"Ibu,
Aku selalu merindu,
saat masih bersamamu.
kelembutan,
kesabaran,
dan senyumanmu.kini aku membawa dia,
pergi bersamaku,
berdo'a dan memohon restu.karena dialah yang
kelak kuinginkan,
untuk menjadi putrimu,
dan Ibu dari anak-anakku."(do'a Abang H)
***
KEYZIA
Malam ini tepat dua pekan sejak Abang melamarku. Aku berusaha bangun di sepertiga malam terakhir dan salat istikharah. Aku sadar mungkin saat ini ibadahku belum sempurna.
Dalam sujud panjang, kuselipkan bait-bait do'a. Bukan untuk diriku sendiri, tapi untuk semua orang yang kusayangi. Lalu muncul satu nama, yang kini mulai aku sematkan dalam pintaku.
Muhammad Ibnu Hayyan.
Jika memang dia lelaki terbaik yang Engkau takdirkan untukku, maka mudahkanlah jalan kami untuk bersatu dalam akad pernikahan. Namun jika dia bukanlah jodohku. Maka berikanlah untuk dia, perempuan terbaik untuk mendampingi hidupnya.
Aku masih terus berharap bisa mencintainya hanya karena Allah semata. Dia lelaki yang datang tiba-tiba, tanpa pernah aku duga dan tidak terencana sebelumnya. Kini perlahan tapi pasti aku mulai memasukkan namanya dalam do'a.
Ada jejak kekaguman yang Bang Hayyan tinggalkan. Ia selalu terlihat percaya diri dan bersinar. Sementara aku terlihat kecil dan tak tampak di tempat kami bekerja. Ilmu yang kukuasai juga hanya seujung kuku, sementara ilmu Bang Hayyan seluas samudera. Namun ia selalu punya cara untuk memotivasiku belajar.
Hari ini ada rasa gugup menyelimuti hatiku. Bang Hayyan memanggilku ke rooftop, tempat kami bertemu kedua kalinya. Ia bercerita mengenai gugatan malpraktek yang diajukan mantan kekasihnya. Aku hanya bisa mendengarkan, tapi dalam hati aku merasa sedih karena ia memutuskan untuk cuti sementara waktu.
Sebelum pergi praktek ke RS Avicenna, ia menjemputku di depan IGD. Ke depannya kami akan jarang bertemu. Karena itu ia ingin mengantarku pulang ke rumah.
"Zia, kita sudah sampai." Aku baru sadar mobil yang dikendarai abang, sudah menepi tepat di depan pagar rumah. Lampu luar masih gelap.
"Mama dan Papa kamu belum pulang?"
Bang Hayyan memperhatikan dari balik jendela mobil."Iya Bang. Mungkin kalau nggak ke rumah Kak Nara, Mama Papa main ke rumahnya Keyra. Rumah Kakak baru selesai direnov. Mama dari kemarin sudah nggak sabar mau lihat hasilnya."
Aku melepas seatbelt.
"Kamu sedih sendirian di rumah, my little Zi?"
Kedua bola mataku berputar ke arah abang. Barusan bang panggil aku apa.
"Kaget ya?" Abang tersenyum tipis tapi sudah membuat jiwaku menghangat.
"Itu panggilan khusus dari saya untuk kamu. Karena kamu terlalu mungil kalau berada dekat saya." Lalu Abang menunjukkan nama itu menjadi nama kontakku di ponselnya.
"Issh. Maksudnya little itu, aku pendek?" Wajahku berubah kesal.
Abang tertawa lepas. Sebahagia inikah ia bisa melihatku ngambek.
"Zi, jangan lupa sampaikan ke Mama dan Papa. Akhir pekan ini, Abang ingin silaturahim dan berkenalan dengan mereka. Itu juga kalau Zia nggak keberatan."
Ada rasa haru membuncah dalam dadaku, namun ada juga perasaan berbeda. Aku ingin tetap menjaga proses perkenalan kami dengan hal-hal yang tidak dilarang oleh syari'at. Sudah dua kali ini aku diantar pulang oleh abang. Kami hanya berdua di dalam mobil dan aku takut Allah tidak suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE MANNER
RomanceTreat someone like you want to be treated. Love someone like you want to be loved. Do not harm someone like you do not want to be harmed. Perlakukan seseorang seperti kamu ingin diperlakukan, Cintai seseorang seperti kamu ingin dicintai, Jangan...