Six

2 0 0
                                    

•••

          Malam pertemuan keluarga itu berhasil dilewati Arisha dan Saka dengan baik. Mereka berhasil membaur dengan sempurna. Memperlihatkan hubungan mereka yang hangat dan romantis,seperti tidak sedang terjadi apa-apa, selayaknya pasangan suami istri yang baru menikah.

          Mereka berdua langsung meninggalkan mansion mewah itu sesaat setelah pertemuan keluarga itu selesai. Tepat tengah malam hampir semua keluarganya beriringan meninggalkan mansion tersebut. Kecuali kedua orang tua saka dan kedua kakanya yang bermalam di sana.

          Hanya butuh waktu sekitar kurang lebih  2 jam bagi Saka mengendarai mobilnya untuk sampai di rumahnya.

          Sepanjang jalan pun seperti biasa, tidak ada percakapan yang berarti bagi mereka. Hanya saling sahut dengan nada ketus dan singkat beberapa kali. Energi mereka berdua terkuras habis, terkuras untuk berakting pura-pura. Seorang artis profesioal yang biasa berakting saja pasti akan kelelahan, apalagi mereka yang tidak pro dibidang itu.

           Keduanya turun dari mobil dan langsung berjalan memasuki rumah. Berjalan masing-masing tanpa bergandengan tangan atau apapun itu seperti yang dilakukan saat pertemuan keluarga. Semuanya kembali seperti semula. Hanya security yang sedang tugas malam yang menyapa mereka. Rumah pun tampak sepi. Karena semua ART sudah beristirahat.

         Arisha langsung melepaskan sepatu hak tinggi yang dipakainya, ia menghela napas panjang begitu melihat pergelangakn kakinya. Ada luka lecet, dan itu bukan hal yang mengagetkan bagi Arisha. Karena sejak tadi, ia sudah merasakan rasa sakit yang ditimbulkan sepatunya itu. Tubuhnya sudah sangat  lelah, dan ingin segera tidur. Tapi mau tidak mau ia harus mengobati lukanya lebih dulu.

         Ia duduk di sofa ruang tengah setelah membasuh kakinya terlebih dahulu. Lalu ia membuka kotak obat dan mengambil salep khusus untuk luka. Matanya sudah sangat mengantuk, dia berharap siapa saja mau mengoleskan salep untuk kakinya. Dan ia akan berterima kasih.

“Dimana lukanya?”

         Kedua mata Arsiha langsung membola, ia tidak mempercayai apa yang dilihatnya sekarang. Orang itu ada di depannya sekarang. Suara itu keluar dari mulut Saka. Tapi, untuk apa? Lebih tepatnya, apa yang sedang ia lakukan?.

“Apa yang kau lakukan?”

         Pertanyaan itu tidak digubris Saka, namun laki-laki itu malah bertanya balik pada Arisha. Sambil memegang pergelangan kaki yang terdapat luka lecet.

“Ini lukanya?” pertanyaan itu tidak sempat Arisha jawab, karena sepersekian detik Saka langsung mengoleskan salepnya itu dengan telaten.

   "Terima kasih" gumam Arisha

“Ini bukan berarti apa-apa. Aku melakukan ini karena ada hal yang ingin aku bicarakan padamu” kata Saka sambil menutup salepnya dan menyimpannya kembali ke dalam kotak obat. Lalu ia berdiri, kali ini ia berani menatap istrinya itu.

“Kau boleh pergi ke luar, lakukan apa yang kau ingin lakukan. Dan harus kembali ke rumah sebelum pukul 5 sore”

          Kalimat itu sangat jelas terdengar di telinga Arisha, karena tidak ada suara berisik lain selain suara AC yang menemani mereka malam ini. Raut wajah Arisha berubah dengan sangat drastis, tidak ada lagi raut wajah yang lelah. Matanya tampak berbinar, tapi ia tidak sepenuhnya yakin. Ia takut suaminya itu hanya bicara ngasal saja, karena ia tahu saat pertemuan keluarga suaminya itu banyak minum.

            Jadi ia tidak ingin membuat dirinya salah paham. Apalagi setelah ingat kejadian Saka mabuk saat itu. ia memalingkan wajahnya dari pandangan Saka.

“Aku sedang tidak mabuk, dan kalau kau ragu atas ucapanku kau bisa melupakannya. Anggap saja aku tidak pernah mengatakan hal itu” Saka yang melihat keraguan dalam diri Arisha beranjak meninggalkan Arisha, namun istrinya itu berhasil menahan lengannya.

“Terima kasih, dan jika kau mengizinkan apa aku boleh bekerja paruh waktu? Aku sangat kesepian di sini, setidaknya jika aku berkerja.. … “

“Tidak. Untuk hal itu, aku tidak mengizinkanmu. Apa uang yang sudah kuberi itu semua tidak cukup untukmu? Kau mau mempermalukan aku dan keluargaku?” nada bicara Saka berubah meninggi dan sedikit membentak, perasaannya pasti tersinggung.

            Tubuh Arisha terasa lemas, baru kali ini lagi ia mendengar Saka membentaknya setelah pertengkaran beberapa minggu lalu. Ia menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi barusan. Ia sudah membuat kesalahan. Seharusnya ia tidak berbicara seperti itu. Tapi ia juga tidak menyangka akan mendapat reaksi seperti itu.

           Dan ya, keinginan Arisha untuk bekerja benar adanya. Setidaknya itu mengurangi rasa bosannya, walaupun hanya dengan menjadi pelayan café pun tidak apa-apa. Ia sama sekali tidak bermaksud membuat Saka tersinggung, sungguh.

          Tapi satu hal yang pasti, bagi Arisha, perlakuan Saka padanya barusan sangat aneh.

•••

          Dengan wajah kesal, Saka meninggalkan istrinya di ruang tengah. Ia berjalan ke lantai 3 rumahnya, yang merupakan sebuah tempat khusus layaknya sebuah rooftop untuk bersantai. Di sana ia bisa meilihat dengan jelas langit malam dengan bulan dan bintang yang melengkapinya.

          Ia meminum bir kaleng yang ia bawa dari kulkas, berharap itu bisa mengurangi rasa kesal dalam hatinya.  Perasaannya sangat tersinggung saat ia mendengar istrinya memintanya mengizinkan untuk bekerja. Hal itu jelas akan menurunkan harga diri dirinya dan keluarganya. Apa semua harta yang diberikan dan semua uang yang diberikan Saka tidak cukup untuknya?

          Menurutnya ia sudah berbaik hati mengizinkan Arisha untuk pergi ke luar, tapi rasanya ibaratkan seperti dikasih hati minta jantung. Kira-kira itulah mungkin ungkapan yang tepat untuk menggambarkan hal tersebut.
Sekarang, ada sedikit penyesalan dalam dirinya karena memberi izin pada Arisha.

“Arghhh…” semakin dipikirkan semakin membuat Saka pusing.

          Tapi jujur saja, setelah melihat Arisha menangis dalam pelukan ibunya dan kedua mertuanya membuat hatinya sedikit sakit. Kau tahu bukan, Saka bukanlah tipe laki-laki yang bisa menyakiti wanita?. Padahal bisa dibilang ia ‘mati rasa’ pada Arisha. Tapi entah kenapa, saat itu ia merasakan rasa sakit dalam hatinya.

          Dan sepanjang perjalan pulang tadi, ia terus memikirkan Arisha. Dan sampai saat tiba di rumah pun, ia merasakan dorongan yang hebat saat melihat Arisha terluka. Ia langsung menghampirinya dan mengobati lukanya. Lalu mengatakan hal yang sepertinya tidak mungkin ia katakan, bahkan sambil menatap wajahnya langsung.

         Saka melakukan itu semua karena perasaan yang mengganjal dalam hatinya, karena sakit yang ia rasakan saat melihat Arisha menangis. Semua itu dilakukan sebagai permintaan maafnya yang tidak bisa diucapkan secara langsung.

        Tidak mungkin kan kalau perasaan pada Arisha sudah tidak ‘mati’ lagi? Saka membatin, pikirannya bergulat hebat mencoba menyakinkan hati kalau sekarang perasaannya pada Arisha masih sama seperti kemarin-kemarin. Tidak ada yang berubah.

         Ia memejamkan matanya sesaat, menghirup udara dini hari yang terasa lebih sejuk. Berharap ia bisa melupakan yang terjadi hari ini. Tapi sial bagi Saka, ia tidak bisa melupakannya, ia malah melihat Arisha dalam bayangannya. Arisha yang tersenyum, Arisha yang sangat ramah pada keluarganya, dan tentu saja Arisha yang sangat menawan. Ia juga tidak bisa menyangkal kalau istrinya itu malam ini terlihat sangat cantik dan anggun dengan dress yang digunakan.


—TBC—

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang