29

2.7K 130 9
                                    

Fenny's pov

Dan disinilah kita berdua.

Kita...

"Jadi... apa kabar?" Gusti menanyakan hal yang sama lagi. Yang sudah dengan susah payah aku jawab dengan kata super bullshit yang pernah ada di dunia ini sewaktu pertama ia bertanya tadi. Dan dia mau aku jawab hal bullshit itu lagi? He's completely out of mind.

"Fen? Kamu baik-baik aja, kan?" kini tangan Gusti menyentuh tanganku yang berada di atas meja. Yang dengan refleks aku tepis begitu saja.

Dia kaget, of course. Karena sejujurnya aku juga. Tadi terlalu cepat untuk aku proses di dalam otakku. Yang aku tau, aku tidak senyaman dulu. Dia tidak senyaman dulu.

"Look, Fen. Aku minta maaf..."

Ha. Minta maaf, katanya? Untuk apa? Atau lebih tepatnya, untuk kesalahannya yang mana? Yang berbohong tentang perasaannya padaku, tentang status palsunya, tentang hubungan gelap nya sama cewe barunya, atau apa?

"Aku tau aku ada banyak banget salah sama kamu. Aku minta maaf sama kamu. Aku sama sekali ga ada maksud nyakitin kamu, Fen."

Gamaksud? ahahaahahhahhaahaah.

"Fen? Can't you at least talk to me?"

Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. "Jadi?"

"Cuma 'Jadi?'"

Ck. "terus kamu mau aku ngomong apa, Gusti? Jawab pertanyaan kamu tentang kabar aku saat kamu udah tau aku bener-bener so far from okay? Atau bilang another bullshit like 'yauda aku ngerti keadaan kamu, kok. aku gapapa. aku udah maafin kamu. aku seneng kamu kesini sama cewe baru kamu. ah iya selamat ya atas hubungan kalian! semoga langgeng' trus senyum kayak ga terjadi apa apa? I'm not that strong and stupid enough to do that, Gusti. Kamu jelas-jelas tau itu."

Gusti terlihat syok dengan jawabanku yang tiba-tiba dan sangat panjang kali lebar kali tinggi. Begitupun aku. Nafasku tersengal-sengal setelah mengatakan kalimatku tadi dengan hanya beberapa tarikan nafas. Tapi aku... ga nyesel.

"Fen, ini semua bukan mau aku. Ini soal perasaan. Dan perasaan aku yang berpaling ke Fransisca, itu sama sekali bukan kehendak aku. Itu karena Fransisca yang selalu ada.."

Aku melemparkan tawa singkat. Tawa sinis, marah, atau terluka, entahlah namanya apa. Gusti benar-benar keterlaluan. "'Fransisca yang selalu ada', huh? Dan, apa tadi? Berpaling? No. Kamu salah, Gus. Kamu ga berpaling. Karna sebenernya kamu emang gapernah kemana-mana. Kamu selalu suka dia dari awal. Kamu cuma pura-pura suka sama aku karena kamu gadapet apa yang kamu mau dari Fransisca. dan begitu Fransisca liat kamu, kamu buang aku. Simpel, kamu dapet apa yang kamu mau, sedangkan aku setengah mati berusaha ngelupain kamu."

"Fenny! Kamu ngomong apa sih?!"

"Kamu ga tau gimana rasanya kepercayaan yang udah ada sejak kecil tiba-tiba dihancurin.. this is so much painful, Gusti.. this is too much..."

Lagi, air mata kembali turun dari sudut mataku. Jatuh membasahi wajahku.

Gusti terdiam cukup lama, membiarkanku menangis seperti orang bodoh. Apa sekarang aku kalah?

"Kamu buat aku seolah-olah satu-satunya orang yang jahat disini padahal.. kamu juga."

Tangisku terhenti. Aku... juga?

"Kamu ga pernah peduli sama aku. Kamu selalu pengen diturutin, tapi kamu sendiri enggak. Siapapun akan jenuh, Fen. Even your fvcking best boyfriend from childhood till 17. Dan perasaan kamu... aku yakin itu juga ga lebih karena cuma aku yang deket sama kamu. Thats why." sorot matanya menunjukkan keseriusan yang nyata. Yang membuat goresan luka ku semakin menganga.

Between You And MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang