Juan menyapu lantai kelasnya yang begitu banyak pasir. Ia menggaruk tengkuknya. Juan menoleh ke teman sekelasnya yang juga tengah menyapu teras kelas. Jika kabur, pasti ia akan diamuk habis-habisan.
Juan menghela napasnya. Ketimbang banyak mengeluh, lebih baik ia segera menyelesaikan bagiannya. Satu persatu kursi ia angkat ke atas meja agar lebih mudah disapu.
Sekian menit berlalu, lantai sudah terlihat lebih bersih. Tiba-tiba Raden datang dengan wajah terkejut. "Tumben lo piket, Ju."
"Lo semalem gak baca grup kelas?" tanya Juan. Raden menggeleng. Memangnya ada apa dengan grup kelas?
"Ntar kita disuruh jamin sekelas kalau gak piket," bisik Juan.
Raden menggelengkan kecil sambil melirik Mimi yang berada di depan kelas. "Gila si, Mimi."
"Udah. Buru lo buang tuh sampah." Juan menunjuk tong sampah yang ada di sudut kelas. Raden langsung merebut sapu di tangan Juan. "Elo aja deh, Ju. Gue mager turun lagi," ucap Raden.
"Sialan lo! Mentang-mentang ini yang kotor tinggal dikit," sahut Juan.
Raden cengengesan. "Sana-sana."
Juan dengan malas membawa tong sampah sambil memalingkan wajahnya. Baunya benar-benar membuatnya tidak tahan. Ia kemudian keluar kelas dan berkata, "Bagian gue udah ya, Mi."
"Iye!"
Juan menahan napasnya. Ia turun ke bawah dengan tergesa-gesa. Sudah berapa hari sampah ini tidak dibuang? Kenapa baunya menyengat sekali?
Setelah melihat adanya tong sampah di bawah. Juan langsung menuang isi tong sampah ke sana. "Bisa mati gue cuma karena nyium bau sampah kelas," gerutu Juan.
Juan tiba-tiba terpaku dengan seseorang yang tengah menggendong tas hitamnya. Gemala sedikit terkejut saat melihat Juan yang sedang menatapnya.
Gemala menundukkan kepalanya dan tetap berjalan ke kelasnya. Ia melewati Juan yang masih berdiri di tempatnya.
"Pagi, Gem."
Gemala tersentak. Suara berat yang terdengar manis di telinganya. Ia sedikit menoleh ke belakang. Juan tiba-tiba tersenyum padanya. Kenapa Juan masih bersikap seperti itu? Ia kan sudah mengatakan bahwa ia tidak mau berteman dengan cowok itu.
Gemala kembali menatap ke depan dan melanjutkan langkahnya ke kelas. Juan sendiri masih tersenyum di tempatnya. Ia teringat dengan senyum Gemala yang begitu manis kemarin. Andai saja ia bisa melihat senyum itu setiap hari. Pasti dirinya sudah menjadi orang paling bahagia di dunia ini.
-gray-
Juan mengunyah baksonya sambil tersenyum. Raden yang melihat itu bergidik ngeri. Apakah temannya yang satu ini gila?
"Ju!" panggil Raden.
"Apaan?"
"Mikirin apa lo?"
"Kepo lo," jawab Juan.
Raden melanjutkan makannya sambil dengan wajah sebal. Tiba-tiba kantin menjadi ramai dengan sorak sorai. Banyak murid mengantri untuk menambah pesanan.
"Kenapa tuh?" tanya Gerald.
Juan memanjangkan lehernya. Ia seperti melihat Gemala lewat. "Ger, bakso gue bayarin ya. Gue duluan," ucapnya.
Gerald menggeleng tidak terima. "Apa-apaan? Enggak mau gue."
Juan menepuk bahu Gerald kemudian menunjuk kertas putih yang tergantung di kantin. Gerald membelalakkan matanya. Kertas tersebut bertuliskan 'KHUSUS 12 IPS 2, HARI INI KITA MAKAN GRATIS DI KANTIN. YANG BAYAR GERALD PUTRA 12 IPS 2. JADI, PESEN AJA SEPUAS KALIAN'.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gray [COMPLETED]
Teen Fiction#WWC2020 WINNER Abu-abu, warna yang menggambarkan kehidupan Gemala. Tidak ada lagi tujuan, masa depan, dan kehidupan yang lebih baik. Semuanya sudah tidak lagi berwarna karena seseorang yang membuat kehidupannya hancur. ⚠️Terdapat kekerasan dalam c...