"Makasih, ya, Kak."
"Iya, sama-sama. Nanti kapan-kapan boleh, lah, ya, collab lagi. Hehe."
"Dengan senang hati, Kak."
"Wa."
"Iya?"
"Gak apa-apa."
"Oh. Btw, makasih, ya."
"Sama-sama, Wa."Jiwa dan Riri masuk ke dalam gang, mulai menjauh dari mobil itu dan kini waktu untuk beristirahat.
"Jadi belajar bareng?"
"Jadi. Rumahmu aja."
"Baiklah."
"Nanti aku bawa jajan dari rumah, kamu gak usah repot-repot beli."
"Cocok."Keduanya pisah di depan rumah Jiwa, dengan ritual seperti biasanya ucapan salam sampai jumpa dan lambaian tangan.
Rowindy Aji...
Rowindy...
Kejadian tadi di mobil, masih saja dia ingat-ingat, ya, dia sengaja ingat-ingat karena ada heran di kepalanya dengan kejadian barang 3 detik itu, makna. Dia melangkah keluar ke teras, mengambil sapu yang ada di luar dan membersihkan kontrakannya itu. Sedikit olahraga menyapu membuatnya perlu mengibas-ngibas bajunya, gerah mungkin.
Hadeh, panas.
setelah memastikan sudut-sudut di ruangan itu bersih, dia segera meletakkan sapunya dan segera bergegas mandi.
Sekalian nyuci, aja, deh.
Masih jam berapa, sih?
Dia membuka ponselnya dan melirik sebentar jam lock screen, jam 4 lewat 50. Tidak dingin, malah gerah, dan nampaknya aman bagi dia jika ingin mencuci pakaian, hanya bisa berharap semoga kejadian yang lalu tidak terulang.
...
"Yud."
"Paan?"
"Gue pantes suka sama cewek, gak, sih?"
"Pantes, lah. Lu punya mantan cantik-cantik, Cok!"
"Apa yang membuat lu berpikir seperti demikian?"
"Secara, nih, cewek-cewek jaman sekarang lebih suka yang modelan kayak lu."
"Mangsud?"
"Lu cowok nakal, udah itu masalah fisik gak usah ragu, lah. Tinggi, putih..."
"Anjir, serasa ngomong sama gay."
"Cok!"
"Lampu merah."
"Sampai mana... Ah, lu tuh banyak yang suka aslinya."
"Iya, tahu. Tapi gue ngerasa gak pede kalau suka cewek."
"Ya, karena lu nyarinya yang modelan kayak Jiwa. Dia gak suka modelan kayak lu, kalau si Riri, nih, kayaknya emang suka sama lu beneran."
"Ya, emang."
"Yaudah sikat aja Riri. Mayan 11 12 sama temennya."
"Gak mau."
"Kenapa?"
"Udah gak perawan."
"Anjir! Gila lu kalau ngomong."
"Serius, mantannya pernah cerita sama gue kalau Riri gampangan."
"Cok!"Tiba-tiba Yud injak rem dengan tanpa aba-aba pelan sebelumnya.
"Kang bakso sialan."
Mereka melanjutkan perjalanannya, menuju rumah mereka yang tinggal beberapa menit lagi sampai. Yud dan Aji tidak sekomplek, tapi duluan komplek rumah Aji.
...
"Ulangan mulu perasaan."
"Namanya juga pelajar, Ri."
"Males amat."Mereka mengeluarkan buku pelajaran mereka, dan kini waktunya serius. Kali ini belajarnya tidak terlalu lama, karena materi yang disajikan buat ulangan besok sedikit. Mereka hanya bertukar jawaban lembar kerja siswa dan sedikit diskusi soalan yang sulit. Sambil sesekali mereka menyeruput teh masing-masing dan mengambil biskuit cokelat yang tadi Riri bawa.
"Btw, aku mau curhat masalah Windy."
"Widih, curhat."
"Kenapa?"
"Baru pertama kali ini aku denger kamu ngomong curhat."
"Dih."Mereka menyegerakan untuk mengakhiri belajarnya, dan tiba saatnya santai-santai untuk mereka yang sudah lelah seharian di danau.
Riri langsung melompat ke kasurnya Jiwa, dan merebahkan badannya di atasnya, serasa di rumah sendiri, kalau Jiwa dia duduk di kursi belajarnya dan memutar kursinya ke arah Riri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jiwa yang Sepi
Teen FictionJiwa adalah pribadi yang sederhana, berparas cantik, dan menggoda. Mungkin sebab itu mantan kekasihnya mau dengan Jiwa. Namun, karena mantannya pula dia perlu mengubah beberapa sifat kesederhanaannya menjadi sedikit emosional. Ditambah lagi dengan...