DUA PULUH EMPAT

16.4K 1.6K 74
                                    

"Bahagia itu sederhana,
Ketika kita saling bersisian,
dan memejamkan mata.

lalu bersama terjaga,
ada kamu yang setia disana,
menatapku penuh Cinta."

***


IBNU HAYYAN

Alarm ponsel milikku berbunyi berkali-kali, tapi aku tidak juga terjaga. Aku baru mengetahui, setelah separuh membuka mata dan menatap jam di layar ponsel. Sudah jam 03.30 dini hari dan alarmku dalam kondisi mati.

Niatku untuk bangun sebelum Shubuh, terhalang oleh nyamannya pendingin ruangan dan pelukan hangat dari istriku. Ku meraba bantal serta guling di sampingku. Aku mengumpulkan kesadaranku penuh.

"Assalaamu'alaikum Abang."

Ada wajah Zia tersenyum di antara guling yang menutupi sebagian pipinya. Tepat di sampingku.

"Wassalamu'alaikum istri Abang."

Cup.

Apa aku sekarang ini sedang bermimpi. Tidak biasanya Zia mulai mencium pipiku lebih dulu. Kalau memang ini hanya mimpi, aku rela tidak akan bangun sampai adzan Shubuh tiba.

Aku juga enggan untuk cuci muka supaya kecupan manis istriku tetap tertinggal disana.Tapi yang barusan ini, sepertinya bukan bunga tidur. Karena tiba-tiba aku merasa nyeri di lengan kanan. Karena sesuatu?

"Zia gigit Abang lagi, ya?" Aku menatap lengan tangan kananku yang berwarna kemerahan.

Tanpa merasa bersalah, Zia mengangguk. "Iya habisnya HP Abang dua-duanya berisik. Sudah alarmnya bunyi kenceng. Tapi Abang nggak bangun. Zia akhirnya gigit tangan Abang, baru Abang buka mata. Tapi Zia barusan sudah cium Abang buat minta maaf."

"Permintaan maaf Zia, Abang tolak. Kecuali kalau ciumnya di bagian ini."

Aku menunjuk bibirku yang tersenyum nakal dan malah disambut dengan wajah cemberut dari Zia.

"Nggak mau bagian itu. Zi belum siap, nanti yang ada malah Abang keenakan."

Aku tertawa. Iya juga sih. Aku yang nanti nggak bisa menahan hawa pengantin baru. Meskipun kami sudah halal melakukan lebih dari sekedar hugging and kissing, tapi Zia tampak belum sepenuhnya nyaman bersamaku.

Dia masih canggung dan kikuk. Apalagi setelah semalam aku sengaja merangkul punggungnya saat tidur. Aku membiarkan setiap hela nafasku meniup anak rambut di atas keningnya.

Zia hanya bertahan selama beberapa menit dan berulang kali berusaha melepaskan lenganku. Sementara aku, pura-pura tidur. Dia sudah seperti anak buah kapal yang tertangkap oleh kapten bajak laut tampan sepertiku.

Tenaganya kuat juga, supaya bisa lolos dariku. Meskipun tubuhnya mungil, tapi gigitannya bisa membuat tulangku ikutan linu.

"Abang, maaf Zia sudah salat Tahajud duluan. Tilawah juga sudah dapat empat lembar. Tapi lihat Abang masih tidur, Zia jadi ikutan ngantuk lagi."

Tunggu dulu. Jadi siapa yang saat ini berperan sebagai malaikat dan siapa yang menggoda ke arah keburukan.

"Maaf ya Sayang, Abang kalau kecapekan memang suka susah bangun. Padahal kalau terima telepon dari rumah sakit, bisa langsung diangkat. Mungkin karena Abang pasang ringtone khusus untuk panggilan rumah sakit."

"Ya udah, kalau gitu Abang pasang alarm bunyi khusus juga, biar bisa bangun sholat malam bareng sama Zia." Zia sesekali memejamkan mata, hampir tertidur di sampingku.

Aku masih ingin menjahilinya lagi. "Nanti rekamin suara Zia aja ya, buat ringtone alarm HP Abang. Nyanyiin lagu romantis, biar Abang langsung bangun."

"Boleh. Kalau kata teman-teman Zia. Suara Zia itu bagus kalau nyanyi. Miriplah sama kaleng bekas cat yang sudah rombeng."

LOVE MANNER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang