[ Vote & Komen ya terimakasih]
•••"Soo,"panggil Yuta.
"Hm?"
"Lo kenal Jane udah dari kapan?"
Sooya terdiam, ada perasaan aneh dihatinya.
"Kecil."
Yuta mengangguk kecil. "Oh iya, tadi ada yang nitip ini ke gue. Katanya buat Jeno."
Sooya mengerutkan keningnya. "Dari siapa?"
Yuta bergidik bahu sedangkan Sooya masih sibuk memperhatikan sebuah kotak berwarna biru dongker, warna kesukaan Jeno.
"Tadi orangnya pake masker sama topi tapi kayaknya anak Citra Bangsa, soalnya dia pake seragam yang sama."
"Emang isinya apa sih?" tanya Yuta sambil terus memperhatikan kotak yang ada dihadapannya.
Sooya mendengkus. "Ya mana gue tau, kan belum dibuka."
"Kepo nih gue, telpon Jeno aja sana! minta izin kotaknya kita buka." Sooya memukul pelan kepala Yuta.
"Malah nggak diizinin lah! lagian ngapain anak sekolah kita ngasih ginian ke Jeno? emang kenal?"
"Ya kalo dia nyebutin namanya Jeno berarti dia kenal lah Chu."
Iya juga, pikir Sooya.
"Ya udahlah buka aja, toh nanti juga bakal dibuka Jeno." Yuta yang semula duduk langsung bangun untuk melihat isi dari kotak tersebut.
Oh ya, mereka sedang mampir ke warung mie ayam di pinggir jalan.
"I... ini," gumam Sooya yang terkejut dengan isi dari kotak tadi.
Ada foto Jeno, dirinya, dan Irene yang sudah dilumuri darah asli.
"Soo," panggil Yuta, ada sebuah pesan tertulis di dalam tutup kotak tersebut.
“Jenoku yang tersayang, nyawa dibayar nyawa jadi lo tinggal pilih. Siapa yang mau lo korbanin?”
"Jeno... lo ngapain?!" lirih Sooya frustasi.
"Sooya lo kenapa?!" tanya Lalice yang baru saja datang bersama Niel.
Dengan cepat Sooya langsung menutup kotak tadi agar Lalice dan Niel tidak melihatnya.
Sooya menggeleng. "Nggak apa-apa, kalian ngapain ke sini?"
"Itu, Niel bilang dia mau beli mie ayam."
"Belum dipesen kan? ambil punya gue aja, Yut gue mau balik."
Yuta mengangguk. "Ayo."
Tanpa mereka sadari,ada sepasang mata yang terus memperhatikan mereka hingga Sooya dan Yuta pergi.
"Pak mie ayam mereka tadi dibungkus aja ya?"
"Oh oke neng!"
Lalice memperhatikan Niel, pria itu tak bicara apapun sejak mereka sampai padahal, tadi Niel lah yang memaksa untuk membeli mie ayam saat Lalice melihat Sooya dan Yuta bersama.
"Ini neng mienya,jadi dua puluh enam ribu."
Sialan lo Yut, gue kira udah dibayar, batin Lalice.
Belum sempat Lalice mengambil dompet, Niel dengan cepat memberikan selembar uang berwarna biru pada si pedagang.
"Kembaliannya buat Bapak aja," ujarnya.
"Wah, matur nuhun ya Kang."
"Sami-sami."
"Ayo Lice, oh iya mie ayamnya buat lo aja. Baru inget, kemarin baru makan mie hehe."
"Tapi kan ini ada dua."
"Em, ya udah deh. Lo ke rumah gue dulu, makan sama Mama ya?"
Lalice tersenyum lalu mengangguk. " Oke."
• you never know •
“Ini makam siapa?” tanya gadis itu.
Orang itu berbalik, memperlihatkan smirknya. “Makam orang yang lo bunuh.”
Kedua mata itu terbuka lebar dengan dahi yang sudah dibanjiri oleh keringat. Nafasnya pun tersengal.
Tok tok tok
"Ini Kak Mino, Kakak masuk ya Jane."
Tak mendapat jawaban, Mino langsung membuka pintu kamar adik perempuannya.
Gelap, karena itu Mino menyalakan lampu kamar Jane. Mino bisa melihat Jane sedang tertidur dengan posisi membelakanginya.
"Jane, Kakak pamit ya?"
Tak ada jawaban, Mino tahu kalau Jane marah padanya. Tadi saat makan malam, dia memberitahu keputusannya untuk mengambil beasiswa di Korea Selatan.
Mino menunda keinginannya untuk mengambil hak asuh adik-adiknya setelah lulus, dia hanya tidak ingin adiknya hidup susah jika Mino hanya mengandalkan gelar S1 miliknya. Itupun kalau dia berhasil mendapatkan hak asuh adik-adiknya, dia yakin dia akan kalah melawan ayahnya jika hanya mengandalkan gelar S1 di Universitas biasa.
"Jane? Kakak tau kamu udah bangun."
"Ya udah, pergi tinggal pergi!" ketus Jane.
Ini terlalu tiba-tiba untuk Jane, mungkin jika Mino masih pergi bulan depan atau setidaknya minggu depan, Jane akan paham. Tapi Kakaknya berencana pergi, beberapa jam setelah pamit.
"Kak Mino, mobilnya udah siap." Jaemin dan orang tuanya akan mengantar Mino sampai bandara. Jane tentu saja tidak boleh ikut, ayah mereka yang melarang.
"Kakak pergi dulu ya Jane, kamu jaga kesehatan. Nanti kalau Kakak pulang, Kakak pasti akan bawa kamu dan Jaemin pergi dari tradisi keluarga ini." Mino mencium singkat kepala adiknya, tidak lupa Mino juga mengelus rambut Jane dengan lembut.
Ceklek
Jane meneteskan air matanya ke guling yang ia peluk, hingga sebuah suara mengintrupsi, “Jane, lo liat? Kakak lo udah pergi. Dia bohong, dia itu nggak peduli sama lo! jangan berharap lebih sama orang-orang Jane, mereka nggak ada yang bener-bener peduli sama lo! emang harusnya tuh lo mati aja. Toh sejak awal, lo emang nggak pernah diharapkan hadir ke dunia ini.”
Jane menutup telinganya. "Diem... hiks pergi! hiks Oma... hiks."
• you never know •
--------------------------------
Alur dan tokoh cerita ini hanya fiktif belakang, tolong jangan di bawa bawa ke dunia nyata apa lagi sampai menghina/ membenci cast (idol) di dunia nyata.
vote dan komennya kakak!
TBC👁️👄👁️
![](https://img.wattpad.com/cover/247583795-288-k596430.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
You Never Know [ COMPLETED ]
Fiksi RemajaIni hanya tentang empat kehidupan yang menginginkan kebahagiaan, entah benar-benar kebahagiaan atau dengan kematian. ---------------------------- Semua hanya fiktif belakang, jangan di bawa ke dunia nyata. Semua sifat karakter hanyalah khayalan Riri...