3. Rumpi manja

7K 1.1K 54
                                    

Astagfirullah, kasihan jariku yang seharian di paksa nulis tugas. Udah istighfar kalian? Udah?

Gak usah banyak cingcong, langsung bae lah kita cusss...

1

2

3

Cekidot...

•••

Zaid terasa tersiksa di dalam ruangannya sendiri. Dulu ia harus dihadapkan dengan bule bengek, sekarang dengan Thailand kapkap.

"Tklng khrạb zaid c̄hạn ca k̄hxthos̄ʹ c̄hạn yindī thī̀ dị̂ r̀wm ngān kạb khuṇ."

Translate : Baiklah Pak Zaid saya permisi dulu senang bekerja sama dengan anda.

Zaid yang bingung hanya mengangguk resah, takut jawab nanti malah salah. Kan malu.

"Come on speak up Thai sir," ujarnya kepada Zaid. Ini yang Zaid khawatirkan. Ia diajak berbicara bahasa thailand.

"I don't speak up Thai, sorry." Zaid menggeleng pelan, menolah dengan santun. Tapi entah mengapa kliennya yang dari luar tidak ada yang beres.

"It's okay, come on." Klien tersebut memandang Zaid dengan sorot mata penuh harap. Zaid seakan luluh namun lidahnya kelu.

Apalagi saat tadi bengeknya kembali muncul membuatnya harus pusing menjawab arti bengek dalam bahasa Thailand.

"Oke kap tekakap sawakidap khankukap," jawabnya. Klien tersebut tertawa keras sambil menepuk pundak Zaid keras.

"Sakit khap!" keluhnya kesal.

"I'll excuse me first, we have to talk again next time," ujarnya dan ia pun keluar dari ruangan Zaid. Namun sebelum itu, ia melambaikan tangannya kepada Zaid sebelum pintu tersebut tertutup.

Zaid merasakan detakan jantungnya yang berdegup tidak normal.

Oh tidak jantungku!

"Gak mau khap, bisa gila aku khap. Sedengkap emang!"

Setelah memastikan bahwa kliennya sudah benar-benar pergi, Zaid membuka pintu ruangannya kesal. Ia berjalan sambil berteriak kesal.

"BEGO!" pekiknya.

"Eh lo ngatain gue bego?" ucap Satria tiba-tiba, Zaid terdiam. Baru sekata dan ia sudah disalahkan. Baru ia keluar dari ruangan sudah dibikin puyeng lagi. Sepertinya ia harus segera membelikan otak limited edition seperti miliknya yang kini masih di gadai.

"Baru gue keluar dari ruangan, udah disalahin. Gak ngotak lo ya! Gue lagi kesel!" jawabnya dengan wajah frustasi.

Zaid ingin pingsan saja, rasanya dibawa melayang oleh orang-orang. Simulasi jadi mayat.

"Oalah, kirain lo ngatain gue." Satria terkekeh sambil menepuk pundak Bagas pelan.

"Lanjut Sat! Kalau bahasa Inggrisnya bibi apa?" tanya Kemal. Zaid berjalan dan duduk disamping Kemal yang sedang asyik membuat Satria semakin terlihat pindoh. Pinter bod*h.

"Pertanyaan lo mah gak ada yang sulit dikit apa? Mudah semua, emang BangKe bahlul!"

Zaid tersenyum bangga. Memang sebenarnya Satria itu tidak terlalu bodoh pikirnya. Sedangkan Bagas menelan ludahnya sambil menatap Satria kesal.

"Apaan? Jawab kalau emang bisa!" tantang Kemal. Satria terkekeh.

"Binder!"

Raut wajah Zaid yang semula tersenyum bangga langung kaget dan bingung.

"Binder apaan??" pekik Zaid histeris.

Satria tersenyum senang. "Aku memang-!"

"Goblok!" jawab mereka serentak.

"Kampretoo!" balasnya.

Bagas melihat ke arah jam dinding, sudah pukul 14. 20. Bagas langsung mengambil bukunya dan menyerahkannya kepada Zaid.

"Abang bantuin," ujarnya sedih. Zaid memandang Bagas kasihan, meskipun menyebalkan Bagas tetap adiknya. Adik yang bisa berubah jadi babu.

"Sini, Bahasa Inggris boleh. Bahasa Thailand jangan. Bisa gila abang!"

Sejenak mereka melupakan perihal Satria, mereka langsung menatap Zaid. Zaid tadi keluar dari ruangannya dengan berteriak kesal, otomatis pasti ada yang terjadi tadi.

Kemal mulai kepo, jiwa lambe turahnya seakan mendominasi dirinya. Zaid mengerjakan pr milik Bagas dengan waktu kurang dari 10 menit.

"Done!" Zaid menyerahkan buku tersebut kepada Bagas, adiknya. Bagas menerima dengan suka cita, nilainya selamat.

"Bagas pergi dulu, assalamu'alaikum." Bagas langsung mengemasi bukunya dan berlari meninggalkan kantor abangnya, semoga saja ia tidak telat ke sekolah.

Mereka semua melihat kepergiaan Bagas sebentar, hingga tampak punggung anak itu hilang. Mereka kembali mengobrol.

"Eh! Tadi lo dapet klien orang Thailand?" tanya Kemal, karena memang ia tidak tau.

Zaid mengangguk dengan wajah malam. Ia memijit kepalanya pelan, pusing.

"Lo gak bengek lagi kan di depan tuh orang?" tanya Satria kepo. Zaid duduk tegap , memandang Satria dan Kemal dengan serius.

"Nah ini masalahnya! Gue tuh-!"

"IKUTTTT!!! IKUT! MAU IKUT!" pekik Legi yang baru saja naik ke lantai dua, melihat teman setongkrongannya duduk di sofa seraya membawa wajah serius.

Langsung saja Legi berlari, ia tidak boleh melewatkan acara rumpi manjalita itu.

"Ikut bro! Eh ntar! Gue panggil Wawan dulu. Harus lengkap dong! Jangan rumpi dulu ya bro!" Legi kembali berdiri setelah duduk sebentar dan melihat tidak ada Wawan, satu-satunya orang yang waras.

"Gini amat gue punya temen," ucap Zaid heran.

"Dia temen lo Sat?" ujar Kemal sambil melirik Legi yang berlari ke ruangan Wawan.

"Bukan, dia temen lo?" Kemal juga menggeleng ketika Satria menanyakan pertanyaan yang sama.

"Jahat kalian!" ujar Zaid kesal.

Sedangkan Legi kini sudah sampai di depan ruangan Wawan, ia langsung masuk tanpa ketok pintu. Sudah biasa pikirnya.

Wawan sedang berkutat dengan laptop, masih ada pekerjaan yang belum selesai. Namun Legi dengan santainya menarik tangan Wawan membuat lelaki itu terperanjat kaget.

"Eh kenapa?" tanya Wawan heran.

"CEPET WAN! INI KEADAAN PENTING!"

Mendengar itu, Wawan dengan segera memg-save file tersebut dan menutup laptopnya. Ia mengikuti arah langkah Legi dengan tangannya yang ditarik kuat.

Mereka berlari tak lama, dan Legi langsung duduk di ikuti oleh Wawan.

"Ada apa?" tanya Wawan khawatir.

"Gak ada apa-apa sih, cuma mau rumpi no secret." Wawan memandang Legi kesal saat mendengar hal itu dari Zaid. Ingin sekali ia marah, tapi memang wataknya yang kalem ia memilih diam sambil beristighfar.

"Legi aktif ya bund, ngajak nambah dosa dia sama di kecil." ujar Kemal sambil terkekeh.

"Kecil gini anak otw 5 bund, lebih ganas dari Zaid!" sahut Kemal.

Wawan terus saja beristighfar sebanyak mungkin, sambil berfikir. Mengapa ia masih mau berteman dengan sejenis mereka? Jawabannya adalah tidak tau.

"Cepetan cerita!" ucap Legi heboh.

Zaid mengangguk, dan mulai bercerita tentang kejadian sewaktu ia berbicara dengan kliennya yang berasal dari Thailand tersebut.

"Jadi gini, tadi..."

To be continued...

Maaf lama ges, guru ngasih tugas gak nanggung 😭 bertubi-tubi. Segini dulu ya, semoga suka 🥰🥰

Family Gaje II - After Baby [ End  ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang