[ Vote & komen ya terima kasih]
•••Sooya memasuki pekarangan rumah dengan perasaan bingung.Yuta, pria itu mengajaknya–– ah tidak, pria itu memaksa Sooya untuk datang ke pertandingan futsal timnya pada hari sabtu.
Sooya menghela nafas, matanya memicing saat melihat Jeno duduk di teras rumah.
Seperti orang minta-minta, pikirnya.
"Jen, ngapain lo?!" tanya Sooya pada adiknya.
Kalau Jeno masih diluar ini gawat, ada kemungkinan Irene belum pulang jadi dia tak berani masuk.
"Berisik."
"Dih."
Tak menghiraukan Jeno, Sooya tetap berjalan tapi langkahnya terhenti karena perkataan adiknya.
"Jangan masuk, ada cowonya Kak Irene."
Sooya menoleh lalu menaikkan alis kirinya," Ngapain?"
"Ngelamar."
Spontan Sooya duduk di samping Jeno. "Serius?! Kak Irene hamil?!"
"Pantes peringkat dua."
"Cuma sekali! nggak usah ngungkit- ngungkit. Lagian... kecerdasan seseorang kan nggak bisa di ukur dari nilai doang, tiap orang punya kecerdasannya masing-masing."
Jeno melirik Sooya dengan tatapan aneh, "Kepala lo nggak apa-apa kan?"
Sooya mendengkus, setelah itu tak ada percakapan lagi. Hubungan kakak- adik itu memang cukup canggung.
Sampai Sooya buka suara,"gimana ulangan lo tadi?"
"Delapan sembilan."
Sooya tersenyum lalu mengacak-acak rambut adik bungsunya,"good job!"
Ada perasaan hangat dihati Jeno, pria remaja itu selalu dituntut untuk menjadi sempurna sama seperti kedua kakaknya yang lain.
Sejak kecil mereka sudah dituntut seperti itu, tak ada masa kanak-kanak yang menyenangkan hanya ada belajar, belajar, dan belajar.
Mereka tak pernah mendapat pujian ketika nilai mereka bagus tapi saat nilai mereka menurun, mereka akan menjadi sasaran kemarahan orang tua mereka.
Jeno mengalihkan wajahnya. "Delapan sembilan kecil, Jaemin aja sem–––."
"Bagus kok, selagi lo usaha berapapun nilainya itu nggak penting. Kerja bagus Jeno- yaa."
Jeno menghempaskan pelan tangan Sooya dari kepalanya, "Jangan kebanyakan nonton drakor, nggak lucu kalo lo diomelin Mama gara-gara nilai lo menurun."
Jeno tak menatap Sooya sedikitpun,wajahnya memerah seperti kepiting rebus.
Sooya terkekeh tapi disisi lain dia merasa sedih, dia tak pernah berusaha untuk memikirkan saudaranya.
Sooya hanya sibuk memikirkan nasibnya sendiri dan menganggap kalau kedua saudaranya diperlakukan berbeda.
Padahal mereka beritga sama saja. Mereka itu bagaikan manekin hidup, dimainkan hanya untuk menang.
• you never know •
"Gue nggak bisa," ujar seseorang pada beberapa pria dihadapannya.
Pria pertama mengeluarkan smirknya,"dari awal, lo emang nggak pernah ada tim ini."
Orang itu mengepalkan tangannya, menatap tajam semua orang yang ada di basecamp mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Never Know [ COMPLETED ]
Teen FictionIni hanya tentang empat kehidupan yang menginginkan kebahagiaan, entah benar-benar kebahagiaan atau dengan kematian. ---------------------------- Semua hanya fiktif belakang, jangan di bawa ke dunia nyata. Semua sifat karakter hanyalah khayalan Riri...