14 -- Jag älskar dig

385 61 845
                                    


Motor besar milik seorang pemuda, berhenti tepat di depan pekarangan rumah seseorang. Pemuda itu turun dari motor lalu melepas helmnya.

"Arga, kamu apa kabar?"

Suara itu mengalihkan atensinya. Arga menoleh. Belum sempat mengetuk pintu, ia sudah lebih dulu disambut oleh sang pemilik rumah. Pemuda itu bahkan, masih berdiri di samping motor besarnya.

Arga tersenyum tipis, lalu mendekat. "Assalamualaikum Tante. Kabar Arga baik kok." Tangannya terulur mencium punggung tangan wanita di hadapannya. "Tante udah tau kalau saya mau ke sini?"

"Oh, iya. Waalaikumsalam Arga." Wanita itu menampilkan senyuman teduhnya. Membawa aura keceriaan---yang secara langsung menular dalam diri Arga. "Tante belum tau. Cuma kebetulan aja tadi tante emang niat mau ke warung. Eh, malah ngelihat kamu."

"Kamu ke sini pasti mau ngambil pesanan kue kan?" Wanita itu menebak.  

"Tante tau aja."

"Yaudah, ayo masuk dulu." Wanita itu menyampirkan bahunya, mempersilahkan Arga untuk masuk.

"Nggak usah Tante." Arga menolak dengan sopan. "Saya tunggu di sini aja."

"Beneran?" tanya wanita itu lagi.

"Iya tante. Arga di sini aja."

"Kalau begitu kamu tunggu sebentar ya?"

Arga memberikan anggukan sopan sebagai jawaban. Tidak sampai lima menit, wanita itu kembali menghampirinya kini dengan seorang gadis kecil yang mengikutinya dari belakang.

"Kak Arga, aku kangen." Gadis kecil---yang sekiranya baru menduduki bangku sekolah menengah pertama---berujar dengan ekspresi menggemaskan.

Arga menarik kedua sudut bibirnya. Tangannya terangkat mengacak-ngacak surai hitam gadis kecil itu. "Kak Arga juga kangen sama kamu."

"Kak Arga ke mana aja? Kok jadi jarang mampir?"

"Kak Arga kan, sibuk sekolah, sayang." Kirana---nama wanita itu----membalas pertanyaan anaknya.

Gadis itu cemberut. "Aku kan, juga sekolah. Tapi masih bisa main tuh."

"Beda Nia, Kak Arga kan udah kelas dua belas. Dia harus belajar lebih giat biar nilai ujiannya bagus." Kirana memberikan pengertian pada anaknya.

Ekspresi Nia masih sama. Arga merendahkan tubuhnya, menyamakan tingginya dengan gadis kecil itu. "Nia jangan cemberut, nanti kalau Kak Arga udah nggak sibuk, pasti Kak Arga ajak jalan-jalan."

"Beneran?" Matanya berbinar penuh harap.

"Iya Nia." Arga kembali mengacak-ngacak surai gadis itu dengan gemas. Sebelum kembali menegakkan tubuhnya.

"Seneng kan, sekarang?" Kirana menatap putrinya yang kini sudah tersenyum lebar.

Nia mengangguk riang sebagai jawaban.

Setelah percakapan antara Nia dan Arga berakhir, Kirana memberikan plastik yang berisi kue pesanan dari ayah Arga. "Arga, ini kuenya."

"Oh iya, Tante, makasih." Plastik itu kini telah berpindah tempat ke tangan Arga. "Ngomong-ngomong, anak tante yang satu lagi ke mana?"

"Maksud kamu Jia?" Kirana memastikan. Karena jarang sekali remaja di hadapannya ini bertanya mengenai putri sulungnya. "Dia ada di kamarnya. Biasa, itu anak kerjaannya di dalam kamar terus," ujar Kirana. "Kamu mau ketemu sama dia?"

"Enggak Tante, cuma mau nanya aja." Arga membalas dengan cepat.

"Nitip salam?" Kirana menatap Arga dengan jahil.

Hey Jia!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang