"Tidak selamanya langit itu
berwarna merah muda.Kadang kamu perlu,
melihat dunia dengan kaca mata berbeda.Agar tahu warna istimewa langit lainnya."
***
IBNU HAYYAN
Ahad siang. Alhamdulillah kondisi Eyang sudah membaik paska operasi semalam. Meski jam besuk pasien dibatasi sesuai permintaan keluarga, tapi kami sempat berkumpul bersama saat Eyang sudah diperbolehkan makan siang.
Prof Arsa, kakek Catheliya yang merupakan ayah dari papanya Liya, ikut datang menjenguk. Tidak ada yang mengira usia beliau sudah 80 tahun, karena masih terlihat gagah. Sejak dulu Prof Arsa memang gemar berolahraga sehingga tetap terlihat bugar sampai sekarang.
Mamanya Liya adalah adik kandung Ayahku, Prof Ibnu. Kami sekeluarga mungkin dikaruniai gen gemar menuntut ilmu dan berdedikasi menjadi pendidik. Baik Prof Arsa dan Ayah Ibnu adalah pensiunan staf pengajar di bagian Bedah.
Prof Arsa di bagian Bedah Saraf. Untuk event simposium besar, beliau masih sering diminta memberikan plenary lecture.
Eyang Ibu sudah selesai makan siang. Tante Dewi, Mamanya Liya menyuapi dengan telaten. Aku jadi lebih tenang ketika akan pamit untuk visite bangsal.
Eyang tampak bersemangat dan ingin segera pulang. Tapi kami masih membujuk untuk diobservasi sampai benar-benar diperbolehkan pulang oleh Prof Rizal, Orthopedist.
Dengan berat hati aku meninggalkan Eyang untuk visit pasien. Setelah makan, beliau tampak mengantuk dan ingin tidur siang. Kami satu sama per satu pulang. Di kamar perawatan, ada adik sepupuku, Liya yang menemani Eyang sampai nanti malam bergantian dengan adikku, Ibe.
Aku mulai visit dari lantai delapan. Beberapa kali aku memaksakan diri untuk menulis dan tanda tangan bukti visit di buku absen manual.
Sebenarnya sudah ada alat sensor jari untuk absen dokter di era canggih seperti ini. Tapi entah kenapa manajemen RS juga memberlakukan tanda tangan manual dengan alasan untuk memback up data.
"Dokter Hayyan kenapa? Tangannya sakit Dok?" Mas Tito, perawat Edelweiss yang menemani visit, melihatku menahan nyeri saat menulis.
Tanganku masih terasa ngilu, akibat gigitan si kucing betina. Karena itulah, tadi pagi saat Keyzia telepon, aku langsung meminta dia jadi asisten dadakan.
Sementara tanganku bisa istirahat sejenak. Niatku hanya ingin menjadikan dia asisten untuk dua minggu saja. Aku juga mau mengajari dia agar tidak bertindak bar-bar seperti kejadian tadi pagi.
"Cuma kecelakaan kecil aja, To."
"Wah. Apa terkilir habis main tenis, Dok? Semoga cepat sembuh, Dok."
"Terima kasih." aku mengulas senyum.
Pasienku hanya lima orang di ruang Edelweiss. Masih banyak pasien di ruangan lain. Selesai visit, aku masih duduk di nurse station. Memastikan kembali program untuk semua pasienku hari ini, berjalan dengan baik.
Mataku tidak sengaja menangkap sebuah buku saku berwarna merah muda di atas meja. Warnanya cukup eye catching.
"Itu buku siapa, Mbak Dewi?"
Rasa ingin tahuku menyelinap.
Ners Dewi menjawab dengan sesuatu yang tidak aku duga sebelumnya.
"Itu punya dokter Zia, dokter yang semalam jaga bangsal. Tadi saya cuma berani lihat sampai halaman sampul depan karena takut isinya penting. Sudah diwhatsapp, katanya besok baru mau diambil."
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE MANNER
RomanceTreat someone like you want to be treated. Love someone like you want to be loved. Do not harm someone like you do not want to be harmed. Perlakukan seseorang seperti kamu ingin diperlakukan, Cintai seseorang seperti kamu ingin dicintai, Jangan...