21 -- Seandainya Jika

305 42 538
                                    


"Woi, lo mau ikut main kagak?" tanya Dean menghampiri Arkan yang duduk di pinggir lapangan seorang diri. Pemuda itu asik berkutat dengan ponselnya.

Tidak ada sahutan, Dean melengos pelan. Ia kembali menuju tengah lapangan. Meninggalkan Arkan dengan segala urusannya. Walau dalam hati sempat mencibir. Sok sibut amat, kayak ada yang ngechat aja.

Para anak cowok kelas XI IPS 1 membentuk tim, lalu memulai permainan basket. Sedangkan para cewek langsung meluncur ke kantin. Malas jika harus menunggu sampai bel berbunyi. Tadi pelajaran olahraga selesai lebih cepat, karena guru yang mengajar sedang ada urusan. Jadi, karena masih ingin melanjutkan permainan, para kaum adam memilih menghabiskan waktu setidaknya sampai jam istirahat tiba.

Hanya Arkan saja satu-satunya cowok yang tidak ikut bermain. Pemuda itu sibuk melihat akun instragam milik Jia. Dia sebenarnya sudah lama mengikuti akun ini, hanya saja gadis itu tidak berniat mengikuti balik. Tapi tidak  apa-apa, jauh lebih penting jika Jia berbalik menyukai.

Meskipun Arkan tidak tahu kapan waktunya.

"Katanya pacaran, kok nggak saling follow ya?" Arkan memandang ponselnya heran. Nama akun Arga tidak ada di daftar following Jia, begitu pula sebaliknya.

Aneh.

Namun, setelah berpikir cukup lama, sepertinya wajar-wajar saja. Jia tipe orang yang tidak begitu aktif bermain sosial media. Gadis itu sudah pasti lebih memilih bermain games. Sedangkan Arga, dia kan, mantan Ketua OSIS. Sudah kelas dua belas, tandanya dia pasti sibuk les sana-sini untuk mempersiapkan ujian yang akan datang.

Tapi, cuma follow doang kan, tidak sampai lima menit.

Terus, tingkah mereka jika dilihat-lihat tidak seperti orang pacaran. Malah lebih terasa hanya sebatas teman biasa saja. Berarti pacar rasa teman, gitu?

Arkan berdecak. Pemuda itu mematikan ponselnya. Kemarin setelah membantu Bu Ratna, ia tidak jadi menuju kelas Jia karena bel istirahat sudah berakhir. Sampai saat ini, pemuda itu pun, belum mengirimi Jia pesan Wa atau pun menghubungi gadis itu.

Arkan masih bingung, mau lanjut maju atau diam sampai menunggu mereka putus, lalu baru Arkan mengejar gadis itu lagi. Di lain sisi, ia semakin yakin jika Arga dan Jia sebenarnya tidak memiliki hubungan apa-apa. Tapi, kenapa mereka nggak klarifikasi? Kok, malah diam saja, seakan membenarkan kabar itu.

Jia juga, tidak mau menjawab saat Arkan menanyakan lewat chat beberapa hari lalu.

Terus sekarang Arkan mau nanya sama siapa?

Ini perasaannya berasa digantung.

"Heh, yok kantin." Ajakan Oka membuat Arkan mengalihkan segala pikirannya. Sebelum mengikuti langkah temannya, Arkan sempat melirik sekitar yang  mulai ramai. Sepertinya bel sudah berbunyi sedari tadi.

Beberapa meter dari tempat Arkan berdiri, pemuda itu melihat dua orang yang ia kenali tengah asik mengobrol.

Bukan, bukan Jia. Melainkan Ayu dan Arga. Arkan mengernyit. Mereka lagi ngomongin apaan? Ayu lagi mendekati Arga? Lah, kan, Ayu temannya Jia. Masa iya, dia nikung teman sendiri.

Jahat amat.

"Lu ngapa masih diem di sini?" Dean melirik Arkan bingung. "Noh, temen lu aja udah masuk kantin."

Arkan berdecak. Mendorong Dean pelan, bermaksud mengusir. "Sana lo duluan, gue ada urusan."

"Sok sibuk lo!" Dean mencibir sembari melangkah menjauh.

Arkan tidak mengacuhkan cibiran dari Dean. Rasa bingung dan penasarannya jadi semakin bertambah. Begitu Arga sudah hilang dari pandangan, Arkan langsung melangkah mendekati Ayu.

Hey Jia!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang