#22 End

9 3 0
                                    

Apa yang dirasakan Aji? Sebuah keresahan dalam hatinya, apa salahnya yang sebenarnya? Apakah hanya karena dia menyamar menjadi seorang wanita maya?

Dia berseluncur dengan tanpa gairah, setiap rodanya mungkin berputar dengan lancar, tapi dirinya tidak merasakan sedang berjalan, dia merasa berhenti. Dia hanya bisa masuk ke dalam kamarnya dan duduk meratapi apa yang salah selama ini dengan kebohongan kecilnya.

Apa sudah tidak ada maaf bagiku?

Sudah tidak ada Windy lagi, sekarang Aji yang akan mendengar keluh kesahmu.

Aku tidak akan menuntut cintamu, yang kumau hanya kita yang baik-baik saja.

Dia mengirim kata-kata itu dalam pesan whatsapp kepada Jiwa. Seseorang menelepon Aji, dia tidak mengangkatnya. Dia menelepon lagi.

"Gue gak mau ikut party an**ng!"

Sekalimat dia ucapkan dan lalu air mata menetes dari matanya.

"Apa aku tidak boleh bahagia!?
"Apa aku tidak boleh mendapat teman yang baik!?
"Apa salahku!?"

Air mata itu jatuh diiringi teriakan yang menggema di ruangannya, membuat dirinya mendengar kekesalannya sendiri. Dan untuk pertama kalinya dia menangisi sebuah hubungan, dia menjadi Aji yang sebenarnya, dia adalah rapuh, dia berperasaan sama seperti manusia umumnya, dia bukan pria jahat, dia hanya orang baik yang tidak mengakui kebaikannya.

Kita gak akan pernah baik-baik saja.

Kamu memang baik, kamu bukan laki-laki yang selama ini ada dalam gambaran otakku.

Kamu laki-laki yang berbeda. Tapi sayangnya aku akan menanggung malu jika harus lama lagi bersamamu.

Jiwa mengatakan itu, tapi hanya dalam hati dia berani mengutarakannya, dia tidak menjawab pesan itu. Dia masih sibuk bersandar dengan pintu dan menghabiskan tangis yang sedari awal tidak kunjung kuras.

"Kenapa saat aku mencoba akan bahagia ada saja yang membatasinya?"

Sore itu hanya dia habiskan dengan kosong, bahkan makan dia tidak, ganti baju dia tidak pula. Paginya dia tidak nafsu berangkat sekolah, tapi dia tetiba teringat ibunya. Dia tidak mau hanya karena masalah ini perlu membuat dirinya mengorbankan perasaan ibunya, jika tahu Jiwa bolos sekolah, ibunya akan hancur, bahkan untuk barang sehari. Maka dia berangkat dengan hanya mandi dan berpakaian, tapi dia belum sarapan.

Saat dia keluar ternyata sedari tadi sudah ada Aji menunggu di terasnya. Dia ingin masuk lagi tapi tangannya berhasil diraih Aji. Jiwa tidak suka ini, berusaha memberontak dia tidak bisa, kedua tangannya dipegang oleh Aji.

"Lihat aku, Wa."

Aji menarik Jiwa, dia menggenggam kedua tangan kecil Jiwa, mereka bertatap-tatapan sekarang dan air mata jatuh dari mata bulat Jiwa.

"Maafin aku, aku selama ini bohong, tapi selama ini kebohonganku demi kebaikanmu. Aku bohong agar kamu punya teman curhat, aku kasihan sama kamu gak ada tempat curhat. Windy yang tahu segala kekesalan kamu, kesedihan kamu, dan sekarang Aji yang akan menggantikan Windy."

Jiwa hanya menatap mata Aji, tapi tidak ada pikiran apapun di dalam benaknya, dia sibuk menangis dan menahan malu.

"Aku wanita buruk."

Jiwa mendekat, mendekap, tiba-tiba tangisnya mengeras dan dirinya mendekap tubuh Aji, dia memeluk Aji dengan erat, dia menumpahkan air matanya itu.

"Aku buruk, aku gak layak, aku bukan manusia."
"Gak, Wa. Kamu baik."

Tangan Aji membalas dekapan Jiwa, Aji mencoba menenangkan Jiwa, Jiwa masih menyembunyikan wajahnya dalam dekapan itu, jaket Aji basah karena air mata Jiwa tumpah di pelukannya.

Jiwa yang SepiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang