Thirteen

2 0 0
                                    

•••

         Setelah kejadian di rumah Edwin saat itu dan membuatnya beberapa hari ini tidak tenang, Saka memutuskan untuk membicarakan semuanya baik dengan Arisha ataupun Viola. Tapi jujur saja ia tidak tau apa yang harus ia lakukan. ia seperti tersesat dan kehilangan arah.

       Ia tidak mencintai Arisha dan tidak peduli dengan istrinya itu, tapi disisi lain ia takut menyakitinya, ia takut kehilangan sosok yang sudah terikat janji pernikahan dengannya dan ia takut kehilangan Arisha.

       Saka menyadari kalau dirinya sangatlah egois, ia lebih mementingkan kebahagiaan dirinya sendiri sementara ada orang yang ‘kehilangan’ karena dirinya.

      Walaupun setelah kejadian itu, mereka berdua tetap seperti biasa, saling mengacuhkan dan tak banyak bicara. Dan walaupun Arisha tidak banyak bertanya padanya, tetap saja Saka merasakan sesuatu yang berbeda setiap kali ia melihat Arisha.

      Sampai hari ini, Saka dan Viola belum bertemu lagi dan rencananya setelah pekerjaannya di kantor hari ini selesai, Saka akan menemui Viola di rumahnya.

•••

        Tepat pukul 11 siang, Arisha tiba di rumah kedua orangtuanya. Matanya berbinar dan wajahnya nampak bahagia saat melihat kedua orangtuanya sudah menyambutnya di depan pintu yang langsung memeluknya dengan erat. Sementara sang adik masih berada di kampusnya.

          Butuh kurang lebih 2 jam untuknya sampai di pinggiran kota di mana ia dilahirkan dengan naik bus. Ia sudah bilang pada asisten rumah tangganya, kalau ia akan kembali sebelum pukul 5 sore. Seperti yang sudah disepakati olehnya dan Saka.

          Ia juga mengirim pesan pada Saka untuk pertama kalinya, walaupun sampai saat ini Saka belum membacanya.

          Sudah hampir 5 bulan ia meninggalkan rumah yang menemaninya tumbuh besar itu, ia tidak henti-hentinya mengelilingi setiap sudut ruangan termasuk kamarnya. Sama sekali tidak ada yang berubah, hanya saja ia bisa melihat sebuah bingkai foto berukuran besar menempel di dinding ruang tamu, dimana itu adalah foto keluarga saat pernikahannya dengan Saka.

          Melihatnya saja membuat hati Arisha seperti ditusuk-tusuk jarum, rasanya sakit. Ia yang sedang tersenyum bahagia dalam foto itu seperti sebuah kepalsuan.

“Kau sangat cantik, suamimu juga sangat tampan. Kuharap kebahagian selalu menyertai kalian” kata seorang pria paruh baya berusia hampir setengah abad, yang tak lain adalah ayah Arisha. Beliau tersenyum pada putri sulungnya itu, sambil menepuk pundaknya.

“Terima kasih ayah, aku harap juga begitu”

        Walaupun rasanya sangat sesak, ia berusaha untuk tidak meneteskan air mata di depan kedua orangtuanya. Ia tidakmau membuat kedua orangtuanya merasa sedih. Dan setidaknya, senyuman ayahnya barusan berhasil menenangkannya.

        Setelah cukup lama ia memandangi foto tersebut dan beberapa foto yang terusun rapi dalam sebuah album, ia menghampiri sang ibu yang sedang sibuk memasak di dapur.

“Ibu kenapa banyak sekali?” tanya Arisha yang kaget melihat semua bahan makanan yang sedang di olah ibunya itu.

“Tidak apa-apa, ini spesial karena hari ini ulangtahunmu. Dan karena sekarang kau akan jarang ke rumah ini, jadi ibu menyiapkan semua makanan kesukaanmu”

“Tapi apa ini sangat banyak”

“Kalau tidak habis, kau bisa membawanya pulang untuk suamimu nanti” kata sang ibu tersenyum yang langsung membuat Arisha mengambil peralatan dapur lainnya lalu membantu sang ibu memasak.

        Meskipun sang ibu melarangnya dan menyuruhnya untuk diam saja atau tidur karena perjalanan jauh, namun Arisha tetap dengan keinginannya untuk membantu sang ibu. Ia tidak tega membiarkan ibunya kelelahan.

       Tepat hari ini adalah ulang tahun Arisha. Semalam ibunya menelpon dan meminta Arisha untuk merayakan ulang tahunnya bersama. Tentu saja itu langsung disetujui oleh Arisha, apalagi setelah Saka mengizinkannya untuk pergi ke luar. Semalam pun ia tak bisa tidur, karena sudah tidak sabar menanti hari ini tiba.

        Dan setelah 2 jam bergulat di dapur, masakannya pun sudah selesai di buat dan sudah tertata rapi di meja makan. Sang adik yang sudah dinantikan dari tadi pun, akhirnya datang. Dia membawa sebuah kotak berisi kue ulang tahun dan langsung meletakannya di tengha-tengah meja.

“Aku sangat merindukan kakak” kata sang adik yang langsung dipeluk erat oleh Arisha.

“Selamat ulang tahun” Cukup lama mereka berpelukan sampai sang ibu menyuruh untuk menyudahinya karena semua sudah siap untuk makan.

“Di hari ulang tahunmu kali ini, ibu berharap kau menjadi sosok wanita yang lebih dewasa dalam mengambil keputusan. Kuharap hidupmu selalu diberkahi tuhan”

        Satu persatu anggota keluarga mengucapkan doa dan perngharapan bagi Arisha, di mana ia juga tak melewatkan untuk ikut mendoakan kebahagiaan dirinya sendiri dan semua anggota keluarganya. Hanya itu yang Arisha pinta di ulangtahunnya kali ini.

        Mereka pun hanyut dalam kehangatan keluarga yang untuk sekarang sangat sulit bagi Arisha dapatkan. Makanya ia ingin menikmati momen-momen ini dan menikmati setiap momen kecil bersama keluarganya sebelum ia kembali ke tempat yang menjadi rumahnya sekarang.

•••

        Sementara di tempat lain, dua orang manusia sedang berhadapan di ruang tamu. Yang satunya sedang sibuk dengan kekhawatiran dan kepanikannya, dan yang satunya lagi hanya diam memperhatikan tanpa reaksi yang berarti.

“Bagaimana menurutmu? Dia tidak seperti yang aku pikirkan kan?”

“Aku tidak tau. Sekarang kenapa kau sangat mengkhawatirkannya? Kau bilang kau tidak mencintainya!”

       Viola beranjak dari tempat duduknya, ia dibuat kesal oleh Saka. Mereka sama-sama baru pulang bekerja, mereka sama-sama kelelahan karena seharian bergulat dengan pekerjaannya, dan kehadiran Saka kali ini tidak membuatnya senang. Baru kali ini Saka mengungkapkan kekhawatirannya tentang Arisha, bukan soal pekerjaan atau hubungan mereka.

“Bukan maksudku begitu, hanya saja  aku terlalu takut. Bukankah saat itu kita terlalu ceroboh?” Saka mengejar Viola hingga ke kamarnya

“Baiklah, aku minta maaf karena ceroboh. Kau sudah puas? Sekarang pulanglah, aku ingin sendirian” kata Viola dengan tatapan tegasnya, baru kali ini Saka mendapat tatapan sangat kesal dan ‘diusir’ oleh kekasihnya sendiri.

“Tidak. Aku tidak akan pulang, aku ingin bersamamu malam ini”

“Pulanglah….” Kata Viola lagi dengan nada memohon, sambil mendorong Saka keluar kamar perlahan. Namun Saka tidak menurutinya begitu saja, sudah dia bilang dia ingin bermalam dengan Viola hari ini.

          Saka menempatkan kedua tangannya di pipi Viola, lalu menciumnya. Viola berontak, namun semakin berontak ciuman Saka semakin dalam dan ganas, hingga mendorong Viola ke kasur.

         Tak sampai di situ, perlahan Saka membuka kancing kemeja Viola satu per satu tanpa tolakan dari Viola. Karena Viola yang menyadari hal itu pun, melakukan hal yang tak jauh berbeda dengan Saka. Ia membuka kancing kemeja kekasihnya itu persatu-satu hingga sekarang ia bisa melihat tubuhnya tanpa sehelai kain pun.

“Kau suka?” tanya Saka yang sesaat menghentikan ciumannya itu, Viola menyahutinya dengan menganggung pelan dan berdehem. Saka pun tersenyum, menyingkap beberapa helai  rambut di wajah Viola dan kembali menciumnya dengan sangat agresif.



—TBC—

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang