EMPAT PULUH SEMBILAN

22.5K 1.3K 222
                                    

"Terima kasih,
untuk seluruh cinta
yang kau beri,
tulus, suci dan penuh kasih.

Terima kasih telah
menutup segala kurangku,
melengkapi dengan
segala kelebihanmu.

Aku mencintaimu,
Kemarin, hari ini,
Esok, lusa, nanti,
selamanya."

***

HAYYAN

Hari ini tepat 37 minggu usia kandungan istriku. Ada rasa iba menyelinap di hatiku, tatkala melihat Zia mulai kesusahan saat tidur. Kadang dia miring ke kanan, lalu beberapa menit kemudian ganti miring ke kiri.

Kedua kakinya juga beberapa kali kram saat bangun tidur. Keinginanku ingin punya lima orang anak, agak surut ketika melihat perjuangan Zia mengandung putra kami.

Pagi hari menjelang dan aku sudah lebih dulu terjaga. Perlahan aku mengecup kening Zia.

"Selamat pagi Bunda."

Zia membuka mata. Seperti biasa, dia selalu tersenyum menyambut pagiku.

"Sudah jam berapa, Bang? Zia kesiangan ya?"

"Baru jam 4.30 pagi." Jawabku sambil mengeratkan pelukan.

"Abang sudah salat subuh di masjid?"

"Di luar hujan. Abang mau salat jama'ah sama Zia di rumah."

Zia duduk perlahan sambil sedikit meringis. Perutnya yang semakin membesar, menyulitkannya berada di posisi seperti sekarang.

"Kakinya kram lagi, Bun?"

Zia menggeleng. "Nggak. Cuma barusan babynya nendang."

Aku membantu Zia turun dari tempat tidur. Cara Zia berjalan juga tidak seperti sebelum hamil. Dulu dia lincah seperti bola bekel. Sekarang jadi lebih pelan.

"Mau dimandiin nggak?" Aku tersenyum jahil dan langsung  disambut istriku dengan lirikan maut.

"Ampun Bunda. Jangan galak-galak sama Ayah."

Zia kemudian tertawa. "Ayah kebiasaan deh. Ajakin mandi bareng. Sudah tahu Bundanya sudah nggak berbentuk lagi kayak dulu."

Aku memeluk Zia sebelum dia masuk ke kamar mandi. "Bunda makin cantik dan berisi selama hamil. Jadi makin sayang."

Aku menciumi surai Zia yang tetap dia biarkan tergerai sampai ke bahu. Wanginya selalu memabukkan untukku.

"Bang, nanti habis sholat Shubuh, temani jalan yuk."

"Ayo. Mau kemana?" aku ikut bersemangat.

"Ke rumahnya Indri."

Aku hanya diam. "Kenapa sih? Kok wajahnya Abang begitu?"

"Sayang, Ibe sama Indri baru juga nikah kemarin. Masak sudah kita gangguin."

Ibe adikku dan Indri baru saja resmi menjadi pasangan suami istri. Mereka berencana bulan madu di hotelnya Mas Barra dekat pantai Anyer. Tapi karena cuaca akhir-akhir ini hujan, akhirnya Ibe memilih bulan madu di rumah saja.

Dimana saja bisa untuk bulan madu, yang penting bisa berduaan dengan pasangan halal. Seperti aku dan Zia hanya beberapa hari di hotel dan melanjutkan kemesraan di rumah.

"Nanti Zia mau masak puding, terus antar ke rumahnya Indri. Soalnya Indri seneng banget sama puding coklat."

Akhir-akhir ini aku merasa Zia seperti ngidam di tri semester akhir kehamilan. Bulan lalu Zia juga minta aku menjodohkan IR, adik bungsuku dengan Hanifa, sahabat istriku.

LOVE MANNER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang