11 -- Tidak Pernah Dekat

523 89 970
                                        


"ARKAN BUKAIN PINTUNYA."

Suara teriakan nyaring disertai gedoran pintu yang terus menerus itu, tentu saja membuat sang pemilik kamar kesal bukan main. Bayangkan, dia baru saja dapat berita buruk. Kenapa harus ditambah sama masalah lain sih?!

Arkan yang tadinya sudah pusing menjadi makin pusing karena hal ini.

Sumpah, kakaknya ini kalau mau ngajak ribut nggak tahu waktu. Selalu saja disaat Arkan sedang masa galau-galaunya.

Kenapa sih? Hobi banget gangguin adiknya!

"ARKAN KELUAR NGGAK LO?!"

Kakaknya belum juga menyerah. Lama-lama Arkan menjadi risi dibuatnya. Akhirnya mau tidak mau cowok itu bangkit dari kasur, lalu dengan malas melangkah membukakan pintu.

"Apa?!" Arkan menatap kesal wajah sang kakak.

"Lo ngapain aja sih di dalem?! bukain pintu doang lama banget!" Jelita— kakak Arkan juga menunjukkan raut kesalnya.

"Ya suka-suka gue lah, kamar juga kamar gue!" balas Arkan sewot. Cowok itu hendak menutup pintu, namun Jelita dengan cepat menahan.

"Anterin gue!" pinta Jelita.

"Ogah!" tolak Arkan cepat.

"Gue nggak mau tau, pokoknya lo harus anterin gue!" paksa sang kakak membuat Arkan berdecak.

"Lo suruh pacar lo aja sana!" suruh Arkan. "Punya pacar itu sekali-kali dimanfaatin!"

Jelita mendorong keras bahu Arkan. Membuat cowok itu sedikit meringis. Salah apa sih, dia? Sampai punya kakak galak bin bar-bar begini!

"Tanpa lo suruh, gue juga udah lakuin itu kali." Jelita mencibir.

"Ya terus, lo ngapain masih nyuruh-nyuruh gue?!" Arkan masih sewot.

"Dia lagi ada urusan." Jelita menjelaskan. "Makanya gue nyuruh elo!"

"Urusan apaan hah?" Arkan mengangkat alis. "Selingkuh?"

"Maksud lo apa ngomong gitu?!" Wajah Jelita langsung memerah menahan marah. Namun Arkan belum menyadari itu. Pemuda itu bahkan, masih sempat-sempatnya menguap lalu memasang wajah tengil tak berdosa.

"Loh, emang kenapa?"

"LO JADI ADEK NGESELIN BANGET SIH."

Pada akhirnya Jelita tak bisa menahan amarahnya. Tangannya langsung menjambak keras rambut sang adik tanpa ampun.

"ANJIRRR SAKIT WOIII." Arkan yang tidak siap dengan pergerakan sang kakak, langsung meringis kesakitan.

"INGET JEL, GUE ADEK LO." Arkan menjerit. Wajahnya sudah memerah. Ia terus berusaha melepas tangan sang kakak dari rambutnya.

"GUE NGGAK PEDULI." Jelita terus menjambak rambut Arkan. Masa bodoh! Mau nantinya dia mengadu pada mama, yang penting saat ini emosinya tersalurkan.

Siapa suruh, membangunkan macan tidur!

"ASTAGFIRULLAH MAMA, ARKAN DISIKSA SAMA NENEK SIHIR!" teriak Arkan histeris.

"LO YANG CARI RIBUT SAMA GUE!" Jelita ikut memekik.

"GUE CUMA NANYA ANJIRRR." Arkan membela diri. Apa yang salah sih, nanya doang kok.

"YA ELO NANYANYA GA BENER!"

Aksi jambak-menjambak disertai teriakan itu terus dilakukan. Bi Sari yang sejak tadi sudah berada di tempat kejadian perkara tidak berani melerai. Menurut Bi Sari gaya berantem mereka begitu seram. Dia tidak mau menanggung risiko jika nantinya harus terkena jambakan dari anak majikannya itu.

Hey Jia!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang