23. Paket

978 73 22
                                        

Juan melepas helm kemudian membenarkan rambutnya. Rasanya sedikit lega karena sudah mengatakan yang sejujurnya pada Gemala, walaupun bukan tentang perasaannya.

Juan turun dari motor. Beberapa belakangan terjebak dalam situasi rumit hingga melupakan rutinitasnya. Ia merasa egois karena masalah pribadinya kemudian ia sangkut pautkan dengan hubungan pertemanannya.

Juan menoleh ketika ada seseorang parkir di sebelahnya. "Raden?"

Raden membuka helmnya dan tersenyum sekilas. Keduanya belum beranjak dari motor, seolah ada yang ingin mereka katakan satu sama lain.

"Ju," panggil Raden.

"Gue minta maaf kalau selama ini gue suka kekanak-kanakan, masih suka mikirin diri gue sendiri, sama itu suka nonjokin muka lo." Raden menunjuk pipi Juan dengan wajah meringis. Pasti sakit.

Juan terkekeh pelan dengan ucapan Raden yang terakhir. Sepertinya Raden memang hobi memukul wajahnya hingga menghasilkan karya yang indah di wajahnya.

"Gak masalah. Asal jangan kekanak-kanakan kalau lagi sama Gemala," ucap Juan.

Raden terdiam. Ia tahu Juan menyukai Gemala walau Juan tidak pernah mengatakannya secara langsung, tapi sikap Juan mengatakan.

"Ju."

"Udah, ayo masuk," ucap Juan.

Juan sudah akan turun dari motornya. Namun, Raden tiba-tiba menahan. "Tunggu bentar."

Raden mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Ia menyodorkan sebuah amplop putih kepada Juan. "Nih."

Juan menerima amplop yang diberikan Raden. Ia membuka tutup dari amplop tersebut. Ia terdiam melihat isinya. "Maksud dari ini?" tanya Juan.

"Anggap aja permintaan maaf dari gue," jawab Raden.

Juan masih tercengang dengan puluhan lembar uang yang ada di dalam amplop. Ia kemudian memasukkan amplop tersebut ke dalam jaketnya.

Juan tidak mau berbohong. Ia memang sedang membutuhkan uang untuk membayar uang sekolah semester ini. Sebenarnya ia sudah membayar beberapa bulan menggunakan uang dari turnamen, tapi belum sepenuhnya terbayar.

Juan yakini Raden tahu bahwa ia sedang memerlukan uang ini. Tidak mau kemudian menimbulkan ribut-ribut lagi. Lebih baik ia terima saja. "Thanks, ntar gue ganti."

Raden tertawa. Sungguh di luar dugaan. Ia pikir Juan akan menolak mentah-mentah dan berakhir adu jotos lagi seperti yang terakhir kali.

"Gue pikir lo gak bakal terima terus kita berantem lagi. Gue sih seneng-seneng aja kalau harus nonjok muka lo," ujar Raden yang mengundang gelak tawa Juan.

Raden dan Juan turun dari motor. Mereka masuk ke dalam dengan Raden yang merangkul Juan.

-gray-

Gemala membantu Billy mencuci piring. Sudah lama sekali ia tidak membantu ayahnya. Terlalu lama mengurung diri membuatnya melewatkan hal-hal semacam ini.

"Ayah tau gak?" tanya Gemala di sela membilas piring.

"Enggak. Kan kamu gak kasi tau Ayah."

Gemala cekikikan. Benar juga. "Gemala ketemu Kak Oliv."

Billy langsung menoleh. "Kapan?" tanyanya penasaran.

Gemala berpikir sebentar. "Belum terlalu lama sih, Yah."

"Gimana kakak kamu sekarang?"

Gemala membayangkan wajah kakaknya saat di turnamen waktu itu. Masih sama seperti dulu saat mereka masih tinggal bersama, hanya saja dipoles beberapa produk kosmetik. "Kak Oliv makin cantik."

Gray [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang