Missing You; I Always Beside You

2.6K 256 106
                                    

Satu tahu telah berlalu. Bukan waktu yang sebentar, apalagi mengingat banyak sekali kejadian yang sangat membekas dalam ingatan. Levi terduduk di ruangannya sambil menyesap teh yang rasanya tidak seenak dahulu-tidak seenak buatan Mikasanya.

Mengingat tentang Mikasa mungkin kalian akan bertanya, bagaimana keadaan Levi sekarang?

Maka dengan lantang Levi akan menjawab ia tidak baik-baik saja. Ia sangat merindukan gadisnya. Ia sangat ingin bertemu dengan gadisnya, meskipun hanya sekali saja; atau sekalian, biarkan ia menyusul Mikasanya.

Levi mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Tangannya membuka laci pada meja kerjanya. Di sana tersimpan syal berwarna merah yang terlihat bersih. Menandakan bahwa ia rajin sekali merawat syal tersebut.

Kepergian Mikasa tidak meninggalkan apa pun selain kenangan dan syal tersebut.

Lantas ia mengambil syal tersebut, memandang syal milik Mikasa dengan pandangan sendu. Perlahan air mata membasahi kedua pipinya. Ia kembali menangis. Ia kembali mengingkari janjinya pada Mikasa untuk hidup dengan bahagia.

"M-mikasa... tidak bisakah kau kembali memelukku?"

Tanpa Levi ketahui, seorang gadis tengah memeluk Levi saat ini. Ia yang hadirnya tidak akan pernah diketahui oleh siapa pun. Sejatinya, Mikasa tidak pernah beranjak dari sisi Levi.

"Aku di sini, Levi. Aku sedang memelukmu."

Mikasa mengelus rambut Levi dengan perlahan. Nayanikanya menatap Levi begitu dalam. Tidak dapat dipungkiri bahwa ia pun merindukan Levi. Kehadirannya kali ini tidak lebih sebatas perwujudan dari janjinya pada Levi.

Janji bahwa ia akan selalu berada di sisi Levi.

Levi beranjak dari duduknya. Menggunakan jas hitamnya untuk mengunjungi gadisnya. Mikasa menatap nanar punggung tegap Levi. Ia sangat ingin mengulang kembali kenangan dulu.

"Heichou, kau mau pergi kemana, hm? Tidak terpikir untuk mencari wanita lain? Kau tahu... dengan wajah seperti itu, kau akan mudah membuat wanita jatuh hati.

"Walaupun aku akan cemburu, setidaknya aku akan tenang jika kau sudah menemukan kebahagiaan," ucap Mikasa sambil berjalan di sebelah Levi.

Jangankan menjawab, Levi pun tidak akan mungkin mendengar perkataannya tadi. Kakinya berhenti saat Levi mengunjungi toko bunga. Nayanikanya terus mengamati pergerakan Levi yang terlihat begitu serius saat memilih bunga.

"Ah, ia sudah menemukan penggantiku, ya."

Mikasa berdiri di samping Levi, membisikkan dan membantu Levi memilih bunga yang bagus. Tidak dapat dipungkiri bahwa hatinya sedikit tidak rela jika melihat Levi bersanding dengan wanita lain. Namun, ia harus tahu diri, 'kan? Ia tidak mungkin berada di posisi itu.

Penyesalan kerap kali terlintas dalam pikiran Mikasa. Mengingat perkataan Kuchel saat itu.

"Mikasa, tidak ada yang perlu disesali. Ini adalah pilihan terbaikmu, kau melakukan hal yang luar biasa, Mikasa," ucap Kuchel sambil menenangkan Mikasa yang menangis.

"Hal terbaik? Meninggalkan Levi tidak pernah menjadi hal yang terbaik."

"Mikasa, kau tahu? Saat itu, kau memiliki banyak pilihan dengan akhir yang berbeda. Kau berakhir dalam pilihan ini bukanlah suatu hal yang harus kau sesali. Setidaknya, kau pun masih bisa berada di sisi Levi."

Mikasa menatap bunga mawar putih di hadapannya. Bunga itu terlihat sangat indah, begitu pula dengan arti dari bunga tersebut.

"Bunga ini sangat cantik, Heichou. Kenapa tidak pilih yang ini saja?"

Seolah rungunya mendengar perkataan Mikasa; Levi mengambil bunga mawar putih tersebut. Mikasa dibuat tersenyum karenanya. Setidaknya, ia bisa ikut membantu Levi menata kembali hidupnya.

Levi berjalan ke arah pemakaman para prajurit yang gugur. Mikasa mengernyitkan dahinya. Ah, ternyata pria ini mengunjungi dirinya lagi. Mikasa kira, Levi akan mengunjungi wanita lain.

Levi bersimpuh di hadapan nisan yang terukir nama Mikasa di sana. Ia tersenyum getir seraya menaruh bunga mawar putih tersebut.

"Mikasa, aku kembali lagi. Apa kau bahagia di sana? Mikasa, ada banyak hal yang ingin ku ceritakan. Kau mau mendengarnya?" tanya Levi.

Mikasa ikut duduk bersimpuh di samping Levi, "Tentu. Aku akan selalu mendengarkanmu."

"Mikasa, maaf karena aku tidak bisa menepati keinginan terakhirmu. Tentang aku yang harus hidup dengan bahagia. Aku rasa aku tidak bisa menepati hal itu." Levi menghela nafas beratnya.

"Aku rasa aku tidak pernah bisa terbiasa tanpa kehadiranmu. Sebut saja aku ini lemah. Namun, semua memang begitu adanya."

"Maka dari itu aku tidak pernah beranjak dari sisimu, Heichou."

Levi mengangkat pandangannya saat air mata mulai menggenangi pelupuk matanya, "Bahkan aku masih saja menangisi kepergianmu.... di setiap waktuku... Mikasa."

Mikasa menatap prianya yang terlihat begitu rapuh saat ini. Tangannya perlahan menepuk halus punggung Levi. Berharap hal itu dapat menenangkan prianya. Sekali lagi, semua itu tetap saja sia-sia.

"Namun, Mikasa, aku tidak boleh terus seperti ini, 'kan? Maka dari itu, aku akan belajar melepasmu. Berjanjilah kita akan bertemu lagi suatu saat nanti. Berjanjilah kau sesekali akan mendatangiku dalam mimpi.

"Aku akan selalu mencintaimu, Mikasa."

Mikasa mengangguk sambil tersenyum, "Hm, aku pun akan selalu mencintaimu, Heichou. Jagalah dirimu baik-baik, aku akan tetap mengawasimu. Selamat tinggal, Heichou."

Beriringan dengan itu, Mikasa benar-benar pergi. Keberadaannya di sisi Levi hanya sampai pria itu rela melepaskannya. Hari ini, Levi sudah melepaskannya. Levi telah menerima takdirnya.

***

Hii, apa kabar kalian?
Ini adalah xtra chapter yang waktu itu aku tawarkan. Maaf angst lagi, hehe.

Ohiya, perihal aku bakal bikin book baru, aku berencana mau buat. Tapi, ntah kapan bakal aku publish-nya. Mengingat aku tahun ini akan cukup sibuk. Ditunggu aja ya!❤

Vote dan comment ya! Sampai jumpa di book aku selanjutnya!❤

The Sound of The Rain [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang