10 -- Punya Saingan

524 93 1.1K
                                    

"Arga, kamu baru pulang?"

Pertanyaan itu masuk ke indra pendengarannya ketika Arga melangkah melewati ruang tamu. Bisa ia lihat papanya menatap penuh tanda tanya.

Arga berjalan mendekat, tidak jadi menuju kamar. "Iya Pa, habis nganterin temen."

"Siapa, cewek?" Papanya bertanya lagi. Kini disertai senyum jahil.

Mendengar itu, Arga mendengus geli. Ia tahu maksud dari papanya ini. "Iya, anaknya tante Kirana," jawab Arga. "Tadi Arga habis nolongin dia yang dihadang sama preman."

Sebelah alis Ranu terangkat. "Jia Indira?"

Arga justru tertawa. Pemuda itu kini duduk di samping papanya. "Memangnya siapa lagi? Nggak mungkin adiknya kan Pa?"

Ranu ikut tertawa mendengar penuturan dari putranya. "Iya juga, kalau adiknya sudah pasti Papa yang menjadi pahlawannya bukan kamu."

Tawa Arga semakin lebar. "Pede banget sih, Pa, kalau orang lain gimana?"

"Ya nggak papa, yang penting kan selamat," sahut Ranu. "Lagian nggak mungkin juga, anak itu hampir setiap hari papa yang mengantarnya pulang."

Arga mengangguk. "Iya juga."

Obrolan mereka berhenti sebentar. Ranu meraih secangkir kopi di atas meja lalu meneguknya hingga tidak tersisa.

"Ngomong-ngomong, Jia orangnya bagaimana?" tanya Ranu kemudian. Setelah cangkir kopi itu kembali ke tempatnya.

"Hah?" kedua alis Arga bertaut bingung. "Maksudnya?"

"Masa kamu nggak paham?" Ranu memberikan tatapan heran. Menurutnya pertanyaannya itu sudah sangat jelas. "Ya menurut kamu, Jia itu bagaimana?"

Arga diam tidak menjawab. Pemuda itu berpikir sebentar. Mengingat-ingat bagaimana sikap gadis itu saat mereka bertemu tadi.

"Anaknya rada bar-bar sama cuek." Seulas senyum Arga terbit. "Tapi cantik, senyumnya juga manis."

[][][][]


Ayu : P

Ayu : P

Ayu : Punten

Ayu : Permisi

Ayu : Assalamualaikum

Ayu : Astagfirullah, lo belum bangun?

Ayu : Mentang-mentang hari minggu jangan seenaknya lo

Ayu : Kayak gini kok mau jadi calon imamnya temen gue.

Ayu : WOIII

"Ck, suara apaan sih itu?"

Arkan menguap lebar. Pemuda itu mengusap wajahnya dengan kasar. Tangan kanannya meraba-raba ke arah nakas, mencari ponselnya yang terus saja berbunyi.

Arkan berdecak. "Mana sih ini hape?!"

Tangan Arkan terus meraba-raba, tapi ponselnya belum juga ketemu. Tapi nada notifikasi itu terus saja  berbunyi nyaring.

Benar-benar mengganggu!

Arkan membuang napas kasar. Akhirnya cowok itu bangkit dari posisi nyamannya. Memaksa matanya yang belum sepenuhnya terbuka untuk mencari dimana letak benda pipih itu.

Decakan kembali keluar. "Di sini doang, susah amat diambil!" cibirnya kesal.

Setelah ponsel itu berada di genggamannya, ia membuka aplikasi Wa memastikan siapa orang yang berani-beraninya mengganggu waktu tidurnya.

Hey Jia!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang