05 -- Salah Lagi

706 160 1.1K
                                    


"Ide lo kacau!" Di dalam kelas, Arkan marah-marah sendiri. Cowok itu memukul keras meja Veni meminta tanggung jawab.

Veni yang menjadi sasaran protesan Arkan berseru tidak terima. "Ya elo jangan salahin gue dong!"

"Terus gue harus nyalahin siapa? Pak Ujang tukang kebun?!" balas Arkan sewot.

"Salahin diri lo sendiri! Lagian lo aneh, pedekate kok pakek novel! Lo pikir kisah hidup lo bakal sama kayak novel itu?" Veni membalas kesal.

"Namanya juga usaha." Arkan menghela napas. Bibirnya mencebik sebal. "Terus gue harus gimana?"

"Pikir aja sendiri!" ketus Veni. "Kelakuan udah kayak playboy cap kadal, kayak ginian doang bego!"

Arkan berdecak keras, tak puas dengan jawaban yang diberikan Veni. Cewek itu bukannya membantu malah menghina. Dengan kesal Arkan menendang meja Veni asal. Lalu pergi begitu saja sebelum cewek itu mengamuk.

Ini semua gara-gara saran dari Oka. Karena sarannya yang menyesatkan itu, rencana pedekatenya menjadi gagal. Bukannya bisa bikin Jia luluh, malah makin ilfeel.

Sialan emang!

Arkan yakin mantan-mantan Oka sebelumnya luluh karena terkena ajian pelet.

Ah, coba saja kemarin Arkan mendengarkan ide dari Dean lebih dulu. Mungkin saja dia bisa memberi ide yang jauh lebih waras dari Oka.

"Apa lo liat-liat?!" Arkan emosi sendiri ketika berpapasan dengan para siswa dan siswi yang menatapnya aneh.

Sontak para siswa dan siswi itu langsung mengalihkan pandangan. Takut berurusan dengan singa mengamuk.

Arkan melotot. Lalu mencibir kecil.
Tapi garis wajahnya langsung berubah. Cowok itu melebarkan mata ketika melihat seorang gadis yang sangat ia kenali masuk ke dalam perpustakaan.

Arkan tersenyum semringah. Kekesalannya hilang begitu saja hanya karena melihat gadis itu. Arkan langsung ikut masuk ke dalam perpustakaan. Pura-pura memilih buku, lalu sesekali melirik.

Arkan tersenyum geli. Wajah Jia saat sedang memilih buku, atau pun membaca sungguh menggemaskan. Ah, jadi pengin cubit pipinya.

"Tuh kan, katanya suruh sering-sering ke perpustakaan buat baca buku. Tapi naroh buku malah tinggi-tinggi. Mau dibaca apa nggak sih?!" Jia mendumel sendiri. Gadis itu jadi kesal dengan amanah dari kepala sekolah saat upacara bendera senin lalu.

Kalau mau bukunya dibaca, ya jangan taruh tinggi-tinggi dong. Dikira semua orang itu tingginya sama kayak beliau?

"Tau ah males!" Jia sudah mau menyerah. Lalu berbalik kembali menuju kelas.

Namun pergerakan seseorang yang entah sejak kapan di belakangnya membuatnya diam tak berkutik. Cowok itu mengambilkan Jia buku. Lalu menyerahkannya, tak lupa dengan senyumnya yang lebar.

Jia diam saja. Wajahnya berubah datar. Arkan mengerutkan kening. "Lo kenapa?"

Jia mengembuskan napas. Atau bisa dibilang berusaha menahan kekesalannya. "Gue mau buku yang di sampingnya bukan yang itu, bego!"

Jia menghentakkan kaki kesal. Lalu pergi meninggalkan Arkan yang ternganga lebar.

"Loh, salah ya?"

[][][][]

Bel istirahat telah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Seluruh stan penjual telah dikerubungi oleh siswa dan siswi. Begitu pun dengan meja-meja kantin yang sudah lebih dulu dibooking.

"Jia, ini kita mau duduk di mana?" tanya Ima. Cewek itu menengok ke kanan dan ke kiri mencari celah jika ada meja kosong.

Jia mengangkat bahu. Lalu dengan santai meminum susu kemasan yang baru dibelinya. "Nggak tau," katanya kelewat santai.

Hey Jia!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang