Layaknya bunga yang bermekaran di malam hari. Perasaan mereka pun sama. Levi telah memilih takdirnya—memilih untuk membiarkan Mikasa masuk ke dalam hidupnya lebih dalam. Sebenarnya, bukan takdir yang jahat. Bunga yang terinjak pun suatu saat akan mekar kembali. Di saat itu, langit berbaik hati menurunkan hujan. Tidak ada bunga yang mekar tanpa adanya hujan.
Itulah Mikasa bagi Levi. Mikasa adalah hujan di tengah tandusnya jalan kehidupan Levi. Memberi harapan untuk hidup dan melangkah ke depan. Perihal takdir, semuanya memang telah diatur. Namun, bukan berarti kita hanya berdiam diri mengikuti alur tanpa usaha, bukan? Jadi, izinkanlah Levi kali ini berusaha untuk selalu bersama Mikasa.
Mendengar pernyataan Levi, hati Mikasa menghangat. Detak jantungnya berpacu sangat cepat. Tidak menyangka akan mendapat pernyataan cinta dari Levi—yang disebut-sebut sulit untuk mengungkapkan perasaan. Lantas apa yang menyebabkan pria di hadapannya ini bisa segamblang itu menyatakan perasaannya?
"H-heichou?"
Mikasa masih tidak percaya. Bertanya pada dirinya sendiri apa mungkin halusinasinya senyata ini?
"Aku tidak akan melakukan pengulangan, Mikasa."
Mikasa terdiam sejenak, memandang wajah Levi yang sejuta kali lebih menawan malam ini. Apa harus ia terima? Bagaimana jika semuanya hanya berujung pada perpisahan? Sungguh, Mikasa sangat takut. Namun, perasaan cintanya kali ini lebih besar daripada rasa takutnya.
"A-aku.. juga mencintaimu, heichou," jawab Mikasa sambil tersenyum.
Levi membulatkan matanya mendengar jawaban Mikasa. Perasaan asing memenuhi hatinya—tidak, bukan asing, hanya saja ia sudah lama tidak merasakan kebahagiaan sehebat ini. Awalnya, ia tetap mempertahankan wajah datarnya.
"Kau terlihat tidak bahagia saat aku menerimamu. Tahu seperti ini, lebih baik aku tolak," ucap Mikasa dengan ketus.
"Cih, bocah. Aku sudah tahu pasti kau menerimaku," jawab Levi. Akhirnya, ia mengembangkan senyumnya. Senyumannya ternilai sangat tulus di mata Mikasa. Tangan Levi tergerak untuk menepuk-nepuk kepala Mikasa.
Mikasa yang mendapat perlakuan seperti itu dari Levi mengembangkan senyumnya. Berharap dalam hati agar bisa selalu dipersatukan dengan Levi. Mikasa menyandarkan kepalanya pada pundak Levi. Sepertinya, semesta ikut merasakan bahagia. Dilihat dari langit malam ini yang dihiasi banyak bintang. Dalam heningnya malam, Mikasa memanjatkan jutaan harapan.
"Mikasa," panggil Levi.
Mikasa hanya bergumam menanggapi Levi, menyiapkan telinganya untuk mendengar perkataan Levi selanjutnya. "Terima kasih," ucap Levi.
Levi sangat berterima kasih pada wanita yang ada di dekapannya saat ini. Mikasa mengajarkannya banyak hal. Mulai dari bagaimana itu bangkit dari masa lalu. Bagi Levi, Mikasa memang sengaja diciptakan untuknya. Datang di waktu yang tepat dan diperuntukkan untuk melengkapinya.
"Aku juga berterima kasih padamu, heichou."
Mikasa pun sama, ia banyak belajar dari Levi. Tidak ada lagi Mikasa yang gegabah dalam mengambil keputusan. Mikasa juga menjadi memiliki pandangan yang berbeda pada dunia ini. Dunia yang kejam, tetapi indah di waktu yang bersamaan. Pandangannya tentang dunia menjadi begitu nyata—kejam sekaligus indah—saat pertama kali ia jatuh cinta pada Levi.
Levi memandang langit, menepis segala kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi pada mereka. Satu hal yang pada awalnya membuat ia takut untuk mengungkapkan perasaannya adalah kehilangan. Ia hanya takut dengan menyatakan perasaan itu malah akan membuat Mikasa tidak tergapai olehnya. Namun, Mikasa seolah-olah memberinya kepercayaan dan kekuatan untuk melewati semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sound of The Rain [COMPLETED]
FanfictionAh, kebahagian? Bahkan rasanya aku tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk bahagia. Aku hanya berjalan mengikuti alur waktu membawaku. Satu hal yang aku tahu, aku sangat membenci hujan. Sampai suatu hari, ia datang dan membuatku menyukai saat langit...