Three

2 1 0
                                    

•••

            Suara musik EDM saling bersahutan dan terdengar begitu berisik begitu masuk ke dalam sebuah klub malam. Seorang DJ di atas panggung sana bertanggung jawab agar hiburan yang diberikan bisa memuaskan para pengunjung. Termasuk Saka dan kedua sahabatnya yang sekarang sedang menikmati suasana sambil menyeruput minuman beralkohol yang mereka pesan.

            Seharian di kantor ternyata berhasil membuat Saka sakit kepala. Hari ini ia harus meeting dengan beberapa klien, belum lagi seharian ini dia harus menganalisis perkembangan cabang perusahaan yang dipegangnya.

             Sangat memuakkan, makanya ia dengan senang hati menerima ajakan kedua sahabatnya pergi ke tempat yang biasa mereka kunjungi jika sedang butuh hiburan. Dan ya, walaupun Saka tidak terlalu suka dengan pekerjaannya tapi dia sangat bertanggung jawab. Bahkan bisa dibilang ia disegani oleh bawahannya.

"Matt, aku mau seperti ini saja setiap hari. Minum dan nikmatin hidup tanpa harus pusing memikirkan pekerjaan dan wanita itu" ungkap Saka pada salah satu sahabatnya yang bernama Matthew Adam. Dan biasa Saka panggil Matt dan Edwin dengan Ed.

          Matthew yang sedang meneguk bir sambil memperhatikan wanita-wanita di dalam klub langsung mengalihkan perhatiannya, termasuk juga Edwin. Mereka berdua menatap Saka yang sedang menundukkan kepalanya sambil memutar-mutarkan jarinya di bibir gelas.


"Kau mikirin gadis itu?"

"Bukannya kau sudah bilang ya, kalau kau sama sekali ga peduli sama dia?"

         Saka mengangkat kepalanya saat mendengar pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari mulut kedua sahabat karibnya itu. Masalah pekerjaan Saka sepertinya tidak terlalu penting untuk dibahas, karena 'wanita itu' lebih menarik di telinga Matthew dan Edwin.

"KemarJn aku bertengkar dengannya"
Jelas, kalimat itu berhasil membuat dua orang yang menjadi lawan bicara Saka terkejut. Bukankah Saka bilang pada mereka kalau semenjak satu rumah, mereka jarang mengobrol bahkan hampir tidak pernah mengobrol apalagi sampai timbul pertengkaran.

"Aku sudah muak. Harus aku apakan wanita itu? Aku ingin pisah terus menikahi Viola"

"Tinggal pisah saja, gampang kan? Toh selama pernikahan, kau juga selalu ngabisin waktu sama Viola" sahut Edwin. Sambil menyesap sebatang rokok, Saka menggelengkan kepalanya saat mendengar kalimat Edwin barusan.

"Ga semudah itu, kalian berdua tau kan 2 minggu lagi keluargaku dan keluarganya bakal hadir di pertemuan keluarga lagi. Aku ga tau hal istimewa apa, tapi yang jelas kedua kakak ku bakal pulang dari luar negeri. Dan kalian juga tau kan gimana kedua orangtuaku sayang banget sama wanita itu. Aku ga bisa berpisah denga wanita itu, setidaknya sebelum hari pertemuan itu"

          Matt dan Edwin hanya mengangguk setuju. Mereka tau permasalahan yang terjadi sampai saat ini. Saat itu juga mereka menghadiri pesta pernikahan Saka dan Arisha.

          Mereka berdua bisa dibilang berpengalaman dalam hal percintaan, namun permasalahan yang terjadi adalah kisah mereka berbeda dengan yang dialami Saka. Masalah Saka sangatlah ruwet, hingga mereka berdua harus ikut memikirkan solusinya.

            Malam sudah sangat larut dan Saka sudah setengah mabuk, semua yang ada dihadapannya sudah tidak menarik lagi. Kepalanya pusing dan perutnya terasa mual, namun ia masih bisa mengontrol diri dan masih bisa ngobrol jelas dengan kedua sahabatnya.

            Dan mabuknya Saka tidak membuat Matt ataupun Edwin khawatir, karena mereka tau jika sudah merasa mabuk, Saka akan berhenti minum dengan sendirinya karena ia harus menyetir. Walaupun seringkali ia ditawari untuk diantar pulang, tapi seriing kali menolak. Dan terbukti juga, tanpa diantar pun ia bisa pulang dengan selamat.
Sama seperti kali ini, Matt dan Edwin membiarkan Saka pulang duluan sementara mereka masih menikmati suasana di klub.

•••

             Jam setengan 12 malam, Arisha masih sibuk membaca buku di ruang tengah. Matanya sama sekali belum mengantuk, tidak biasanya. Ia sudah melakukan semua hal yang katanya bisa membantumu cepat tidur, tapi semua itu tidak berhasil.

             Rumah megah ini sudah sangat sepi, semua asisten rumah tangga sudah beristirahat. Hanya suara detik jam yang menemani Arisha sampai ia mendengar suara mobil masuk ke dalam pekarangan rumah. Ia beranjak dari kursi dan menghampiri jendela, mengintip siapa yang datang tengah malam seperti ini. Matanya mengikuti sosok Saka yang baru saja keluar dari mobilnya dan sampai masuk ke dalam rumah. Baru kali ini ia melihat suaminya pulang saat ia belum tertidur.

              Namun Arisha merasakan ada sesuatu yang aneh dari Saka, suaminya itu tiba-tba tersenyum hangat padanya lalu memeluknya, dan itu jelas membuat Arisha refleks menepis pelukannya, namun tubuh Saka nampak sangat lemas. Bau alkohol menyeruak ke dalam hidungnya, dan sudah bisa Arisha simpulkan jika Saka sedang mabuk. Ia membopong dan menidurkan Saka di sofa karena tubuhnya sudah lunglai.

               Dengan sigap, Arisha mengambil selimut dari kamarnya dan langsung memakaikannya pada Saka. Setelahnya, ia membereskan buku yang tadi ia baca dan berniat untuk pergi ke kamarnya. Namun sebuah tangan berhasil menahannya.

"Jangan pergi"

           Suara yang keluar dari mulut Saka itu berhasil membuar Arisha tertegun. Ia membalikan badannya, dan melihat Saka yang sedang tertidur. Sepertinya ia mengigau-batin Arisha.
Saat ia berusaha melepaskan cengkraman tangan Saka, kalimat tersebut kembali terucap dari mulut Saka. Kali ini pun tangannya menggengam Arisha erat. Keadaan ini jelas membuat Arisha bingung, apa yang terjadi dengan suaminya ini?

"Viola......."

             Benar, ternyata kalimat itu belum berakhir. Kata Viola lah yang menjadi kata terakhir yang Saka ucapkan sebelum ia benar-benar tertidur pulas.

             Terkejut dan terasa seperti mimpi. Itulah yang dirasakah Arisha sekarang. Viola? Terdengar seperti nama seorang wanita? Siapa dia? Arisha sama sekali tidak mengenalnya bahkan namanya saja terasa sangat asing di telinganya.

             Arisha mencoba membuang jauh pikiran itu, karena ia ingin tidur dengan nyenyak malam ini. Ia tau mau sepeduli apapun, mau sepenasaran apapun ia dengan suaminya. Itu semua tidak akan membuat hubungan mereka membaik, dan bahkan mungkin akan semakin memburuk. Apalagi setelah yang selama ini ia alami dalam pernikahan ini. Semuanya terasa sangat menyakitkan. Dan sampai detik ini, yang Arisha inginkan adalah kebebasan dan tentu saja kebahagian. Semua harta dan fasilitas mewah yang ia dapatkan sama sekali tidak membuat Arisha bahagia.

               Dan sekarang pun ia tidak tau siapa yang harus disalahkan atas semua ini. Tidak mungkin kedua orangtuanya yang sudah menyuruhnya menikah, karena pada akhirnya ia juga menyetujuinya. Tidak mungkin juga kedua mertuanya, karena mereka sangat baik padanya. Tidak mungkin juga ia menyalahkan suaminya. Lalu, apakah ia harus menyalahkan Tuhan, karena sudah membuat jalan hidupnya menyedihkan seperti ini?, itu jelas tidak mungkin. Bagaimana mungkin permohonan doamu akan dikabulkan sementata kau sendiri berburuk sangka pada-Nya?

-TBC-

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang