Stay With Me

2K 233 37
                                    

Netranya berpendar memandang jauh ke langit; menatap satu persatu bintang yang bersinar di atas sana. Mengabaikan punggung mereka yang dingin karena merebahkan diri di atap markas. Levi tiba-tiba mengajaknya untuk keluar ruangannya. Levi bilang ia ingin menikmati langit malam lagi. Mikasa menatap salah satu bintang yang menurutnya paling bersinar. Ia tampak berbeda dengan bintang di sekitarnya, cahayanya lebih terang dibanding yang lain.

Jika suatu saat ia harus pergi, ia ingin menjadi hujan yang bisa menghapuskan luka; menjadi bintang yang bisa menerangi gelapnya malam. Namun, Levi hanya ingin Mikasa selalu ada di dekatnya. Tidak peduli dengan gelap atau gersangnya kehidupan. Ia hanya ingin Mikasa selalu ada di sisinya. Bagi Levi, Mikasa adalah obat dari segala luka, sekaligus penerang kehidupannya.

Mikasa memiringkan badannya menghadap Levi seraya mengamati paras kekasihnya yang begitu tampan nan sempurna. Mikasa tersenyum melihatnya. Levi yang merasa diperhatikan turut memiringkan badannya menghadap Mikasa. Keduanya sedikit terkejut saat menyadari jarak yang tercipta sangatlah dekat. Kedua obsidian kelam itu bertubrukan, seolah-olah terkunci pada pandangan satu sama lain.

Manik Mikasa itu sangat menawan. Selalu bisa mengunci tatapan Levi hanya untuknya. Walaupun warnanya kelam, tetapi saat Levi menatapnya selalu ada kehangatan yang diberikan oleh Mikasa. Binar mata yang dipancarkan dari sorot mata Mikasa juga selalu bisa membuatnya terpana. Ia ingin menjaga agar netra cantik itu tidak kehilangan binarnya.

“Cih, kau senang sekali memperhatikanku,” ucap Levi dengan pandangan mengejek. Tangannya bergerak untuk memegang rambut belakang Mikasa seraya mengelusnya dengan perlahan.

“Apa salah memandang wajah kekasih sendiri?”

Pertanyaan Mikasa cukup untuk membuat hatinya terisi oleh perasaan bahagia yang membuncah. Levi tersenyum menanggapi pertanyaan Mikasa. Wajahnya semakin ia dekatkan, mengikis jarak di antara mereka. Saat wajah mereka sudah begitu dekat Levi menghentikan pergerakannya.

“Mikasa, bolehkah?”

Mikasa mengangguk sambil memejamkan matanya. Levi berpindah untuk mengukung Mikasa di bawahnya. Ia kemudian merasakan bibir Levi menempel lembut pada bibirnya. Sepersekian detik Levi hanya menempelkannya sebelum kedua belah bibirnya mulai bergerak untuk melumat halus ranum Mikasa.

Mikasa itu rasanya manis, membuatnya merasa candu terhadap ranum merah milik gadisnya. Levi turut memejamkan matanya menikmati ciuman tersebut. Di bawah sinar bulan, lagi-lagi Levi jatuh begitu dalam pada seorang gadis Asia bernama Mikasa.

Mikasa tidak bisa menyembunyikan rona merah yang menghiasi kedua pipinya. Hatinya terasa begitu hangat dan bahagia. Ia turut membalas pergerakan Levi pada bibirnya. Tangannya bergerak untuk meremas kecil rambut Levi yang berada di atasnya. Mikasa membuka kedua netranya yang langsung bertubrukan dengan obsidian milik Levi. Sorot mata keduanya menunjukkan perasaan bahagia yang luar biasa.

Levi melepaskan ciumannya saat merasakan tangan Mikasa menepuk-nepuk pelan dadanya. Pandangan Levi jatuh tepat pada wajah Mikasa yang sedang terengah-engah dengan bibir yang merekah merah. Levi bersumpah Mikasa-nya ini sangat sempurna. Levi membuang mukanya saat merasakan wajahnya memanas.

Levi dengan cepat merubah posisinya menjadi duduk di sebelah Mikasa. Levi mengangkat pandangannya memperhatikan langit. Padahal, ia hanya mencoba menyembunyikan semburat merah pada wajahnya dan mengontrol detak jantungnya. Sangat tidak lucu bukan jika seorang pria malah memerah sesudah mencium kekasihnya? Ah, Levi dengan segala gengsinya.

“Kau berniat membuatku kehabisan nafas, eh!” Mikasa berbicara sambil menepuk pundak Levi.

“Cih, teruslah berbicara seperti itu padahal kau tadi menikmati.”

The Sound of The Rain [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang