Prolog

95 16 2
                                    

Tangannya yang hangat menggerayah tubuh Jiwa dengan romansa di sela jari-jarinya, malam yang dingin dihangatkan oleh panasnya adegan Jiwa dan mantan kekasihnya tersebut, yang merangkul Jiwa lembut dengan manis madu romansa dan melarutkannya di atas ranjang nyaman yang hanya berdua penikmatnya.

Rekam ingat itu menjadi sebuah titik tangis, kala Jiwa mencoba mengingatnya kembali masa kini, waktu di mana dia merasa terlindungi oleh cinta, dan diyakinkan bahwa bercumbu adalah tanda cinta, yang sepatutnya tak pantaslah diingat tentunya. Walau ingatan itu lalu-lalang melulu, tentang mata tajamnya, senyum pikatnya, putih wajahnya dan rambutnya yang pirang oleh semir mahal yang agaknya lebih mahal dari harga diri Jiwa sebagai manusia yang hanya mengikuti ini dan itunya Tuhan. Ya, wajar saja kalau dia belum betul melepaskan wajah itu dari dinding ingatannya, sebab perpisahannya baru 2-3 minggu lampau, dan itu adalah 3 hari setelah penyesalannya di atas ranjang bersama si yang tidak mau Jiwa sebut lagi namanya.
Benar-benar tidak ingin sebut namanya, sebut perihal apa perpisahannya dan mungkin pula sebut perihal kisah rajut hubungan mereka berdua, terlebih ini adalah hubungan cinta terlarang pertama Jiwa dan belum pernah berpikir untuk ada yang kedua atau seterusnya.

Jiwa yang SepiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang