Two

2 1 0
                                    

•••

“Tidak bisa!!” suara tegas itu terdengar sangat ketus, bahkan ia sama sekali tidak menatap lawan bicaranya.

“Kenapa? Aku berjanji hanya akan pergi sebentar, aku merindukan mereka”

“Nanti saja!”

Brakk..

          Saka membanting keras pintu kamarnya sambil melangkah pergi, mengabaikan Arisha yang memanggilnya berulang kali dengan suara parau. Kakinya terasa lemas dan ia ambruk ke lantai begitu saja. Air matanya jatuh dengan sangat deras. Dadanya terasa sangat sesak.

           Matahari yang hangat menyapa pada pagi hari ini ternyata tidak sehangat hubungan pasangan ini, kenapa harus pertengkaran yang menjadi awal hari mereka?. Hanya karena ingin pergi ke rumah orangtua, Saka sama sekali tidak mengizinkan Arisha untuk pergi. Entah apa alasannya. Berulang kali Arisha meminta izin dan memberikan berbagai alasan,  bahkan berbagai janji, Saka tetap tidak mengizinkannya.

            Demi apapun, gadis ini ingin pergi  dari tempat ini segera. Ia sudah bisa membayangkan bagaimana perasannya jika ia berhasil keluar dari sini. Bahagia dan bebas sudah sangat jelas dalam bayangannya. Menghirup udara kebebasan yang selama ini tidak ia dapatkan. Membayangkannya saja sudah membuat perasaannya sangat senang.

            Padahal barusan adalah kesempatan emas bagi Arisha untuk berbicara dengan Saka. Karena, seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, kalau Saka akan pergi dari rumah sepagi mungkin dan pulang selarut mungkin. Entah apa yang dia lakukan sepanjang hari, Arisha bahkan tidak pernah menanyakan itu.

              Dan entah kenapa hari ini Saka terbangun bersamaan dengan Arisha. Bukan sapaan manis dan romantis yang mengawali hari mereka, tentu bukan pertengkaran ini yang Arisha harapkan. Pernikahan sangatlah sulit baginya. Sekarang ia merasa sudah berada diambang batas kewarasan dan hampir gila.


•••

            Sementara itu, Saka pergi dengan wajah dingin tanpa ekspresi melewati semua asisten rumah tangga yang menyapanya. Bahkan seperti biasa, melewatkan sarapan yang sudah disiapkan,dan dia langsung menaiki mobil mercedes miliknya yang terpampang di halaman depan rumah.

“Sial”

Umpatnya seraya memukul kemudi mobil sebelum ia menyetir kendaraannya dengan kekesalan yang ada. Rasanya sangat sesak dan tubuhnya sudah merasa gerah padahal ia baru saja mandi.

Kenapa dulu aku menuruti untuk menikahi wanita itu? Kenapa aku tidak berontak saja? Atau kenapa aku tidak kabur saja? Kenapa aku harus menyakitinya?”

              Saka menatap jalanan masih dengan kekesalan, batinnya berdebat. Ini masih pagi tapi Saka sudah merasakan lelah. Jalanan dan semua hal dilalui nya membuat ia kesal, untung saja ia tidak kehilangan fokus.

             Mobilnya memasuki sebuah  komplek perumahan dimana hanya nampak rumah-rumah mewah dengan halaman yang luas sepanjang mata memandang, tidak ada yang namanya rumah orang-orang biasa dengan cat kusam ataupun mengelupas. Penghuni rumah-rumah disini pun bukan orang sembarangan. Sistem keamanannya pun sangat ketat, tidak sembarang orang bisa masuk.

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang