DUA PULUH TIGA

16.5K 1.8K 114
                                    

"Bahagia itu
adalah menatap
wajahmu berada di sampingku,

Setiap kali aku terjaga
di pagi hari,
memandang wajah cantik
milikmu yang berseri."

***

KEYZIA

Setelah akad nikah dan menikmati hidangan bersama keluarga, aku masih merasa asing dengan Abang yang duduk di sebelahku.Ini Abang kenapa duduknya dekat banget sama aku. Telapak tangan aku dipegang-pegang terus. Katanya biar tangan aku nggak kedinginan.

Sekarang aku sudah tidak gugup. Alhamdulillah momen akad nikah berjalan lancar. Tidak banyak tamu yang diundang acara akad nikah hari ini.

Kebanyakan adalah dari keluargaku, keluarga Abang dan sahabat Abang serta sahabatku. Semua bergantian mengucapkan selamat serta mengiringi kami dengan untaian do'a.

Ada Alfian yang datang dengan Catheliya, tunangannya. Liya adalah adik sepupu Abang. Fian hanya datang sebentar mengucapkan selamat, kemudian pamit pulang.

Dulu mungkin aku sangat membenci Fian. Tapi setelah menghadapi sikap Pak Riyad suami Mbak Kirana yang begitu membenci Abang dengan segala prasangkanya.

Aku kini membuang sikap negatifku ke Fian. Kisah kami telah usai dan kini aku telah bertemu jodohku yang sesungguhnya. Suamiku, Abang Hayyan.

"Sayang, suapin dong. Biar kayak pengantin baru beneran."

Nah, mulai kan Abang manjanya. Memangnya kita nikah bohongan. Aku malu sebenarnya mau menyuapi Abang. Takutnya Mas MC melihat kami berdua dan menggoda lagi lewat mic.

Shalawat Nabi masih mengiringi acara kami hingga pukul 11.30. Abang mengambil jemariku yang memegang sendok dan memasukkan sesuap nasi serta bistik ayam ke dalam mulutnya.

Ini namanya pemaksaan. Tapi nggak apa-apa sih. Kan Abang sekarang sudah jadi suami aku. Jadi aku berusaha ikhlas meskipun aku masih risih menyuapi Abang.

"Ciee, so sweet."

Tuh kan bener. Kedua adik Abang menyusul masuk ke area makan untuk keluarga pengantin. Itu yang barusan bersiul adalah Bang IR -Ibnu Rusyd-. Sedangkan Bang Ibe kayak pura-pura cuek gitu.

"Gimana Bang, rasanya bisa menikah hari ini dalam tempo sesingkat-singkatnya?"

Abang hanya tersenyum penuh arti, ke arah adik bungsunya. "Buruan nikah biar bisa ngerasain apa yang Abang rasakan sekarang."

Bang IR mencibir.

"Zianya disuapin juga Bang. Biar agak berisi." Bang Ibe akhirnya bicara juga. Keduanya ikut mengambil makan dan duduk berselang dua meja dari kami.

"Zia mau disuapin sama Abang?"

Aku berbisik ke Abang. "Zia malu. Masih banyak tamu."

Abang mengusap pipiku lembut. "Maaf ya, Abang jadi kayak anak kecil, kalau dekat sama Zia. Sini Abang ganti suapin ya."

"Abang, Zia malu."

Abang memaksa membuka mulutku dan menyuapi makanan. Sendoknya penuh nasi dan lauk. Ketahuan nih, abang nggak pernah nyuapin orang.

"Kepenuhan." Mulutku mengatup dan Abang tertawa melihat ekspresiku.

"Biar cepat habis makanannya." Abang mengambil serbet dan membersihkan beberapa butir nasi yang menempel di sudut bibirku.

"Iya tapi kalau banyak-banyak, jadi seret." Aku protes.

"Habis ini minum dulu ya, biar nggak seret." Abang mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih sampai penuh. Sepertinya setelah banyak minum, perutku langsung kembung.

LOVE MANNER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang