35. Dia

8.4K 1K 427
                                    

Astagfirullah, astagfirullah, astagfirullah
Ayok sholawat sobat, kapan endingnya sih ni cerita kesel aing😭😭

1

2

3

Cekidot...

•••

Zaid duduk di meja makan rumah kedua orang tuanya, menatap seseorang yang sedang menyiapkannya makan.

"Jadi kapan lo nemuin gue sama Shira?" tanya Zaid kesal.

Ya, orang itu adalah Agam. Zaid sedikit heran tentang Agam yang ternyata tinggal di rumah Firhan dan Aisyah, ternyata oh ternyata itu semua karena kakeknya.

"Tugasku disini sudah selesai, kamu tolong ajarin satriwati. Semua materi serta bahan pembelajaran sudah aku rangkum di map ini, tolong di pelajari dengan baik. Saya permisi Zaid," ujarnya . Agam melangkah pergi menuju ke salah satu kamar di rumah ini. Lalu tak lama kemudian ia membawa sebuah koper besar.

"Lo gak tinggal disini lagi?" tanya Zaid heran.

"Mana mungkin, akan jauh dari kantor. Kamu lupa kalau perusahaan milikmu sudah menjadi milikku?" ucap Agam cuek. Zaid yang mendengar hal tersebut tersenyum miris.

"Jangain perusahaan gue, mobil gue juga jagain. Oh iya kalau klien bengek nanya gue ke mana bilang aja gue hijrah," ujar Zaid sedih. Meski menyebalkan tapi sepertinya ia akan merindukan klien bule serta klien thailandnya itu.

Agam mengangguk, " Ada lagi?" tanya Agam pelan. Zaid menggeleng, hingga ia teringat sesuatu kembali.

"Kapan lo akan mempertemukan gue dengan Shira?" tanya Zaid penuh harap. Ia sudah sangat merindukan bidadari serta malaikat kecilnya.

Agam berpikir sebentar, ia menatap Zaid. " Bukan wewenangku menemukan kalian, biar Allah saja yang mempertemukan kalian. Dengan begitu, kamu akan mulai menghargai waktu dan seseorang yang selalu menemanimu!" ujar Agam. Setelah mengatakan hal tersebut, Agam langsung saja pergi meninggalkan Zaid sendiri yang sekarang sedang tertawa miris.

Apa katanya? Bukan wewenangnya? Apa sebenarnya Agam juga tidak tau keberadaan Shira?

"Bodoh, seharusnya dari awal gue cari sendiri tanpa perlu merelakan semua harta!" ujar Zaid kesal.

Satu hal yang Zaid tangkap dari kejadiannya ini, ia terlalu lemah dalam berusaha dan lebih suka mengandalkan orang lain. Seharusnya ia berusaha sangat keras untuk menemukan Shira, tapi ia terlalu tergiur dengan usaha cepat melalui Agam yang ternyata telah menipunya.

"Bisa gila gue lama-lama," ucap Zaid lirih.

Zaid mengacak rambutnya pelan, kepalanya pusing. Ia sangat kelelahan, sudah lebih dari lima hari jadwal tidurnya hanya satu sampai dua jam. Selebihnya? Ia gunakan untuk mencari keberadaan Shira.

"Ya Allah, dosa gue keknya banyak bener sampai cobaan gini amat! Allah kok gak adil banget," ujar Zaid sedih. Ia tak kuat dengan semua cobaan ini.

"Logikanya seperti ini wahai anak muda, dalam tiga puluh hari kau diberi dua puluh tujuh hari bahagia dan tiga hari kau sedih. Lantas karena tiga hari tersebut kau mengatakan bahwa Tuhan tidak adil?" ujar seseorang membuat Zaid kaget. Zaid langsung segera menoleh ke arah dapur.

"Lo siapa?" tanya Zaid was-was.

"Assalamu'alaikum, saya Ustadz Abra. Kamu Zaid? Pengganti dari Ustadz Agam?" ujarnya. Zaid mengangguk pelan, ia sepertinya tidak asing dengan Ustadz Abra hingga sekelebat ingatannya waktu ia masih berada di Pondok Pesantren Ibrahim terlintas.

"Waalaikumsalam, ini Ustadz Abra yang pernah hukum saya waktu itu kan? Hukum bersihin lapangan Ponpes pake kain pel?" tanya Zaid semangat. Ustadz Abra terkekeh, ternyata muridnya ini masih ingat padanya.

Family Gaje II - After Baby [ End  ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang