Ibe dan Indri ♡ EVERLASTING

8.7K 894 70
                                    


"Karena hidup itu,
bukan selalu tentang
melihat pelangi."

***

Pria tampan berkulit putih yang baru saja bercukur pagi tadi, tampak melepas masker bedah yang menutup wajahnya. Pukul dua dini hari dan ia baru saja selesai operasi. Dua orang pelajar korban kecelakaan akibat balap motor liar, mengalami patah tangan dan kaki.

Tadi rumah sakit menelepon Ibe untuk operasi cito. Ia baru sadar terjadwal sebagai dokter penanggungjawab operasi bedah Ortopedi malam ini hingga besok jam tujuh pagi.

"Bang Ibe, ada telepon."

"Hmm."

Ibe masih enggan membuka mata dan sengaja menarik wajah Indri merapat ke dadanya.

Begitu sadar nada dering khusus yang ia gunakan untuk panggilan rumah sakit, berulang kali berdering. Akhirnya ia terpaksa bangun.

Rasanya berat meninggalkan Indri -istrinya- di saat pernikahan mereka baru berusia dua minggu. Ibe masih ingin memeluk Indri hingga azan Subuh menjelang.

"Adek siapin baju jaga Abang ya."

Semenjak menikah, keduanya sepakat memanggil Abang dan Adek. Mainstream sih, tapi mereka menikmati panggilan itu. Serasa Abang - Adek ketemu gede.

Ibe memutuskan mandi air hangat untuk mengusir rasa kantuknya. Ia bergegas mengambil handuk, lalu masuk ke kamar mandi.

Punya istri shalihah memang beda. Yang ada Ibe jadi malu karena saat selesai membersihkan diri, Indri sudah menyiapkan semua keperluannya.

Baju dokter jaga bedah berwarna navy blue, masker N95 dan hand sanitizer. Indri juga menyiapkan roti bakar kalau-kalau Ibe kelaparan di jalan. Tidak lupa botol air minum yang sudah diisi penuh.

Duhai, nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan.

***

Selesai operasi, Ibe segera keluar dari OK. Ia sudah tidak sabar ingin segera pulang bertemu sang pujaan hati.

"Assalaamu'alaikum Bidadari." Ibe langsung menelepon sang istri dan menyapa dengan panggilan sayang.

Terdengar nada mengantuk di seberang. "Wa'alaikumsalam."

"Dek, Abang otw pulang. Tadi lupa bawa kunci ruang tamu. Tungguin ya Dek."

Ibe berjalan menuju lobi rumah sakit. Kamar bedah sentral terletak di lantai dasar dan berjarak tiga ratus meter dari lobi utama.

"Iya Bang, nanti pagar sama pintu depan nggak Adek kunci. Abang tinggal masuk aja. Takutnya Adek ketiduran."

"Jangan nggak dikunci, Dek. Kalau nanti ada orang jahat masuk rumah, gimana?"

Terdengar suara tawa Indri. "Abang tenang aja. Sudah Adek siapin panci buat mukul malingnya."

Ganti Ibe tersenyum. Ia tidak sanggup membayangkan adegan itu. Kadang Indri bisa terlihat bak wanita perkasa, tapi kadang bisa bermanja bila berada di dekatnya.

"Besok ingetin Abang duplikatin kunci rumah."

"Oke." Indri menjawab pendek.

"Temani Abang ngobrol di jalan, Dek. Biar nggak ngantuk."

Ibe keluar dari lobi rumah sakit. Ada beberapa sekuriti yang menyapa sebelum ia masuk ke dalam mobil.

"Abang nggak beli kopi dulu di vending machine, biar nggak ngantuk di jalan?"

"Nggak usah. Nanti sampai rumah malah nggak bisa tidur. Kangen pengen peluk kesayangannya Abang."

Sejak menikah, Ibe mulai belajar jadi suami romantis seperti Bang Hayyan. Abang sulungnya itu bahkan memiliki kamus gombalan receh untuk Zia. Tidak heran Zia mau menerima Bang Hayyan jadi suaminya.

LOVE MANNER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang