Nineteen

1 0 0
                                    

•••

            Semua orang terdiam, taka da yang berbicara sepatah kata pun, bahkan hanya terdengar suara setiap hembusan napas dan suara mesin mobil. Semuanya lelah dengan hari yang sudah dilewati hari ini.

           Matthew yang fokus menyetir untuk perjalanan pulang kali ini sedari tadi tak banyak bicara. Bahkan untuk sekedar menoleh atau melihat keadaan dua orang yang duduk di belakangnya pun tidak. Arisha membiarkan Saka menyandarkan kepalanya di pundak Arisha. Saka tertidur lelap setelah drama di tempat makan tadi.

            Gadis ini juga tak melepaskan genggaman tangan Saka yang sangat erat sambil sesekali mengusapnya lembut. Memposisikan dirinya sebagai Viola atau siapapun itu asalkan Saka bisa membuat suaminya itu merasa nyaman.

             Hampir tengah malam dan mereka masih dalam perjalanan, jam makan malam dan makanan yang sudah dipesan Arisha dan Matthew tadi tidak jadi mereka makan. Mereka memutuskan untuk langsung pulang setelah melihat keadaan Saka yang tidak memungkinkan untuk membawa mobil sendiri.

              Entah apa yang terjadi jika ayahnya Saka mengetahui hal ini, mungkin beliau akan sangat marah dan kembali memarahi Saka dengan berbagai kata-kata yang mungkin akan lebih menyakitkan. Arisha tidak ingin membiarkan itu terjadi lagi, sebisa mungkin ia ingin membantu menyembunyikan ini semua.

•••

         Seorang penjaga rumah langusng membukakan pintu rumah begitu Matthew membunyikan klakson. Rumah nampak sangat sepi karena wajar saja ini sudah dini hari, dan mereka baru saja tiba di rumah yang sudah memberi Arisha kenangan selama ini.

         Matthew dibantu seorang penjaga rumah tadi lekas membopong Saka yang lemas dan setengah sadar untuk dibawa masuk ke dalam kamarnya. Arisha juga mengikutinya dari belakang, memastikan semuanya baik-baik saja.

“Sekarang, kau juga harus beristirahat dan aku harus pulang. Kalau kau butuh bantuan, kau bisa menelponku” Matthew tersenyum, namun Arisha bisa melihat wajah lelah yang tergambar dengan jelas.

“Kenapa tidak menginap saja? Kau juga pasti sangat lelah, kau bisa menggunakan kamar sebelah. Aku akan membereskannya sebentar”

“Tidak perlu. Aku lebih nyaman tidur di rumahku sendiri”tolak Matthew halus membuat Arisha tidak bisa mengatakan apa-apa lagi selain mengangguk membiarkan Matthew untuk pulang ke rumahnya.

“Aku benar-benar berterima kasih” ungkap Arisha begitu Matthew melangkahkan kakinya meninggalkan kamar. Laki-laki ini menoleh sejenak lalu tersenyum dengan lebar dan mengangguk kecil, lalu mengisyaratkan agar Arisha segera beristirahat.

           Pandangan Arisha terus tertuju pada Matthew sebelum akhirnya pintu kamar tertutup. Gadis ini menghela napas panjang lalu duduk di atas kasur dan memandangi Saka yang sedang tertidur pulas. Matanya memandang seluruh ruangan kamar ini dan memandangi koper yang sudah berdiri rapi di dekat pintu.

Aku kembali lagi kesini

            Jujur saja, ini sangat berat bagi Arisha. Saat ini ia ingin meninggalkan rumah ini namun Tuhan belum menghendakinya. Ia tidak bisa meninggalkan Saka dalam keadaan seperti ini. Mungkin besok pun keadaan Saka belum akan membaik. Setidaknya ia akan berada di rumah ini kalau dirasa semuanya sudah baik-baik saja seperti semula.

             Tubuhnya sangat lelah dan lemas namun ia tidak bisa tidur. Memejamkan mata pun tidak membuatnya tertidur pulas. Jam di dinding terus bergerak, dan kini sudah menunjukkan pukul lima pagi.

            Suara asisten rumah tangga yang mulai melakukan tugasnya masing-masing mulai terdengar. Dan hal itu lantas semakin membuat Arisha tidak bisa tidur karena ia tidak suka dengan suara bising.

           Sesaat kemudian ia memutuskan untuk pergi ke dapur, menyiapkan beberapa makanan untuk meredakan pengar sang suami dan sedikit memulihkan kondisinya yang sangat mengkhawatirkan.

“Nona, bagaimana keadaan Tuan?” tanya sang asisten rumah tangga yang biasa bertugas menyiapkan menu makanan dan sering berbelanja ditemani Arisha.

“Sepertinya dia sangat kelelahan Bi, aku tidak tega melihatnya” Arisha menyahutinya sambil menahan tangisan, apalagi ketika sang lawan bicara yang tiba-tiba meraih tangannya dan mengusap-ngusapnya sambil tersenyum getir.

“Kau sungguh sangat baik. Kami tidak ingin kau meninggalkan rumah ini. Dan kami minta maaf karena mendengar tentang perpisahan itu. Itu tidak benar kan?”

“Bi, doakan saja yang terbaik untuk ku dan Saka. Mungkin ini yang terbaik” lagi-lagi Arisha harus menahan sakit yang luar biasa, menahan air matanya untuk tidak keluar dan menunjukkan ketegaran dalam dirinya karena disaat yang sama, sang asisten rumah tangga itu langsung memeluk Arisha dengan sangat erat sambil menangis.


•••

         Makanan sudah tersaji di meja makan terutaman menu makanan untuk Saka. Arisha melangkahkan kakinya untuk kembali ke kamar setelah ia berkutat di dapur seraya melihat keadaan Saka.

          Begitu membuka pintu kamar, ia melihat Saka yang sudah terduduk di ranjang dan kini sedang menatapnya. Tatapan yang tidak bisa Arisha artika, tatapan yang sangat misterius yang membuatnya sedikit ketakutan.

“Aku sudah menyiapkan sup hangat untukmu” kata Arisha dengan sedikit terbata-bata, takut kalau ia salah bicara

“Bagaimana ayahku? Apa dia mengetahui ini?” suara Saka sangat kecil hingga mengharuskan Arisha untuk mendekati Saka

“Tidak, ayah dan ibumu tidak tau”

“Mobilmu mungkin siang nanti akan sampai” sambung Arisha yang hanya dibalas anggukan oleh Saka, sepertinya Saka masih dalam keadaan mabuk dan belum sepenuhnya sadar. Dan Arisha membiarkan itu.

           Tapi dibiarkan pun membuat Arisha semakin cemas. Apalagi yang dilakukan suaminya seharian ini hanya berdiam diri di kamar dan melamun. Berulang kali menyalakan handphone lalu mematikannya kembali selang beberapa detik.

          Arisha berinisiatif dengan membawakannya makanan ke dalam kamar, namun Saka sama sekali tidak memakannya. Hanya minum sedikit air putih dan itu pun setelah Arisha sedikit memaksanya.

          Saka benar-benar sedang tidak baik-baik saja. Dengan keadaan yang seperti ini, tubuh Saka terlihat kurusan dan wajahnya terlihat sedikit lebih tirus dari sebelumnya. Tidak banyak bicara dan bahkan semua panggilan atau pesan masuk semuanya ia abaikan.

            Karena yang ada di pikiran Saka saat ini adalah tentang Viola. Satu minggu tenggat waktu yang diberikan Viola sudah terlewati begitu saja. Dan semua akses untuk menghubungi Viola pun sudah di blokir. Selain menyangkut pekerjaannya, hal ini juga yang menjadi pikiran Saka.

            Ia tidak bisa menangis, rasanya sangat sulit untuk mengeluarkan air mata walaupun ia sangat ingin. Rasanya seperti seluruh jiwanya hilang, semuanya menghilang. Hanya ada satu yang tetap bersamanya ditengah kegundahan hatinya sekarang, yaitu gadis bernama Arisha.

           Gadis yang selama ini hadir di sampingnya namun selalu ia abaikan. Gadis yang selalu disakitinya dan dibuat menderita. Sekarang, gadis ini terlihat sangat cantik di mata Saka. Membuat Saka menggali kembali kenangan-kenangan buruk yang sudah ia perbuat pada Arisha dan tiba-tiba saja air matanya menetes. Sedikit demi sedikit lalu menjadi sangat deras dan tidak terhentikan.


—TBC—

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang