Berjalan di malam sunyi, sendiri dan dingin adalah sesuatu yang asing baginya. Bahkan sesuatu yang malah mengingatkannya pada kenangan kecil bersama Riri. Tapi bagaimanapun dia harus bisa belajar untuk memperkuat diri, seseorang yang bangkit dari kesedihan maka dia sedang menuju kebahagiaan, hukum alam menurutnya.
Sepi, tumben.
Memang sedikit sepi, tapi masih ada orang, mungkin karena bukan malam sabtu atau minggu.
Nunggu Aji apa langsung beli aja, ya?
Dia tadi ada janji memang, tapi tidak membahas untuk membeli jajan bareng, hanya ingin ketemu Aji bilang. Tapi Jiwa tidak mau gegabah, dia duduk di sebuah kursi taman panjang dekat penjual kebab itu, tapi dia tidak tahu Aji akan muncul dari mana karena Jiwa tidak paham letak rumah temannya itu.Jadi dia hanya membolak-balik pandangannya dan berharap seseorang yang dia cari segera muncul. Dan benar dari arah kanan seseorang dengan memakai kaos hitam dan celana pendek, serta tangan yang diperban sedang naik skateboard, dia kira tadinya Aji hanya bercanda masalah skateboard. Terlihat si lelaki kaos hitam itu mengamati seujun trotoar dan Jiwa hanya melihatinya, dia tidak memanggil Aji, sengaja. Saat Aji sadar bahwa orang yang dia cari sedari tadi mengamatinya, dia langsung tersenyum dan dibalas temannya itu.
"Kok gak manggil aku, kamu?"
"Pingin lihat skill skateboard kamu, eh ternyata gak bisa freestyle."
"Bisa, cuman lagi sakit."
"Pfftt..."
"Ih, gak percaya."
"Kenapa gak sekolah bawa skateboard aja."
"Jauh."
"Ke sini juga jauh, kan?"
"Enggak, rumahku itu di sana perempatan ambil kanan nanti ada gang lumayan besar, nah masuk sana."
"Pantesan suka lewat depan rumahku."
"Tahu aja, kamu. Btw, kamu belum beli kebabnya?"
"Belum."
"Lah."
"Nungguin kamu."
"Oh."Aji duduk di sebelah Jiwa dan meletakkan skateboard-nya di sebelah kursi.
"Sana beli," sembari mengacungkan uang.
"Pedes gak?"
"Iya."
"Oke."Keren, Jiwa mau disuruh Aji dan tanpa sebuah pikir panjang. Aji mengamati Jiwa yang di matanya selalu berbeda pagi, siang, malamnya, dan malam sepertinya yang paling cantik auranya. Dengan sebuah hoodie dan jepet di rambutnya, serta poni depan yang selalu membuatnya nampak manis dan lucu.
Aku tidak akan menuntut hubungan asmara lagi di antara kita.
Aku hanya ingin bisa jadi teman kamu. Seperti Windy, tapi yang bisa kamu sandari pundaknya.
Jiwa kembali dan duduk lagi di kursinya, pada posisi yang sama seperti tadi.
"Nih, Kak."
"Makasih, ya."
"Iya."
"Wa."
"Hm?"Mulutnya masih penuh dengan kebab yang barusan dikunyahnya, dengan seperti itu dia malah terlihat tambah manis dan lucu, pipinya mengambang bibirnya manyun. Aji tentunya malah tertawa melihat ekspresi temannya.
"Telen dulu, Wa."
Jiwa tertawa malu dan menelannya.
"Ehe, maaf, Kak."
"Cantikan pas lagi makan tadi."
"Dih."
"Gimana instagram kamu."
"Rame."
"Jadi selebgram deh."
"Makasih ya, Kak, udah ngajak collab."
"Iya, sama-sama. Kalau Riri gimana, ya?"
"Telepon aja."
"Kamu yang temennya."
"Kapan-kapan aja kita vc bareng."
"Kita?"
"Iya."
"Lanjutin sana makannya."Jiwa memang gemar dengan makanan yang satu ini, dia tidak akan peduli dalam kondisi apa atau dalam suasana apa, kalau sudah makan kebab harus dilahab sampai selesai.
"Kayak orang kelaperan."
"Emang laper."
"Kenapa gak makan nasi."
"Sama aja kayak kebab, mending kebab sekalian."
"Orang Indonesia kalau belum makan nasi belum kenyang."
"Udah makan tadi sore."
"Pantes badanmu kecil, makannya aja dikit."
"Kecil gini kamu suka aku."
![](https://img.wattpad.com/cover/250312177-288-k213071.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jiwa yang Sepi
Teen FictionJiwa adalah pribadi yang sederhana, berparas cantik, dan menggoda. Mungkin sebab itu mantan kekasihnya mau dengan Jiwa. Namun, karena mantannya pula dia perlu mengubah beberapa sifat kesederhanaannya menjadi sedikit emosional. Ditambah lagi dengan...