EMPAT PULUH DELAPAN

13.7K 1.2K 111
                                    

"Kita berdua
yang akan
menulis tinta,
melukis kisah,

merajut bahagia,
menasbihkan Cinta

sampai kelak
kaki kita melangkah
bersama di Surga."

**

KEYZIA

Banyak hal indah yang telah Allah berikan untukku. Allah memberiku Bang Hayyan, seorang suami yang penyabar dan penyayang.

Allah juga menitipkan kehidupan baru dalam rahimku. Menjadi saksi perjalanan cinta kami berdua. Merajut keyakinan bahwa Dia mempertemukan kami dengan cara terindah.

Dua orang yang sama-sama patah hati, dipersatukan dalam satu ikatan suci pernikahan. Seiring dengan waktu, rasa cinta itu tumbuh semakin dalam di hati kami.

Mungkin usia pernikahan kami belum genap satu tahun. Masih terlalu awal mengenali rasa yang semakin bermekaran bak musim semi. Namun ujian yang kami lalui, menjadikan kami lebih dekat satu sama lain.

Semakin hari aku semakin mencintai suamiku. Terlebih setelah usia kehamilanku menginjak 20 minggu, ada saja kelakuan lucu Abang yang membuatku tersenyum.

Hampir setiap hari abang memintaku menimbang berat badan. Ia sampai membeli timbangan digital yang mahal. Tidak hanya itu, abang juga mengukur lingkar perutku dan mencatatnya. Kata abang, berat badanku harus bertambah selama hamil.

Jujur di awal masa kehamilan, nafsu makanku menurun. Mual tapi tidak sampai muntah. Aku lebih suka makan kentang tumbuk, dibandingkan dengan nasi. Entah kenapa aku juga tidak berminat makan sayur dan buah. Inginnya ngemil kue kering bertabur coklat dan kacang almond. Tapi  kebanyakan makan kacang, jadi membuat wajahku berjerawat.

Karena mulai bertambah parah dan membuatku jadi kurang percaya diri, akhirnya abang menemaniku ke dokter Susi. Beliau dokter kulit di RS tempat kami bekerja. Pengaruh hormon kehamilan memang berbeda-beda pada setiap orang. Bersyukur wajahku mulai kembali seperti semula. Hanya sedikit bekas jerawat yang tampak.

"Kamu cantik, Keyzia." Aku berusaha mengafirmasi positif di depan cermin.

"Iya cantik. Sampai membuat Abang nggak bisa berpaling ke lain hati." Abang mengecup pipiku dan menaruh dagunya di bahuku. Suamiku dan gombalan recehnya adalah sahabat karib.

Akhir pekan kali ini, aku dan abang di rumah saja. Menghabiskan waktu untuk perawatan wajah bersama. Aku mengoleskan masker ke wajah abang.
Abang ganti mengoleskan masker ke wajahku.

Kami tidur bersisian sambil bercerita.
Abang menunjukkan foto-foto jadul di layar ponselnya. Ya ampun, abang lebih keren sekarang deh, setelah menikah sama aku. Jadi lebih terawat. Dulu ternyata pas masih mahasiswa, Abang badannya kurus. Pantas saja tidak ada yang melirik. Aku terkekeh geli.

"Sayang, coba cari di foto ini. Abang yang mana?"

Aku mengamati foto mahasiswa baru yang duduk di atas rumput. Aku sampai berulang-ulang membandingkan wajah di foto itu dengan wajah abang yang masih menatapku sambil tersenyum jahil.

Berulang kali aku menebak, ternyata orang di foto itu bukan abang. Tuh, aku kan jadi malu karena salah menebak suami sendiri. Tapi memang semua wajah disana, potongan rambutnya mirip semua. Dulu kata Abang, semua mahasiswa laki-laki harus potong rambut model ABRI.

"Udah ah, Zi nyerah. Sudah dua kali tebakannya salah."

Abang mengacak puncak kepalaku karena berhasil membuatku kesal. "Abang memang pas nggak ada di foto itu, Zi."

Hah? Ih. Tambah kesal deh aku.

Abang tertawa lepas.

"Terus kalau nggak ada di foto, ngapain minta Zia nebak." Aku merajuk.

LOVE MANNER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang