Sebuah Jawaban

182 27 10
                                    

Hi semuaaaa,

lagi  begadang nih.

Ini emang singkat tapii semoga bisa bikin mood kalian naik ya.

Happy reading😘

****

Sejak hari pertunangan Leka dan Kai, Sahdan terus berusaha menghibur Shabira. Namun usahanya nampak belum membuahkan hasil. Selain Shabira yang terkadang masih tidak fokus terhadap pekerjaannya, ia pun semakin cuek pada Sahdan. Entah ini hanya perasaan Sahdan saja, atau memang begitu kenyataannya.

Sejak awal Sahdan tau, usaha untuk mendapatkan hati Shabira memang akan sesulit ini. Tidak akan berjalan mulus seperti yang diharapkan. Meski terkadang Sahdan berpikir akan menyerah, namun ia tau Shabira pantas untuk bahagia, dan itu adalah dengannya.

Pagi ini Sahdan sudah berada di teras rumah Shabira, menunggu wanita yang disukainya keluar untuk lari pagi bersama. Beberapa menit menunggu, akhirnya Shabira keluar dengan mengenakan kaos berwarna merah jambu, celana legging abu-abu dengan rambut yang digerai bebas.

"Sudah siap?" tanya Sahdan dengan senyuman khasnya yang hangat.

Shabira mengangguk diiringi senyuman yang mampu membuat Sahdan semakin bersemangat.

"Kamu udah mandi belum?" tanya Sahdan membuka obrolan, ketika keduanya mulai berlari.

"belum" Shabira menjawab dengan memberikan senyum cengegesannya, malu mengakui kebiasaannya yang tidak mandi pagi ketika akan berolahraga.

"oh pantes bau"

"enak aja, aku ga pernah bau"

"emang kalau kamu kentut ga bau?"

"ih itu kan beda lagi" jawab Shabira sembari mencubit lengan Sahdan.

Keduanya tertawa, dan melanjutkan olahraga pagi itu. Sahdan senang melihat Shabira tertawa lepas disampingnya. Ia berharap tawa ini takan hanya berhenti disini, namun terus terulang hingga keduanya menua bersama.

****

Pagi-pagi sekali, Kai sudah berada di komplek rumah Shabira. Bukan, bukan karena Kai ingin menemui Shabira. Kai masih punya muka, untuk tidak menemui orang yang sudah ia berikan banyak luka.

Kai saat ini sedang menikmati bubur favoritnya. Bubur ini memang menjadi bubur favorit Kai sejak Shabira pindah ke komplek ini, jika Kai menjemput Shabira ia tak pernah lupa untuk menikmati sarapan disini.

Setelah selesai menikmati Sarapan, Kai segera membayar makanannya. Ia berjalan ke arah mobilnya untuk segera pulang.

"Kai" suara lembut yang sangat tidak asing terdengar. Kai menoleh ke sumber suara yang ternyata benar adalah Leka.

"Kamu ngapain disini?" Tanya Kai dengan nada tidak sukanya.

Leka tidak menjawab pertanyaan Kai namun memeluk Kai kuat-kuat, hingga sulit dilepaskan oleh Kai meski ia sudah mencobanya.

Shabira dan Sahdan yang hanya lari keliling komplek, kini berakhir sarapan di tukang bubur yang sama dengan Kai.  Tanpa sengaja Shabira menyaksikan mantan kekasihnya itu sedang berpelukan. Shabira menatap nanar pemandangan yang begitu menyakitinya. Tatapan sendu itu, dilihat oleh Sahdan yang berada disebelahnya.

Sahdan mencoba menguatkan Shabira dengan menggenggam sebelah lengannya yang kini berada di atas meja.

"Sha" panggil Sahdan berusaha mengalihkan fokus wanita disebelahnya. Shabira bergeming, tidak menjawab panggilannya dan masih terus menatap dua sejoli yang memang terlihat sedang dimabuk asmara.

"Shaa" Sahdan mengulang panggilannya, dan kini ia menangkup wajah Shabira agar menatapnya "Kita nikah yuk" Ucap Sahdan tiba-tiba.

Ajakan Sahdan untuk menikah membuat Shabira membelalakan matanya. Bukan hanya Shabira, bahkan beberapa orang yang berada di tempat itu juga menoleh ke arah Sahdan. Bagaimana tidak, bisa-bisanya ia melamar seorang wanita di tukang bubur?

Sadar dirinya menjadi pusat perhatian, Sahdan melepaskan tangkupannya pada Shabira, kemudian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sahdan berpura-pura tidak terjadi apa-apa, kemudian berdiri dari duduknya untuk memesan dua mangkuk bubur.

Shabira hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, tak mengerti maksud lelaki yang kini sedang memesan bubur ayam tanpa kacang, dan juga meminta tambahan daun bawang.

Shabira mengalihkan matanya ke arah yang sebelumnya adalah pemandangan menyakitkan, namun Kai dan Leka yang sudah tak ada disana.

"Kamu nyari siapa sih Sha?" Tanya Sahdan mengagetkan.

"Ngga" Shabira menggelengkan kepalanya.

Sahdan duduk, kemudian mengambil 2 sendok makan dan juga tisu "aku ga mau liat kamu sedih, jangan liatin yang bikin hati kamu sakit" ucapnya sembari mengelap sendok yang akan digunakan keduanya.

Shabira tersenyum sembari mengangguk-ngangguk mengerti. Meski Sahdan tidak menatapnya sama sekali ketika mengucapkan kalimat penuh perhatian itu, namun Shabira tau lelaki disampingnya memang selalu perhatian. Jika dipikir-pikir, lelaki disebelahnya memang selalu perhatian dan juga pengertian. Andai saja Kai yang seperhatian ini, pasti Shabira sangat bahagia.

**

Acara lari pagi bersama dan juga Sarapan telah selesai. Saat ini keduanya sedang berjalan pulang ke rumah Shabira.

"Sha" panggil Sahdan, yang kemudian menggandeng lengan Shabira.

Shabira melirik lengannya, yang tiba-tiba digenggam oleh Sahdan kemudian menatap wajah lelaki itu penuh tanya.

"Kita nikah aja yu" Ucap Sahdan lagi, ia mengulang ajakannya saat di kedai bubur tadi.

Shabira berhenti berjalan, menatap Sahdan lekat-lekat dan tak percaya "ini kamu serius?" tanyanya.

Sahdan mengangguk tanpa ragu "Aku serius, aku udah utarain ini berkali-kali kan Sha? kali ini aku lebih serius daripada sebelumnya" jawab Sahdan.

Shabira diam sejenak, memikirkan jawaban apa yang bisa diberikannya. Ia memang menyukai Sahdan, namun belum sampai ke tahap sayang, apalagi cinta. Ia hanya sebatas menyukai, karena Sahdan sosok lelaki baik, tampan dan mapan. Ditambah, perlakukannya pada Shabira begitu istimewa. Membuat shabira perlahan luluh dengan semua yang telah diperbuatnya.

"oke" satu kata yang akhirnya keluar dari mulut Shabira seperti sihir bagi Sahdan. Mampu membuatnya terdiam mematung tak percaya. Jantungnya kini seperti sudah tidak pada tempatnya. Berdetak begitu kencang, hingga rasanya ia ingin berteriak kegirangan.

"Ka..mu serius?" Tanya Sahdan terbata-bata.

Shabira mengangguk, sejujurnya ia ragu apakah ini keputusan yang tepat. Namun dengan segala perlakuan Sahdan yang selama ini dirasakan, Shabira yakin bahwa Sahdan adalah lelaki yang tepat untuknya. Soal cinta, biarkan ia datang karena terbiasa.

Sahdan memeluk Shabira saat 1 kata itu terdengar jelas. Sungguh ia tak percaya Shabira menerima lamarannya. Sesuatu yang tak pernah ia bayangkan, memiliki Shabira seutuhnya.

Shabira menepuk-nepuk bahu Sahdan "Sahdan aku pengapppp" ucapnya karena dipeluk terlalu kencang.

Sahdan segera melepas pelukannya, lalu mencium kening Shabira seraya berkata "makasih hun"

Bukannya menjawab, Shabira malah menyubit pinggang lelaki didepannya "main peluk-peluk sama cium-cium ya. Orang belum sah juga" ucap Shabira sembari memberikan lirikan tajamnya, kemudian berjalan cepat meninggalkan Sahdan.

"Yah yah yah ngambek, ya maap kan kesenengan- hun tungguin dong" Sahdan menjawab dengan nada manja yang dibuat-buat, membuat Shabira mengendikkan bahunya dan berjalan makin cepat meninggalman Sahdan yang masih tidak beranjak.

Tbc

-----

Yeayyy akhirnya Shabira kasih keputusan juga yaaa.

Gimana gimana? Masih ada harapan ga ya buat Razeka?

Aku sih ..

Jangan lupa vote & comment ya:*

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang