06 -- Berdua

594 139 1.1K
                                    


Arkan berjalan mengendap-ngendap. Melirik kanan dan kiri memastikan jika tidak ada satu pun guru yang melihat keberadaannya saat ini. Begitu aman dia langsung melesat dengan cepat.

Sudah bisa ditebak. Arkan datang terlambat ke sekolah.

Tidak usah kaget, karena ini sudah biasa bagi Arkan. Dan beruntungnya dia selalu lolos dari guru BK. Entah cowok itu punya ajian apa. Atau memang cowok itu selalu dilindungi hingga membuatnya jadi keenakan.

"Arkan, sedang apa kamu?"

Sepertinya tidak untuk kali ini. Arkan memejamkan mata sesaat. Apa iya dirinya ketahuan? Ah, masa sih? Dia kan sudah begitu handal dalam masalah ini.

Tapi sekarang?

Oke, ini tidak bisa dibiarkan. Dia harus bisa kabur. Apalagi yang memergokinya saat ini adalah Bu Kesuma. Guru yang terkenal sadis dalam memberi hukuman kepada siswanya.

Oh, tidak! Arkan tidak mau jadi ikan asin!

Maka dari itu...

"Arkan, mau ke mana kamu?!" Bu Kesuma memekik. "Jangan coba-coba buat kabur."

Arkan tak peduli. Dia harus cari tempat persembunyian. Jika perlu sekalian saja ia bolos. Toh, juga sudah terlanjur nyebur. Jadi ya, basah aja sekalian.

Bruk!

"Aduh."

Sayangnya, rencananya tidak berjalan semulus itu. Gara-gara tak fokus, Arkan malah menabrak seseorang hingga membuat orang itu jatuh terduduk di lantai.

Awalnya, Arkan mau membiarkannya saja. Tapi ketika tahu siapa yang dia tabrak, Arkan langsung melotot. "Loh, Jia kuu."

Tangan Arkan terulur membantu Jia. Namun bukannya menerima uluran tangan Arkan, Jia malah menghempaskan tangannya lalu bangun sendiri.

"Nggak usah pegang-pegang."

Arkan menghela napas. Masih saja galak, padahal lagi jatuh juga. Ah, Jia ini tidak bisa diajak romantis seperti adegan di sinetron yang sering ditonton oleh mamanya.

Ck, memang realita tak pernah sesuai dengan ekspetasi.

"Lo kalau jalan liat-liat!" ketus Jia. Wajah kalemnya yang menahan marah justru terlihat imut di mata Arkan.

"Hehe, sory." Arkan menyengir. "Lagian kan, gue lari bukan jalan. Berarti nggak papa dong?"

Jia mengernyit tak suka. "Susah emang, ngomong sama orang yang kecerdasannya di bawah rata-rata."

Arkan menaikkan alis. "Lah, gue kan emang pinter, lo nggak ingat waktu sd rangking gue di atas lo?"

"Halah, rangking segitu doang sombong, belum juga juara satu." Jia mencibir kesal. Kedua tangannya kini terlipat di depan dada. Cuma selisih satu saja sombongnya sudah kelewatan. Apalagi kalau masuk ke deretan juara kelas?

"Eits, gue itu juara satu lho," kata Arkan. Kedua alisnya naik turun. "Juara satu di hati lo." lanjutnya diselingi tawa karena ucapannya sendiri.

Jia mendelik kesal mendengar itu. Tangannya tergerak ingin memberikan hadiah manis pada Arkan, namun seruan seseorang membuat pergerakannya terhenti.

"KALIAN DIAM DI SITU, JANGAN COBA LARI LAGI."

Arkan melotot. Bukan, bukan Bu Kesuma. Karena guru itu terlalu pintar hingga menyuruh Pak Narto satpam sekolah untuk mengejarnya.

Mana Pak Narto nggak bisa disogok lagi!

Maka dari itu, tangan Arkan refleks menarik tangan Jia yang mau nggak mau Jia ikut kabur bersama Arkan.

Hey Jia!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang