Tahun ke-8

197 26 1
                                    

Hi All,

Happy reading!😘  jangan lupa vote & comment ya🤗

————————————————————-

Adegan menangis disertai aksi Sahdan yang meminjamkan bahunya untuk menjadi sandaran, menarik perhatian beberapa pengunjung restoran. Mereka memandang dengan ekspresi yang berbeda-beda, ada yang memandangi mereka sembari tertawa geli, ada juga yang memandangi dengan wajah masam karena merasa tempat ini tidak cocok dijadikan lokasi adegan ala drama korea. Adapula beberapa wanita yang salah fokus pada ketampanan Sahdan.

Shabira yang sudah mulai merasa tenang akhirnya menjauhkan wajahnya dari bahu Sahdan.
"Maaf"
Refleks Shabira meminta maaf karena sudah membasahi kemeja lelaki didepannya.
"Gapapa"
Sahdan tersenyum sangat manis, yang membuat beberapa wanita terus menerus mencuri pandang kepada lelaki yang baru saja meminjamkan bahu untuk Shabira.
"Tapi, kamu kenapa malah nangis?"
Tanya Sahdan hati-hati, karena takut menyinggung Shabira.
"Gapapa, terharu aja ada laki-laki yang seserius itu mau ngelamar aku. Padahal tau aku udah punya pacaar"
Jawab Shabira sembari tertawa kecil si ujung kalimat.
"Lalu jawabannya?"
Todong Sahdan, tidak ingin melewatkan kesempatan.
"Emm, aku belum bisa menjanjikan apapun. Tapi, akan aku pertimbangkan"
Jawab Shabira ragu-ragu, ia menjawab sembari memainkan kukunya. Yang menandakan bahwa ia gugup. Sahdan yang mendengar itu tersenyum, meskipun Shabira belum menjawabnya, namun setidaknya ia masih mau mempertimbangkan keseriusan yang ditawarkan oleh Sahdan.
"Makasih ya Shabira. Sudah mau mempertimbangkan apa yang aku tawarkan. Aku sebenarnya merasa sedikit lancang, terang-terangan menawarkan sebuah komitmen, padahal aku tau hati kamu sudah milik Razeka. Aku cuma mau berusaha"
Sahdan berbicara, dengan tatapan intens ke arah Shabira. Kedua tangannya menggenggam tangan Shabira erat. Namun Shabira berusaha mengalihkan pandangan dari lelaki didepannya dan menarik perlahan kedua tangannya dari genggaman.
"Em, iya. Tapi, kita kan baru kenal. Memang kamu yakin aku perempuan yang tepat untuk kamu?"
Sejak awal Sahdan menawarkan keseriusan, sebetulnya ia sudah sangat penasaran. Mengapa Sahdan sangat cepat merasa yakin bahwa Shabira adalah wanita yang tepat untuknya.
"Sebetulnya, ga secepet itu Sha. Ada yang kamu belum sadari"
Jawab Sahdan yang membuat Shabira kebingungan.
"Maksudnya ada yang belum aku sadari gimana?"
Shabira bertanya balik, karena ia kebingungan
dengan apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya tersebut.
"Suatu saat aku pasti akan ceritain. Tapi sepertinya ga sekarang Sha"
Sahdan menjawab dengan senyum mengembang dibibirnya, sementara Shabira masih merasa kebingungan atas jawaban Sahdan. Namun ketika Shabira ingin bertanya lebih lanjut, handphone yang berada di dalam tasnya berdering. Shabira segera mencari handphonenya, ketika layar handphone sudah terlihat Shabira seketika panik. Razeka meneleponnya tiba-tiba, sementara saat ini ia sedang bersama Sahdan. Sembari berusaha untuk tetap tenang, Shabira menerima panggilan masuk tersebut.
"Hallo, Assalamualaikum bi"
Sapa Shabira.
"Halo bi, waalaikumsalam. Kamu sudah dirumah?
Tanya Razeka dari sebrang sana.
"Em, ngga bi. Aku lagi makan malam"
Jawab Shabira sedikit gugup,
"Oh kamu makan di luar, tumben?"
"Iya bii, mama sama mba zara dan mas zafran makan di resto favorit mereka soalnya. Jadi ga ada lauk juga dirumah buat makan"
"Oh yaudah, aku malem ini lembur. Kamu hati-hati pulangnya ya bi. Love you"
Ucap Razeka dari sebrang telepon.
"Kamu semangat ya bi, love u too"
Jawab Shabira sembari melirik ke arah Sahdan yang saat ini sedang sibuk dengan handphonenya. Padahal, sebenarnya Sahdan hanya pura-pura sibuk dengan handphone tersebut. Namun telinganya mendengar apa yang dibicarakan sepasang kekasih itu, meskipun mereka mengobrol melalui sambungan telepon.

Setelah sambungan teleponnya terputus, Shabira kembali mengalihkan fokusnya ke Sahdan dan berpamitan.
"Kayaknya aku harus cepet pulang"
Shabira memasukkan kunci mobil, handphone dan juga power bank yang ada di meja ke dalam tasnya.
"Oh, yaudah bareng aja ke tempat parkir"
Sahdan berdiri mendahului Shabira, namun tetap mempersilakan Shabira untuk berjalan lebih dulu.

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang