24 -- Sebuah Kisah

284 39 375
                                    


Sebagian orang mengatakan, cara anak laki-laki memandang ayahnya ialah sebagai sosok yang dinilai menjadi panutan serta pahlawan bagi keluarganya yang mencerminkan seorang laki-laki yang kuat. Sedangkan, cara anak perempuan memandang ayahnya, ialah dia bagaikan cinta pertama yang dipercaya tidak akan pernah menyakiti hatinya barang sedikit pun.

Yudha tahu. Lebih tepatnya mengakui, jika rentetan kalimat di atas sama sekali tidak ada satu pun yang mencerminkan bagaimana sikapnya dahulu.

Wajar saja, jika putra dan putrinya kini beralih membencinya. Tidak. Lebih tepatnya hanya Arkan yang sampai saat ini susah untuk dia temui. Sebelum Yudha datang ke SMA di mana anak itu bersekolah, sebelum pria itu kembali ke Jakarta, Yudha sudah lebih dulu menyelesaikan segala permasalahannya dengan Jelita saat putrinya itu masih menetap di bandung.

Awalnya Jelita memilih menghindar. Meskipun apa yang ia alami saat kecil tidak separah yang dialami adiknya, anak itu tetap saja terkejut. Bahkan, dia sempat berpikiran awal mula sikap ayahnya berubah tepat ketika Arkan dilahirkan ke dunia.

Jelita hampir membenci Arkan, untungnya Yulia dengan cepat memberi anak itu pengertian sehingga Jelita dipastikan tidak akan menyalahkan adiknya sendiri.

Sikap Yudha memang berubah sejak Arkan lahir. Tapi jelas bukan anak itu penyebabnya. Dia hanya korban dari segala permasalahan yang Yudha hadapi di masa lalu.

Dahulu Yudha dikenal sebagai pria dingin dan kaku. Banyak yang menyukainya, namun mereka susah mendekati. Hanya satu orang yang berhasil membuat hatinya luluh. Bahkan, Yudha langsung memberikan cintanya begitu dalam. Tanpa berhati-hati bahwa, bisa saja cinta yang ia punya malah membuatnya justru kian terluka.

Dan benar saja, setahun mereka menjalin hubungan, Yudha berhasil memergoki kekasihnya selingkuh dengan pria lain. Hubungan keduanya kandas saat itu juga. Demi membuang seluruh perasaannya, Yudha memilih menyibukkan diri pada pekerjaan yang ia jalani.

Hingga suatu ketika, ibunya memperkenalkannya pada seorang wanita yang merupakan anak dari sahabat karibnya. Mereka hanya diperkenalkan bukan dijodohkan. Berharap, mungkin ini bisa menjadi salah satu jalan bagi Yudha untuk dapat melupakan mantan kekasihnya.

Yudha dan Yulia akhirnya berteman. Yang Yudha tahu Yulia merupakan perempuan yang begitu pintar dan pekerja keras. Ibunya seringkali memujinya jika dia tipe menantu idaman. Yudha sebenarnya sependapat. Namun, bukan berarti ia telah menaruh hati pada perempuan itu.

Yulia pun sama, ibundanya juga merekomendasikan Yudha sebagai calon menantunya. Awalnya Yulia tidak terlalu menanggapi. Ia masih ingin fokus berkarir. Belum ada keinginan untuk menjalin suatu hubungan. Lagi pula, untuk saat ini ia hanya menganggap Yudha sebagai sahabat. Tidak lebih dari itu.

Seiring berjalannya waktu, Yulia belum juga mendapatkan pasangan yang sesuai dengan dirinya. Ditambah sang ibu yang selalu mengatakan sudah ingin menimang cucu. Anggota keluarganya yang lain pun juga sama, selalu menanyakan kapan ia akan menikah.

Ayahnya pernah mengatakan satu hal, dan Yulia telah sering mendengarnya beberapa kali. Katanya cinta bisa datang karena terbiasa. Jadi kenapa tidak mencoba memulainya pada seorang Yudha Mahawira?

Yulia sempat berpikir cukup lama sebelum akhirnya memilih mengiyakan. Kalau memang itu yang terbaik, kenapa tidak? Lagi pula, orangtuanya pasti tahu mana yang terbaik untuk putrinya.

Ya, meskipun awal mula mereka dikenalkan bukan untuk dijodohkan, tapi Yulia rasa, jika dilihat dari hasil akhirnya sepertinya pengertiannya sama saja.

Yudha dan Yulia akhirnya resmi menikah. Acaranya digelar dengan begitu meriah. Banyak pasangan di luar sana yang dijodohkan seperti keduanya, dan banyak juga yang pada akhirnya rumah tangganya berjalan dengan sangat bahagia. Yudha dan Yulia pun berharap akan bisa menjadi salah satunya. Dengan hadirnya Jelita, menambah kebahagian bagi keduanya. Yudha berperan sebagai sosok ayah yang begitu baik. Ia memberikan apa pun yang putri kecilnya mau, selalu menemaninya bermain, serta berlibur bersama-sama.

Dari luar mereka tampak sebagai keluarga yang sangat harmonis.

Tanpa banyak yang tahu, Yudha dan Yulia seringkali meributkan banyak hal. Keduanya sama-sama keras kepala serta memiliki ego yang begitu tinggi. Tidak biasa mengalah, hingga rasanya susah untuk mereka atasi.

Sejak awal, prinsip mereka memang sudah berbeda.

Sejak awal apa yang mereka lakukan hanya akan menimbulkan luka dikemudian hari.

Tapi mereka tetap berusaha mempertahankan. Mulai mencoba saling memahami satu sama lain. Tidak ingin mengecewakan banyak pihak. Kehadiran Arkan ke dunia tentu saja menambah kebahagian mereka. Sayang beribu sayang, masa lalu Yudha malah hadir kembali. Mengacaukan segalanya. Memporak-porandakan perasaan Yudha, yang laki-laki itu kira—ia telah mencintai Yulia.

Nyatanya, salah.

Yudha dan Yulia belum bisa saling mencintai.

Segala yang mereka perbuat akhirnya ikut berdampak pada anak-anak mereka. Arkan tidak pernah merasakan apa yang seharusnya ia dapatkan. Gara-gara pusing memikirkan banyak masalah, Yudha seringkali kelepasan membentak anak itu, saat dia memintanya menemani bermain. Jelita menjadi lebih pendiam setelah mengetahui sikap sang ayah berubah. Serta Arkan yang selalu tanpa sengaja mendapati kedua orangtuanya bertengkar. Jelita memilih tinggal bersama nenek di Bandung. Sedangkan Arkan, masih ingin menetap di rumah.

Semua permasalahan makin melebar dan makin sulit diatasi.

Pada akhirnya muncul suatu keputusan terakhir. Baginya ini adalah jalan terbaik bagi mereka semua.

Cerai.

Lalu setelah itu, Yudha akan pergi menjauh—menenangkan diri.

Arkan yang saat itu belum mengerti sepenuhnya, hanya bisa bersedih. Berkali-kali mencoba menghubungi sang ayah, namun tidak ada satu pun panggilan suara yang terjawab.

Berarti memang benar dugaannya selama ini, bahwa ayahnya tidak pernah menyayanginya.

"Mas?"

Yudha sedikit tersentak. Lantas menoleh ke ambang pintu, menemukan istrinya yang masuk ke dalam ruang kerjanya membawakan secangkir kopi.

Yudha tersenyum singkat. Sekian lama berhasil menenangkan diri, ia akhirnya dipertemukan dengan Dania—wanita yang kini telah menjadi istrinya.

"Kamu lagi sibuk banget ya?" tanya Dania, karena sedari tadi Yudha belum juga keluar dari ruang kerjanya.

Yudha menutup layar laptopnya, lalu menghela napas—terdengar putus asa. "Aku nggak tau harus gimana lagi supaya bisa memperbaiki hubunganku sama Arkan."

"Kenapa kamu nggak datengin langsung ke rumahnya?" tanya Dania.

"Di sekolah saja, dia terus menghindar. Bagaimana mungkin aku temuin dia ke rumahnya?" balas Yudha. "Lagi pula, Yulia nggak bakal mengizinkan aku."

Sudah dibilang bukan, Yulia itu keras kepala. Selalu saja mengatakan jika belum saatnya Yudha menemui anaknya sendiri. Wajar saja jika sebelumnya, Yudha nekat mengambil tindakan dengan menjadi kepala sekolah di SMA tempat anak itu bersekolah. Kebetulan sekali pemilik yayasan di sana merupakan salah satu temannya serta Pak Darma yang katanya tahun ini akan pensiun.

Meskipun keadaan masih sama saja, setidaknya Yudha merasa sedikit lebih bahagia walau hanya melihat anak itu dari kejauhan. Sampai tiba pada masanya, putranya mau kembali menerimanya.

Entahlah, bahkan Yudha sendiri pun tidak yakin jika Arkan mau menerimanya kembali.

Kesalahannya terlampau banyak.

[][][][]

Dah, segini aja. Arkan sama Jia lagi diumpetin dulu. Part ini khusus untuk Pak Yudha.

Pendek ya? Emang

09 Januari 2021

Hey Jia!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang