapa perempuan-perempuan disini menatapku ganas.

"Jadi gimana?" Ucap Alvero serius.

Aku mengerutkan keningku bingung, "gimana apaan?"

Vero mengacak rambutnya frustasi, "udah cukup ya gue dibikin pusing Cerry. Jadi orang lemot banget sih!"

"Kok lo jadi bentak-bentak gue?!?!" Pekikku sewot. Yaiyalah sewot, orang bingung malah dibentak.

Tapi itu bukan hal yang baik jika mengingat aku sedang berada di antara orang-orang yang memiliki kelas sosial.

Vero memutar bola matanya kesal. "Gausah teriak juga kali. Cempreng tau ga."

"LO TUH-" belum selesai aku berbicara, tangan besar milik Vero sudah membekapku agar tidak berbicara.

Aku menggigitnya dengan cepat dan sekuat tenaga sehingga membuat Alvero berteriak-teriak kesakitan. Mampus.

Tapi mampus juga buat aku karena seisi kantin indoor pada ngeliat ke arah aku sama Vero sekarang.

Yang disudut sana, kumpulan perempuan-perempuan itu sedang melihat sinis kearahku yang membuatku meringis meminta maaf. Tak urung, mereka melanjutkan perbincangan mereka dengan menunjuk-nunjukkan jari-jarinya. Aku mengernyit. Itu-

oh, pamer cincin.

Aku meringis meminta maaf kepada mereka yang merasa terganggu dengan teriakan sinetron Vero. Untung mereka tidak mengulitiku hidup-hidup.

"Lo tuh toa banget sih." Ucapku setelah dirasa semua orang sudah tidak mempedulikan kami lagi.

"Elo juga sama perasaan."

"Gausah sok nyama-nyamain gue."

"Apasih. Lagian lo jorok amat gigit gue segala. Ntar gue rabies gimana?!"

"Whoa! Kampret." Aku mencubit lengannya pelan. "Lo mau apasih?"

Vero meringis sekilas. "Cerry. Gimana sama anak itu?"

"Ya gagimana gimana lah." Ucapku jengah. Lama-lama gerah juga mendengar anak satu ini menanyakan Cerry melulu.

"Ih lo niat bantuin ga sih?!"

"Bawel banget sih! Cukup ya gue di ganggu in terus sama lo selama liburan. This is my first day. Jangan ganggu kenapasi?!"

"Yaelah. Iyadeh gue janji gabakal gangguin lo lagi nanti di-" Vero berhenti sejenak. "Dimanapun."

Between You And MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang