12 -- Sebuah Kejutan

507 81 1.3K
                                        


Seharusnya selesai upacara bendera, seluruh siswa sudah masuk ke ruang kelas masing-masing.

Tapi kali ini berbeda. Para guru tiba-tiba saja menyuruh mereka semua untuk tetap bertahan di barisannya. Katanya ada informasi penting yang harus disampaikan.

Sorakan tidak terima disertai keluhan keluar dengan ramai. Namun itu tidak berlangsung lama. Karena Bu Kesuma langsung menanganinya dengan cepat.

"Emang ada apaan sih?" Dean bertanya bingung. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri meminta jawaban. Namun tidak ada satu pun yang merespon pertanyaannya.

Dean berdecak menyadari itu. Dia akhirnya menyenggol lengan Arkan yang berbaris di sampingnya. "Ada paan?"

"Pembagian sembako." Arkan menjawab asal.

"Hah masa?" Dean malah menanggapi dengan serius. Membuat Arkan tidak bisa untuk tidak mengumpat. "Kok tumben ya?"

Arkan memilih diam saja. Bisa-bisa pertanyaan tidak berguna semacam ini jadi merembet ke mana-mana. Lagian, Dean begonya kebangetan. Masa percaya begitu saja sama apa yang diucapkannya?

"Eh, kabur kuy," ajak Dean kembali menyenggol lengan Arkan.

"Sana, lo kabur aja sendiri." Arkan menolak. Untuk kali ini dia tidak mau berurusan dengan Bu Kesuma.

"Lah, tumben amat." Dean menampilkan raut bingung. Tumben sekali temannya ini tidak sepemikiran dengannya.

"Gue orangnya setia kawan," ujar Arkan. Wajahnya menunjuk barisan paling depan. "Tuh, lihat, si Oka panas-panasan."

"Itu mah, salahnya dia sendiri. Sok iye banget jadi ketua kelas." Dean mencibir.

Dalam hati Arkan membenarkan. Iya juga. Buat apa sih, manusia gesrek semacam Oka mengajukan diri sebagai ketua kelas? Apa motifnya coba?

Dan kenapa juga wali kelasnya mengiyakan begitu saja?

Tanpa sadar Arkan menggelengkan kepala. Memang, yang waras hanya dirinya saja di sini.

"Sebelumnya, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada para guru sekalian serta siswa dan siswi SMA Budaya. Banyak sekali momen berharga yang saya dapatkan selama menjadi kepala sekolah di sini," kata Pak Darma selaku kepala sekolah SMA Budaya.

Dean mengernyit mendengar perkataan Pak Darma di depan sana. "Set dah, kayak mau perpisahan aja."

"Jadi saya ingin memberitahukan sesuatu kepada kalian semua, bahwa hari ini adalah hari terakhir saya menjadi kepala sekolah di sini."

Keadaan menjadi sedikit ramai. Banyak siswa dan siswi yang berbisik-bisik begitu mendengar pengakuan dari sang kepala sekolah. Ini terdengar sangat mendadak. Apalagi sebelumnya tidak ada gosip mengenai Pak Darma yang akan berhenti.

Karena biasanya sebelum informasi penting disampaikan, pasti ada saja yang mengetahuinya lalu dengan cepat informasi itu tersebar luas.

"Anjirr, Mau berhenti beneran dia." Dean menjadi salah satu diantara sekian siswa yang paling heboh. "Lah, yang jadi kepsek baru terus sapa? masa gue?"

"Hancur ini sekolah kalau lo yang pimpin," ujar Arkan dengan pedasnya. Membuat Dean mendelik.

"Satu lagi, saya ingin memperkenalkan kepada kalian semua, kepala sekolah yang akan menggantikan saya mulai besok," ujar Pak Darma. Membuat suasana sekitar menjadi semakin ramai.

"Oh, itu, kepsek yang baru." Dean manggut-manggut. Sedetik kemudian, Mata cowok itu menyipit ketika menyadari sesuatu. "Eh, tapi kalau diliat-liat mukanya kok, mirip sama elo ya?"

Hey Jia!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang