Gemala mengurung dirinya di kamar mandi. Sudah menjadi kebiasaan 2 tahun terakhir saat kejadian itu terjadi. Tidak jarang Gemala berakhir tertidur di kamar mandi hingga menjelang pagi.
Bayang-bayang kejadian buruk itu terus berputar di pikiran Gemala setiap hari. Tidak ada hari di mana ia bisa hidup dengan tenang dan damai.
Tubuh Gemala selalu bergetar hebat saat mengingat kejadian itu dan selalu berakhir meminum obatnya. Ia selalu berharap bisa tidur dengan nyenyak di malam hari. Memikirkan hal-hal baik yang akan datang ke kehidupannya. Mengingat masa depannya yang cerah, sebelum dihancurkan oleh seseorang yang begitu ia benci.
-gray-
Gemala datang ke sekolah dengan wajah datar tidak berekspresi. Hampir satu sekolah sudah mengetahui bagaimana Gemala. Dari hari pertama MOS, Gemala hampir tidak pernah berbicara pada siapa pun. Gadis itu hanya bicara jika memang sangat perlu. Garis bawahi, sangat.
Gemala masuk ke kelas dan duduk di bangkunya. Bisik-bisik murid lain mulai terdengar. Namun, Gemala tidak mempedulikan itu. Sudah bukan hal baru baginya.
Semua orang menganggap hanya raga Gemala yang ada di kelas, sedangkan jiwanya sudah tidak ada. Benar-benar tidak ada kehidupan sama sekali.
Teng! Teng! Teng!
Bel sekolah berbunyi. Semua murid langsung berlarian ke kelas mereka masing-masing. Seorang guru BP masuk ke kelas Gemala. "Gemala Aresta, kamu ke ruangan saya sekarang!" perintahnya.
Gemala menurut. Ia ke ruangan BP yang berada tidak jauh dari kelasnya. Sepanjang jalan tatapannya kosong hingga langkahnya berhenti tepat di depan ruangan BP.
"Duduk, Gemala." Bu Susi meminta Gemala untuk duduk di meja bekerjanya.
"Kamu ada masalah keluarga?"
Kepala Gemala bergerak ke kanan dan kiri.
"Kamu ada trauma?"
Gemala lagi-lagi menggeleng.
"Gemala-" Belum selesai Bu Susi berbicara, Gemala sudah lebih dulu keluar dari ruangan BP. Ia berjalan saja mengikuti arah kakinya melangkah, hingga langkahnya membawa ia ke halaman belakang sekolah.
Ternyata di halaman belakang tersebut ada sekumpulan cowok yang tengah berkumpul dan Gemala tidak menyadari itu.
"Itu cewek yang dikatain gila itu bukan sih?"
"Gue rasa iya."
Salah satu dari cowok tersebut mendekat ke arah Gemala. Cowok tersebut dengan tiba-tiba menyentuh rambut Gemala, membuat Gemala memekik dengan keras. "PERGI! LO SIAPA? PERGI DARI SINI! JANGAN GANGGU GUE!"
Gemala meremas rambutnya dengan kencang. Napasnya seketika tidak beraturan. Cowok yang tadi berniat menganggu Gemala langsung kalang kabut. Cowok tersebut langsung menyuruh teman-temannya untuk pergi dari sana.
Kejadian itu untuk kesekian kalinya berputar di otak Gemala. Ia kemudian menenggelamkan wajahnya di antara kedua lutut. Air matanya terus mengalir tanpa henti.
Seseorang dari kejauhan tersenyum. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan memotret Gemala. Sesudah mendapat foto yang diinginkan, ia mengirimkan foto tersebut kepada orang yang memang membayarnya untuk ini.
-gray-
Gemala menarik napasnya dalam-dalam. Setelahnya, ia masuk ke dalam rumah. "Gemala pulang."
Billy, ayah Gemala tersenyum hangat. "Sini, kita makan siang bareng."
Billy mengambilkan nasi serta lauk makan siang hari ini, yaitu kangkung saus tiram, kesukaan Gemala.
"Gemala makan yang banyak," ucap Billy.
Gemala tersenyum tipis. "Makasih, Ayah."
"Iya. Ayo, dimakan."
Gemala belum menyentuh makanan yang disiapkan ayahnya. Ia sama sekali tidak nafsu makan, tapi untuk menghargai masakan ayahnya, ia mulai memakannya. Rasa yang berbeda. Namun, tetap terasa enak karena dimasak dengan sepenuh hati.
"Sekolah kamu gimana, Gemala?" tanya Billy.
Gemala menoleh kemudian terdiam sejenak. "Baik kok, Yah."
Billy menganggukkan kepalanya. Ia harus bekerja lebih keras lagi untuk membiayai sekolah Gemala. Walau anaknya tidak pernah menuntut apa pun darinya, ia tetap ingin memberikan yang terbaik untuk Gemala.
Gemala meletakkan sendoknya di atas piring. "Ayah, Gemala naik ya, udah kenyang."
"Loh, makanannya gak mau dihabisin?"
Tangan Gemala bergerak mengusap perutnya. "Kenyang, Yah."
"Ya udah, sayurnya nanti Ayah sisain ya. Kamu nanti malam jangan lupa makan," peringat Billy.
Gemala mengangguk paham. Ia kemudian masuk ke kamarnya. Gemala mengunci kamarnya dan duduk di balik pintu. Sejujurnya ia sudah lelah harus bersandiwara seperti itu. Tersenyum seolah tidak ada apa-apa.
Gemala ingin menjadi dirinya yang dulu. Tersenyum dengan tulus tanpa adanya sandiwara. Namun, ia tersadarkan lagi bahwa itu semua tidak akan pernah terjadi lagi. Semuanya sudah berbeda.
Tangan Gemala meraih gunting kecil yang ada di laci. Ia arahkan gunting tersebut ke dadanya. Gemala langsung terbaring lemas dengan gunting di tangannya.
-gray-
"Lo semua pada tau Gemala kan?"
"Gemala siapa?"
Raden mengangkat sebelah kakinya. "Itu Gemala, anak IPS 3."
"Gak kenal gue," sahut Gerald.
"Gue juga gak kenal," timpal Juan.
"Kalo lo kenal gak, Liv?" tanya Raden pada Oliv yang sedang asik dengan ponselnya.
Oliv menoleh. Ia berpikir sejenak. "Gemala yang gila itu?"
Raden menjentikkan jarinya. "Bener! Ah, lo emang paling top kalau diajak ngobrol beginian."
"Beneran ada orang gila di sekolah kita?" tanya Gerald yang tidak tahu apa-apa tentang Gemala. Selama 3 tahun berada di SMA Bangsa, ia tidak pernah mendengar apa pun mengenai Gemala.
"Ya, beneran lah. Kerjaan dia tiap hari ke sekolah cuman dateng, duduk, diem. Diajak ngobrol gak pernah jawab. Terus kadang suka teriak-teriak gak jelas. Apalagi coba kalau bukan gila," ujar Raden.
Jevri memasukkan kentang goreng ke mulut Raden. "Lo kalau gak tau apa-apa tentang hidup orang, mending diem aja."
Jevri, pakai v. Di antara semuanya, ia yang paling sensitif jika sudah membahas mengenai seseorang alias gibah. Yang selalu ada di pikirannya adalah apa yang kita dengar dari mulut ke mulut belum tentu benar. Jadi, lebih baik diam saja daripada sembarangan membicarakan hidup orang lain.
"Gak asik lo, Jev! Kalau diajak gibah pasti kalimat sakral lo keluar," kesal Raden.
"Biar dosa lo gak makin banyak."
"Berarti gak ada yang mau temenan sama si Gemala itu dong ya di sekolahan lo," ucap Oliv.
Raden menggeleng. "Orang-orang udah pada takut duluan waktu ngedeketin dia."
Juan bangkit. "Gue balik duluan. Jangan lupa besok latihan, bentar lagi turnamen."
"Cepet amat, Ju."
"Bye!" pamit Juan.
Oliv membalikkan tubuhnya. Ia menatap Juan yang belum jauh. "Hati-hati, Ju!" ucapnya dengan sedikit teriak.
"Yoi!"
___
gimana part 1 nya?kira-kira gemala kenapa ya
ada yang tau?1/11/20
KAMU SEDANG MEMBACA
Gray [COMPLETED]
Teen Fiction#WWC2020 WINNER Abu-abu, warna yang menggambarkan kehidupan Gemala. Tidak ada lagi tujuan, masa depan, dan kehidupan yang lebih baik. Semuanya sudah tidak lagi berwarna karena seseorang yang membuat kehidupannya hancur. ⚠️Terdapat kekerasan dalam c...