20. Pengakuan

970 79 54
                                        

Gemala bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Masa skorsnya sudah selesai dan ia belum berani menceritakan apa-apa pada ayahnya.

Gemala keluar dari kamar. Matanya menelusuri ruang dapur yang tepat berada di depan kamarnya. Di mana ayah? Gemala mencari ke kamar mandi, tapi ayahnya juga tidak ada.

Tiba-tiba Gemala mendengar suara orang tertawa dari luar rumah. Gemala berjalan ke depan. "Hm, Raden?"

Raden tersenyum kecil. Billy pun ikut tersenyum. "Kamu udah mau berangkat?" tanya Billy.

Gemala mengangguk. Ia menatap bingung Raden yang ada di rumahnya. "Lo ngapain di sini?"

"Jualan sayur," jawab Raden asal. Gemala mengintip ke belakang Raden. Motor. Tidak ada gerobak sayur.

Raden terkekeh. "Masa lo percaya sih gue jualan sayur. Ya jemput lo lah," gemasnya.

Gemala berpamitan dengan Billy. "Gemala berangkat dulu." Billy tersenyum sambil mengusap rambut Gemala. "Hati-hati."

Raden juga ikut berpamitan kemudian berjalan ke motornya. Ia menyodorkan helm kepada Gemala dan naik lebih dulu ke motor. Seperti biasa, Raden mengulurkan tangan kirinya membantu Gemala naik.

Gemala selalu merasakan adanya aliran listrik saat bersentuhan dengan Raden. Aliran listrik tersebut membuat jantungnya berdegup dengan kencang.

"Udah?" tanya Raden.

"Udah."

Sepanjang perjalanan Gemala merasa gugup karena tumben sekali Raden menjemputnya.

Motor Raden tiba-tiba berhenti di tepi jalan. Gemala bingung. Apakah bensin Raden habis? Raden menoleh ke belakang saat belum merasakan pergerakan Gemala turun.

"Gem, ayo turun," ucap Raden.

"Tapi kan belum sampai."

Raden menunjuk warung di sebelah kiri mereka. Mulut Gemala membulat. Ia kemudian turun sambil memegang bahu Raden.

Gemala melepas helm di kepalanya. "Lo mau makan?"

Raden mengangguk. "Iya, sama lo."

Gemala terdiam. Tolong, jantungnya ini kenapa? Kenapa terus berdegup dengan kencang seperti ini?

Raden menggenggam tangan Gemala dan membawa Gemala duduk. "Bubur 2, Bang."

"Siap, Mas."

"Ini kita gak telat?" tanya Gemala.

Raden mengeluarkan ponselnya kemudian menunjukkan kepada Gemala. "Masih 6 lewat 15," ucapnya.

Gemala menopang wajahnya dengan satu tangan dan menatap Raden yang sedang memainkan ponsel. Ia bingung. Kenapa Raden tidak menjauhinya seperti orang lain? Apa Raden sedang mengasihani dirinya yang malang ini?

"Gue tau gue ganteng, tapi jangan diliatin gitu."

Gemala tersentak. Cepat-cepat ia mengalihkan tatapannya ke arah lain. Raden menahan senyumnya. Aish! Kenapa Gemala menggemaskan sekali pagi ini?

Bubur pesanan mereka datang. Raden mendongakkan kepalanya. "Makasih, Bang."

Raden memberikan sendok kepada Gemala. Gemala menerimanya kemudian mengambil botol kecap. Ia mengaduk-aduk buburnya hingga semuanya tercampur rata.

Raden mengedip-edipkan matanya. "Emangnya enak ya diaduk gitu?"

"Enak," jawab Gemala sambil memakan suapan pertamanya.

"Tapi enakan gak diaduk."

"Enakan diaduk. Lo mau coba?" tawar Gemala. Raden langsung menggelengkan kepalanya. "Enggak."

Gray [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang