Hari bahagia.

216 30 6
                                    

Hiii,

Makasih masih nungguin cerita ini yaa.

Happy reading💖

——-

Sahdan memijat pelipisnya, keadaan sang mama jauh dari perkiraannya. Ia pikir mamanya hanya sakit biasa, namun ternyata pembengkakan jantung sudah terjadi beberapa lama.

Selama ini, sang mama menutupi itu semua dari Sahdan dan papanya. Mamanya menanggung beban sakitnya sendiri, tanpa mau membagi itu dengan Sahdan dan suaminya.

"Ini salahku, terlalu sibuk dengan pekerjaan dan urusanku sendiri. Sampai-sampai aku ga tau kondisi mama begini" ucap Sahdan kepada sang papa, yang saat ini sedang duduk disebelahnya.

"Sekarang bukan waktunya saling menyalahkan, kita doakan supaya mama kuat dan" ucap papanya, yang tidak kalah terpukulnya atas kabar ini.

Beberapa menit yang lalu, dokter menjelaskan kondisi Renata kepada Sahdan dan papanya. Mamanya harus segera di operasi untuk memperbaiki katup jantungnya yang rusak, hingga pembengkakan tak terhindarkan. Sahdan tentu saja langsung menyetujui saran dari dokter, agar sang mama kembali sehat seperti sedia kala.

"Sahdan...paaa" Renata yang baru saja tersadar, memanggil putra dan suaminya.

Sahdan menoleh ke arah Renata, lalu cepat-cepat menghampirinya. "Iya ma, mama udah sadar? Mama mau minum?" Tanya Sahdan, yang senang melihat sang mama akhirnya sadar dari pingsannya.

Renata mengangguk. Sahdan dengan sigap mengambil air minum yang sudah tersedia di atas nakas, lalu ia berikan pada sang mama.

Setelah selesai, gelas diletakkan kembali ke atas nakas.

"Sahdan, Shabira ga kesini?" Tanya Renata pada putra tunggalnya.

"Shabira kerja mah" Jawab Sahdan. Namun berbarengan dengan jawaban Sahdan, terdengar suara ketukan dari arah pintu masuk ruang rawat Renata.

Shabira muncul, membuka pintu tersebut kemudian sedikit membungkuk "assalamualaikum" ucap Shabira yang menenteng bucket buah untuk Renata.

"Waalaikum salam, baru aja mama tanyain kamu ke Sahdan" jawab Renata. Meskipun kini seluruh badannya terasa lemas, namun kehadiran Shabira membuatnya merasa bahagia. Sehingga sakit yang dirasakannya seolah hilang begitu saja.

"Loh kamu ko kesini hun?" Tanya Sahdan sembari berjalan ke arah Shabira, dan mengambil bucket buah itu darinya.

"Aku khawatir sama mama" jawab Shabira, lalu menghampiri Renata. "Mama sudah lebih baik?" Tanyanya.

Renata tersenyum lalu mengangguk "iya, karena ada kamu"

Shabira menanggapi jawaban Renata dengan senyuman.

"Shabira, Sahdan" Renata memanggil putra dan calon menantunya. Membuat keduanya kini fokus menatap renata. "Acara lamaran kalian, bisa ga jadi maju ke minggu depan?" Tanya renata.

"Ada apa ma? Kenapa mama ingin dipercepat?" Tanya Sahdan heran.

"Mama ingin lihat kalian lamaran sebelum mema operasi" jawab Renata, yang kini menggenggam jemari Shabira dan Sahdan berbarengan.

"Loh mama sudah tau, kalau mama akan operasi?" Sahdan merasa kaget, karena Renata sudah mengetahui informasi yang dokter katakan, bahwa dirinya harus segera di operasi.

Renata mengangguk "mama sudah tau nak, dan memang operasinya sudah dijadwalkan, sekitar 9 hari lagi" jawabnya.

Sahdan kembali merasa kaget atas fakta yang baru saja diketahuinya ini. Ia mengangguk sesaat, kemudian menatap Renata dengan tatapan penuh luka dan kecewa. Bukan, bukan kecewa pada sang mama. Namun pada dirinya sendiri. "Kenapa mama ga bilang ke aku soal penyakit mama?" Tanyanya, begitu terdengar pilu.

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang